07 Oktober 2007

Perpuluhan

1. Apa yang dimaksud dengan “Perpuluhan”?Baca: Kej 28:22b ; Im 27:30.Menurut sumber P.L. orang-orang Israel diwajibkan mempersembahkan 10 % (sepersepuluh) dari penghasilan mereka untuk, paling tidak, tiga tujuan pokok:* Menunjang kaum Lewi yang mengurusi ibadah dalam Bait Suci di Yerusalem (Ul 14:27; Bil 18:20-24).* Membantu orang-orang yang kurang mampu (Ul 14:28-29).* Merayakan dan mensyukuri kemurahan Tuhan (Ul 14:22-26). Tetapi selama masa pembuangan di Babilonia, orang-orang Israel tidak melakukan kewajiban perpuluhan tersebut. Hal ini bisa dimengerti, berdasarkan kenyataan bahwa waktu itu kota Yerusalem dan Bait Suci telah dihancurkan oleh bala tentara Babilonia, ketika mereka menaklukkan kerajaan Yehuda. Di Babilonia, sebagai orang-orang yang ditawan, mereka pun tidak mempunyai penghasilan tetap.Lalu ketika orang-orang Israel kembali ke Yerusalem sesudah masa pembuangan, nabi Maleakhi mengingatkan mereka kembali akan kewajiban ini (Mal 3:6-12). Disamping untuk keperluan menunjang pengelolaan ibadah di Bait Suci, persembahan perpuluhan adalah juga untuk membantu sesama orang Israel yang tidak mampu. Di sini Maleakhi mengajak bangsanya pada waktu itu agar memikul tanggung jawab sosial untuk keperluan-keperluan tadi. Dan bukan secara egoistis hidup sendiri-sendiri!
2. Yesus dan PerpuluhanBaca: Mat. 23:23 (= Luk 11:42). Baca juga Luk 18:12 di mana Yesus mengisahkan bagaimana seorang Farisi melaporkan “kesalehan”-nya kepada Tuhan. Hanya dalam dua kesempatan tadi, Yesus menyinggung dan dari mulut-Nya keluar kata “perpuluhan”. Itu pun dalam konteks di mana Dia mengecam kemunafikan para ahli Taurat dan orang Farisi. Dari pernyataan Yesus tadi, timbullah pertanyaan: apakah orang-orang Kristen diwajibkan mempersembahkan “perpuluhan”?
3. Beberapa Pedoman
3.1. Dalam P.B. baik Yesus maupun para rasul tidak secara gamblang (eksplisit) memerintahkan untuk mempersembahkan “perpuluhan”. Ada beberapa golongan Kristen tertentu berpendapat bahwa berdasarkan pernyataan Yesus dalam Mat 5:17-20 dan 23:23 (= Luk 11:42), maka kewajiban “perpuluhan” berlaku bagi orang-orang Kristen juga.
3.2. Beberapa pedoman sehubungan dengan masalah “perpuluhan”:* Kita seyogyanya lebih patuh kepada Yesus Kristus, dan tidak terutama kepada Taurat yang pertama-tama dan mula-mula diperuntukkan bagi orang-orang Israel pada jaman mereka.* Pemberian kita hendaknya bersumber pada kasih Kristus dan bukan terutama pada suatu jumlah persentase tertentu. Dalam P.L. “perpuluhan” adalah pencerminan rasa syukur dan kebaktian umat kepada Allah.* Kalau kita mengakui bahwa segala harta milik, bahkan hidup kita, adalah pemberian Allah, maka sesungguhnya Allah tidak hanya berkepentingan dengan 10 % dari kasih karunia-Nya yang dianugerahkan-Nya kepada kita. Allah bahkan berkepentingan dengan keseluruhan (100 %) dari kehidupan dan harta milik yang Tuhan telah “titipkan” kepada kita. Dengan pedoman ini, maka untuk tujuan mendidik dan membiasakan diri dalam memberi, terutama bagi saudara (i) yang baru menjadi Kristen (dan mungkin juga bagi mereka yang baru merasa “hidup baru” atau “lahir kembali” atau baru sidi), maka memberi “perpuluhan” merupakan “a great starting point” --- suatu proses awal persembahan yang patut dihargai dan disyukuri.
3.3. Tanggung jawab sosial-politikBaca: Mat 25:31-46.Informasi: Menurut seorang pejabat DEPSOS (Harian Surya, Senin, 5 Mei 2003, hlm. 8), jumlah penduduk miskin di Indonesia saat ini mencapai jumlah 38 juta orang lebih. Di dalam jumlah ini terdapat 12,7 juta jiwa yang dikategorikan sebagai fakir miskin. Kriteria fakir miskin tersebut adalah “orang yang tidak memiliki penghasilan sama sekali, dan tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi sebanyak 2.100 kalori serta kebutuhan lainnya “ (bnd. janda yang dilaporkan dalam Mrk 12:38-40 dan telah disinggung di muka).Terserah mau memberi berapa banyak, juga terserah mau memberi kepada siapa, namun sebagai “surat Kristus” (2 Kor 3:3), dan sejalan dengan tujuan pokok pemberian “perpuluhan” yang telah dipaparkan di muka, maka orang-orang Kristen tak boleh mengelak dari tanggung jawab sosial untuk membantu sesama yang melarat dan malang. Bahkan kita terpanggil untuk mengupayakan terwujudnya keadilan sosial secara merata dalam masyarakat. Dan ini bisa berujung dengan keterlibatan atau partisipasi orang-orang Kristen secara (pro-)aktif dalam organisasi sosial atau politik untuk tujuan reformai atau transformasi sosial.--- o0o ---
Pdt. (Em.) Dr. Nazarius Rumpak

Tidak ada komentar: