- 1. Anak-Anak dan Kerajaan Allah Pernyataan-pernyataan Yesus sehubungan dengan anak-anak (Yunani: “paidion”) --- “orang-orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga/Allah” --- terdapat di dalam Mat 19:13-15; Mrk 10:13-16; Luk 18:15-17. Dengan itu Yesus memberi penghargaan yang khas bagi anak-anak. Bahkan lebih dari itu, seorang anak kecil malah dijadikanNya model: “. . . barang siapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya” (Mrk 10:15). Dalam Mat 18:1-5, yang merupakan perikop bacaan kita sekarang ini, makna ungkapan “seperti anak kecil” tadi diutarakan secara lebih jelas lagi. Seperti kita tahu, dari perikop ini lalu berkembang menjadi perbincangan dan/atau diskusi tentang “siapa/apa yang [ter]besar” (Mat 18:1-20:28). Yesus telah berkhotbah dan mengajar kepada orang-orang Yahudi sebangsanya. Namun tak ada tanggapan. Adalah menarik perhatian bahwa ketika Yesus memanggil seorang anak kecil (18:2), anak itu patuh dan segera datang ke Yesus. Dia juga patuh menempati tempat yang telah ditunjukkan Yesus kepadanya. Jadinya pernyataan Yesus dalam ayat 3-4 bermakna sebagai suatu seruan kepada orang-orang dewasa yang hadir di situ pada saat itu, agar menjadi seperti anak kecil tsb. Jadinya seruanNya itu sebenarnya bermakna ganda:
- [1] Mau masuk ke Kerajaan Allah? Bertindaklah seperti anak kecil tadi!
- [2] Mau menjadi yang terbesar dalam Kerajaan Sorga? Lakukanlah seperti apa yang anak kecil itu tadi telah lakukan! Jesus’ own sayings about children clearly indicates that God views them as significant members of his kingdom, now and beyond time (Mt 18:2-5; Mk 9:33-37; 10:13-16; Lk 9:47-48).
- It is the child’s unhesitating response to Jesus’ call, so different from the proud reluctance of the adults of Israel, that makes childlikeness such an attractive and necessary quality [kutipan dari New International Encyclopedia of Bible Words (Grand Rapids, Mich.:Zondervan, 1991), pp. 156 and 158].
- Informasi: Kata merendahkan diri yang digunakan dalam Matius pasal delapan belas mempunyai konotasi sikap yang bergantung dan tunduk pada wewenang, bukan berarti menurunkan martabat diri. Seorang anak perempuan yang masih kecil mungkin saja mengira dirinya merupakan pusat alam semesta, namun ia tetap sadar bahwa ia masih bergantung pada orang tuanya. Secara arti luasnya, orang tua adalah wakil Allah bagi setiap anak, tapi Allah tidak dibatasi oleh pengertian seperti ini. Acap kali Ia menerobos batasan ini, bila Ia ingin berkomunikasi secara langsung dengan seorang anak, teristimewa dengan anak yang sedang sakir parah. Tampaknya anak-anak merasakan kehadiran Allah yang misterius dan mereka pun menyadari kebergantungan diri mereka kepadaNya [kutipan dari Judith Allen Shelly, Kebutuhan Rohani Anak, terj. (Bandung YKH, 1982), hlm. 11]. Ada suatu kualitas tertentu dan yang khas didapati pada anak-anak kecil. Ini tersirat dalam Mat 19:13-15. Orang-orang Farisi telah datang untuk mencobai Yesus (19:1-12). Yesus mengecam mereka (ayat 4 dst.) dan menyatakan kepada mereka, betapa mereka telah menjauhi Allah. Mereka masih mencoba bertahan dengan suatu ketetapan dari Musa. Yesus menghardik mereka bahwa ketetapan itu diberlakukan oleh Musa, justru karena “ketegaran hati” mereka. Orang-orang Farisi itu bungkam. Lalu sesuai dengan urutan penu- turan dalam Injil Matius, segera sesudah itu Yesus memaklumatkan bahwa “orang-orang [maksud-Nya “anak-anak”] seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga” (19:14). Kita bisa membayangkan bagaimana orang-orang Farisi yang fanatik tadi melongo keheran- heranan. Betapa tidak? Dengan pernyataan Yesus itu, seorang anak berumur tujuh tahun (umur rata-rata dari mereka yang masuk kelompok usia “paidion”), bukan saja bisa, tetapi juga dijamin oleh Yesus untuk masuk Kerajaan Sorga. Itu pun tanpa harus patuh pada seluruh hukum Taurat yang sudah ditambah-tambahi oleh para ahli Taurat Yahudi.. Juga tidak harus mencapai usia tua seperti orang-orang Farisi fanatik tadi. Sungguh-sungguh luar biasa! . . . for Jesus it is a childlike response to and trust in God, not an adult self-effort, that brings a person into a relationship with God and into Jesus’ kingdom [kutipan dari New International Encyclopedia of Bible Words, p. 158]. Itu jugalah yang merupakan salah satu landasan kokoh mengapa banyak gereja-gereja menerapkan baptisan anak-anak dan/atau usia bayi (Sumber: J. Jeremias, Infant Baptism in the First Four Centuries (London: SCM, 1960), pp. 53-54]. Rasanya tidaklah berkelebihan untuk menam- bahkan di sini bahwa hakikat panggilan melayani anak-anak dan para remaja berhulu dan bersumber dari sini juga. Informasi: Baptisan anak-anak . . . Ketika Allah memilih Abraham, Ia mengadakan perjanjian anugerah dengan Abraham dan anak-anaknya. Dalam PL bukan hanya orang dewasa yang terhisab umat perjanjian anugerah itu. Selalu ditekankan bahwa janji-janji Tuhan adalah antara “Aku dan engkau serta keturunanmu’ (Kej 17:7; Ul 4:40). Janji kepada anak-anak ditekankan lagi dalam PB, “Bagi kamulah . . . dan bagi anak-anakmu . . . (Kis 2:39). Dalam PB semua orang beriman merupakan anak-anak Abraham (Gal 3:15-17). Maka sebagaimana anak Israel terhisab dalam umat Allah, demikianlah anak Kristen terhisab dalam umat-Nya. Tanda masuk bangsa Israel adalah sunat. Tanda masuk umat Kristen adalah baptisan.
- Baptisan usia bayi haruslah untuk anak dari orang yang sudah percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat (yaitu anak dari orang yang sudah sidi). Pada pembaptisan anak, orangtua berjanji untuk mendidik si anak percaya kepada kepada Tuhan Yesus dan membesarkannya sesuai dengan Firman Allah [kutipan dari R.J. Porter, Katekisasi Masa Kini (Jakarta: YKBK/OMF, 2000), hlm.168 f.; kata-kata miring oleh NR].
- 2. Sesuatu yang Baru Dalam Yesus Kristus sesuatu yang baru terjadi untuk anak-anak kecil. Di zaman kuno, hidup itu berbahaya untuk anak kecil. Kalau seorang anak dilahirkan, ia diletakkan di kaki ayahnya. Kalau ayahnya membongkok dan mengambilnya, anak itu tetap dipelihara; tetapi jika ayahnya berpaling dan berjalan pergi, anak itu benar- benar dibuang. Tidak ada hukum yang melawan hal ini; keputusan si ayah ini benar-benar sah menurut hukum. Tidak ada yang menyalahkannya karena itu merupakan adat. Ada surat terkenal dari tahun pertama Masehi oleh seorang yang bernama Hilarion. Waktu dia tidak ada dirumah, ditulisnya sepucuk surat kepada isterinya yang bernama Alis. Bunyi surat itu, “Saya tahu kau sedang mengandung. Jika bayi itu laki-laki, peliharalah. Jika dia seorang putri, buanglah.” Ini merupakan adat yang benar-benar diakui dan diterima.
- Yang semacam itu tidak boleh terjadi di masa ini, dalam masyarakat yang telah berkenalan dengan prinsip- prinsip Yesus Kristus. Bukan berarti bahwa masyarakat itu Kristen sepenuhnya, tetapi dengan kedatangan Yesus Kristus sesuatu yang baru telah terjadi, yang membuat hal-hal semacam itu tidak mungkin ada. Dengan kedatangan Yesus Kristus, sesuatu yang baru telah terjadi untuk anak-anak [kutipan dari William Barclay, Mengkomunikasikan Injil, terj. (Jakarta: BPK-GM, 1989), hlm.35 f.; kata-kata miring oleh NR].3. Aplikasi Adapun sifat anak-anak yang menjadikan mereka terbesar di dalam Kerajaan Sorga, juga menjadikan mereka sangat rawan di dalam kerajaan dunia ini. Report on the Hearings on th Unmet Needs of Children and Youth, 1979 . . ., yang disusun oleh . . . the America Nurses Association pada tahun 1979, mengungkapkan tentang bidang-bidang utama di mana ketergantungan dan kerawanan anak-anak dapat mengakibatkan mereka terjerat dengan mudah dalam kesulitan-kesulitan, seperti: penyalahgunaan obat bius, penganiayaan anak, dan eksploitasi seks. Tuhan Yesus sudah tahu kemungkinan terjadinya kesulitan ini. Ia menasihati murid-murid-Nya begini, “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ditenggelamkan ke dalam laut” (Mat 18:5-6). Di sini ortang-orang dewasa mempunyai tanggung jawab yang besar memelihara serta memperhatikan anak-anak Allah. Pertama, adalah satu perintah yang positif untuk menyambut anak-anak dalam nama-Nya. Kedua, adanya suatu peringatan yang negatif agar jangan menyesatkan mereka sehingga menyebabkan mereka jatuh ke dalam dosa [kutipan dari Shelly, op.cit.]. - - - NR - - -
07 Oktober 2007
Matius18 : 1 – 5
(Beberapa Catatan/Kutipan Lepas)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar