(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)
1. Kronologi
kr. th. 1446 sM : Keluaran (Exodus).
kr. th. 1446-1406 sM : Pengembaraan di padang gurun.
kr. th. 1445 sM : Dasa Titah/Firman diberikan.
kr. th. 1440 sM : Kitab Keluaran ditulis.
kr. th. 1406 sM : Musa meninggal. Joshua menjadi pemimpin pengganti.
kr. th. 1406 sM : Bani Israel memasuki Kanaan.
[Sumber: Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), p. 79].
2. Konteks dan Sinopsis
Setelah Dasa Titah dalam Kitab Keluaran, terdapat suatu kumpulan hukum-hukum yang sering disebut “Kitab Perjanjian” (Kel 20:22 - 23:33). Nama tersebut terdapat dalam Kel 24:7, di mana bagian itu dibacakan kepada umat dalam persiapan untuk memeteraikan perjanjian itu. Setelah pendahuluan yang menggarisbawahi ke-unik-an dan kekudusan Allah (Kel 20:22- 26), Kitab Perjanjian itu dibuka dengan judul “Inilah peraturan-peraturan” (misypatim, Kel 21: 1). Isinya terutama adalah hukum-hukum perdata yang berkaitan dengan perselisihan menge- nai harta milik, kerusakan, penyerangan, kelalaian, dan sebagainya. Ada juga suatu bagian yang penting mengenai tanggung jawab sosial terhadap anggota-anggota masyarakat lemah (Kel 22:21-27), peraturan-peraturan mengenai prosedur peradilan (Kel 23:1-9) dan perayaan agama (23:14-19). Kumpulan ini diakhiri dengan bagian yang melihat ke depan ke penduduk- an Kanaan dan menekankan kembali tuntutan Allah yang mutlak atas umat-Nya dan dengan demikian kembali ke tema pendahuluan. Ada banyak penelitian dan perdebatan mengenai bagian-bagian Kitab Perjanjian itu: apa- kah pada awal mulanya hukum-hukum itu terpisah, dan kalau demikian pada tahap apa dan oleh siapa bagian-bagian itu disunting dalam bentuknya yang sekarang. Tetapi umumnya disepakati, Kitab Perjanjian adalah hukum paling tua dalam Pejanjian Lama [kutipan dari Christopher Wright , Hidup Sebagai Umat Allah, terj. (Jakarta: BPK-GM, 1995), hlm. 153f.]. Kel 22:18-31 terpisah dengan jelas dari bagian yang mendahuluinya (22:2-17, peraturan tentang barang-barang/nyawa-nyawa titipan) atau dari bagian yang mengikutinya (23:1-9, peraturan tentang hak-hak orang kecil). Jika kita menyisihkan 22:23-27 sebagai tambahan berupa penjelasan pada ay 21-22, maka tinggallah suatu rentetan perintah-perintah, larangan- larangan dan azas-azas hukum yang singkat (22:18, 19, 20, 21-22, 28a, 28b, 29a, 30a, 31b) --- lagi-lagi dengan jumlah “sepuluh firman”. Kita menghadapi sebuah “Dekalog yang keem- pat” yang memberi tekanan pada segi-segi hak-hak manusia di samping kebaktian [kutipan dari C. Barth, Theologia Perjanjian Lama 1 (Jakarta: BPK-GM, 2004), hlm. 293f.].
3. Eksposisi
Ayat 28: mengutuki Allah: secara harafiah “memperlakukan Allah secara remeh”. Tidak ada perbedaan antara “mengutuki” dan “menyumpahi”. seorang pemuka. Barangkali kepala seluruh umat Israel (hakim atau raja) atau barangkali wali suku sebelum raja-raja mulai memerintah [kutipan dari Robert M. Paterson, Tafsiran Alkitab: Kitab Keluaran (Jakarta: BPK-GM, 2006), hlm. 312]. It was indeed a crime to speak evil of a ruler of the people (Exodus 22:28) [kutipan dari William Barclay, The Daily Study Bible: The Acts of the Apostles (Edinburgh: the Saint Andrew, 1989), p. 164]. Blasphemy was punished by death, Lev. 24:15f. [kutipan dari Peake’s Commentary on the Bible (London: Thomas Nelson, 1972), p. 231].
Ayat 29: Janganlah lalai . . . Secara harafiah: “kepenuhanmu serta aliranmu janganlah meng- halangi”. Arti ungkapan ini tidak jelas, tetapi barangkali yang terdapat dalam Alkitab LAI adalah yang terbaik [Paterson, loc. cit.]. Beberapa penafsir menghubungkan ‘kepenuhan’ (Inggris: fulness) dengan anggur (bnd. Bil 18:27) dan “aliran’ (Inggris: trickling) dengan minyak. Pada dasarnya yang dimaksudkan adalah persembahan dari hasil panen pertama, yang kemudian dite- tapkan sepersepuluh dari hasil panen (Ul 14:22ff., 26:1-15). Tithing (Indonesia: per- puluhan) is the acknowledgment that the land and its produce are God’s [ Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Peake’s . . ., loc. cit.]. yang sulung dari anak-anakmu . . . Bandingkan dengan 13:1-16. Di Israel anak-anak itu tidak dipersembahkan sebagai korban di atas mezbah, tetapi ditebus [Paterson, loc. cit.]. The cases of child sacrifice attested for Israel are only on extraordinary occasions. So, although it is not stated, the principle of redemption already laid down in 13:12ff. is to be understood here [Peake’s . . ., loc. cit.]. Untuk Diskusi: Mengapa Tuhan meminta anak sulung laki-laki? (Baca Kel 13:1-2)
Ayat 30: tujuh hari lamanya . . . Bandingkan dengan Imamat 22:27.
Ayat 31: daging ternak yang diterkam . . . Bandingkan dengan Imamat 17:15-16; Ulangan 14:21 [Paterson, loc.cit.]. Larangan ini ada kaitannya dengan larangan memakan darah. Daging ternak yang dimaksud diperkirakan masih ada darah tersisa di dalamnya [Sumber: Peake’s . . ., p. 232]. Informasi: Tidak ada tema yang menyatukan peraturan-peraturan dalam perikop ini. [ . . . ] Jika umat Israel akan hidup sebagai orang-orang kudus bagi Allah, maka ada banyak implikasi. Salah satunya disebut dalam ayat 31. Namun, alasan mengapa mereka tidak makan daging ternak yang diterkam tidak jelas. Barangkali mereka berpikir bahwa kuasa jahat dipindahkan dari binatang buas kepada [bangkai] ter- nak itu. Barangkali mereka mau menjaga kesehatan. Memang menurut Imamat 17:15-16 mereka bisa makan daging ternak itu jika beberapa syarat dipenuhi. Me- nurut Ulangan 14:21 mereka sendiri dilarang memakannya, tetapi boleh menjual- nya kepada orang asing atau memberikannya kepada pendatang. Peraturan di sini [ayat 31] lebih tegas sebab daging ternak itu harus dilemparkan kepada anjing [kutipan dari Paterson, hlm. 312f.]. [Makna dari Hukum/Peraturan/Ketetapan] . . . hukum-hukum Allah itu menyatukan umatNya, membentuk orang-orang Israel menjadi satu persekutuan yang hidup dan sadar akan panggilan dan tugasnya. … pengangkatan orang-orang Israel menjadi umat TUHAN itu tidak hanya mengha- silkan suatu “perubahan status” dalam keadaan diri tiap-tiap anggota umat itu, melainkan juga di dalam keadaan mereka bersama. Status mereka yang baru sebagai orang-orang milik TUHAN yang kudus dan merdeka itu tak mungkin ber- laku, seandainya mereka mengenakannya kepada dirinya atau rumahtangganya masing-masing saja. Dengan mengaku dan mengindahkan hak-hak “sesamanya manusia”, barulah orang-orang Israel turut-serta secara aktip di dalam pekerjaan Allah yang mengumpulkan suatu umat yang kudus dan merdeka bagi diriNya. Maksud dan kuasa hukum Taurat yang “mempersatukan umat Tuhan” inilah yang masih harus mendapat perhatian kita sekarang [kutipan dari Barth, op. cit., hlm. 264].
- - - NR - - -
07 Oktober 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar