1. Pengantar
- Allah menyatakan diriDi antara tindakan-tindakan Allah terhadap para leluhur, selayaknyalah disebut pertama-tama penyataan-penyataan diriNya kepada mereka. Dengan berulang-ulang Allah memper-lihatkan diriNya, memperdengarkan suaraNya, memperkenalkan namaNya . . ., serta menya-takan kehadiranNya di beberapa tempat suci di tanah Kanaan. [ . . . ]Allah memberi janji-janjiNyaDengan perjanjianNya yang berupa sumpah-setia, Allah mengarahkan pengharapan para bapa leluhur (dan pengharapan umat Israel turun-temurun) kepada perbuatan-perbuatanNya yang besar di masa depan. Di dalam cerita-cerita Perjanjian Lama mengenai para bapa lelu-hur, unsur pengharapan ini nampak dari beberapa segi:
- a) Di mana-mana disisipkan firman-firman yang berupa janji mengenai berkat, keturunan dan tanah, yang akan diberi kepada bapa leluhur dan kepada keturunan mereka.
- b) Berulang-ulang dijanjikan bahwa keturunan para bapa leluhur itu akan menjadi suatu berkat bagi segala bangsa di bumi. [ . . . ]Kepada Abraham, Ishak dan Yakub diberi janji-janji yang mengajaibkan. Tanah Kanaan akan menjadi milik mereka untuk sepanjang masa. Keturunan mereka akan menjadi banyak, sehingga tidak terbilang lagi jumlahnya . . . Mereka akan diberkati dengan segala berkat yang dari atas: kesuburan kaum ibu, kesuburan ternak dan kambing-domba, kesuburan tanah milik mereka, kelimpahan hasil jerih-payah mereka --- semuanya tersimpul sebagai berkat yang berupa penyertaan dan perlindungan ilahi yang tak putus-putusnya. Allah berfirman dan ber-sumpah bahwa ia akan melaksanakannya, sebab demikianlah rencana dan kehendakNya yang pasti [ . . . ]Sejumlah besar dari cerita-cerita bapa leluhur itu memuat kalimat-kalimat di mana Allah menjanjikan tanah, keturunan dan berkat. . . . Nats-nats yang terpenting adalah Kej 12:1-3,7; 13:14-16 . . .[dst.] [kutipan dari C. Barth, Theologia Perjanjian Lama 1 (Jakarta: BPK-GM, 2004), hlm. 119ff.].
2. Latar Belakang dan Konteks Perikop
- Pasal 13: Perpisahan dengan Lot. . . . Setelah Abram kembali dari dari Mesir, ternyata-lah bahwa Lot tidak mungkin lagi tetap bersamanya, sebab harta kekayaan mereka makin bertambah banyak. Oleh sebab itu Lot memilih seluruh daerah lembah sungai Yordan sebagai daerah tinggalnya yang baru. Sesudah Lot pergi, Allah datang dan mengulangi janjiNya kepa-da Abram, kemudian Abram menetap dan mendirikan kemahnya di dekat pohon-pohon tar-bantin di Mamre, dekat Hebron [kutipan dari J. Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama (Jakarta: BPK-GM, 1996), hlm. 34].Informasi: Sekalipun tidak disebutkan dalam 12:10-20, Lot sudah pernah ke Mesir, meman-faatkan keadaan Abram yg menguntungkan (ay 5) dan merasakan kemewahan lembah-lembah itu (bnd ay 10 --- ‘seperti tanah Mesir’). [ . . .] Sebelum Abram pergi ke Kanaan orang-orang yg bersama-sama dengan dia serta milik-miliknya sudah banyak di Haran (bnd 12:5). Agaknya keturunan Terah ada-lah pedagang-pedagang, yg melakukan perdagangan kafilah. [ . . . ]. . . kekayaannya mencobai iman Abram . . . betapa terbatasnya tanah yang dijanjikan itu (bnd 7b). Tapi dalam rangka hak-haknya yg istimewa Abram menam-pakkan kemurahan iman (ay 8-13). Jalan yg dipilih Lot menunjukkan ketidaksabar-annya untuk menerima kebaikan tanah yg dijanjikan (ay 10) tanpa pandangan se-mestinya kepada tuntutan-tuntutan etis perjanjian (bnd ay 13) [kutipan dari Tafsiran Alkitab Masa Kini 1: Kejadian-Ester (Jakarta: YKBK/OMF, 1998), hlm. 101f.].
3. Eksposisi
- [Ay] 14, 15 Sesudah pemberian tanah Abram dan tuntutan Lot datanglah pemberian Yahweh dan tuntutan Abram. Dalam keterangan pembatasan tanahnya penyataan ini berada dalam ke-adaan tengah antara kekaburan 12:7 dan penetapan yg tepat dalam 15:17 dab. [Ay] 16 Janji tentang ‘bangsa yg besar’ dalam 12:2 juga diperlebar.Untuk diskusi: Mengapa janji “banyaknya” keturunan Abram digambarakan seperti “de-bu tanah”?Penulis di sini memakai gaya bahasa “hyperbole” [“pernyataan yang berlebih-lebihan supaya mengesankan”] dan oleh karena itu hendaknya tidak dipa-hami secara harfiah. Yang ingin dinyatakan ialah bahwa keturunan Abram tidak terhitung banyaknya [bnd 15:5]. Banyaknya keturunannya itu tidak saja fisik-biologis, tetapi termasuk juga keturunannya secara spiritual, yakni orang-orang beriman (bnd Gal 3:29).[Ay] 17 Jalanilah . . . Bnd Yos 24:3. Barangkali ini adalah suatu upacara hukum simbolis yg dengannya orang menentukan tuntutannya kepada tanah milik. Memang suatu perjalanan iman![Ay] 18 Dekat Hebron. Abram diam lebih menetap di sini, dengan membuat perjanjian-perjanjian yg sejajar dengan raja-raja setempat (bnd 14:13). Namun ia mendirikam sebuah mezbah, yaitu yg ketiga, tanda pengakuan akan Yahweh sebagai Maharaja Agung atas tanah itu dan menuntutnya untuk Dia [kutipan dari Ibid., hlm. 102].
4. Informasi Tambahan
- Gaya hidup nomadik, seperti yang digambarkan untuk Abram dan orang-orangnya, memang sesuai dengan cara hidup pada bagian awal millennium kedua. Namun dari hasil penelitian antropologi belakangan ini, maka gaya hidup tsb. tidak lagi dibayangkan seperti gaya hidup orang-orang Arab Badui kemudian yang dengan berkendaraan unta menyerang dan meram-pok para penduduk tetap di daerah sekitar mereka. Malah sebaliknya, Abram dilaporkan hidup rukun [bnd ayat 18] dengan para penghuni daerah pertanian, sehingga dengan kedua jenis gaya hidup itu, mereka membentuk masyarakat “dimorphic” --- “forming a dual society in which villagers and pastoralists [a.l. Abram dan orang-orangnya] were mutually dependent and integrated parts of the same tribal community” [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari William S. LaSor, et al., Old Testament Survey (Grand Rapids, Mich.: W.B. Eerdmans, 1990), pp. 104f.].. . . with the call of Abraham, the covenant of grace [“perjanjian anugerah”] underwent a re-markable advance, definitive for all time to come. The instrument of that advance is the cov-enant which God made with Abraham which guaranteed and secured soteric blessing for “all the families of the earth.” So significant are the promises of grace in the Abrahamic covenant, found in Genesis 12:1-3; 13:14-16; 15:18-21; 17:1-16; 22:16-18, that it is not an overstate-ment to declare that these verses, from the covenantal perspective, as the most important verses in the Bible. The fact that the Bible sweeps across the thousand years between the creation of man and Abraham in only eleven chapters, with the call of Abraham coming in Genesis 12, suggests that the information given in the first eleven chapters of the Bible was intended as preparatory “background” to the revelation of Abrahamic covenant [kutipan dari Robert L. Reymond, A New Systematic Theology of the Christian Faith (Nashville, Tenn.: Thomas Nelson, 2003), p. 513].
- - - - NR - - -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar