10 Oktober 2007

Buta Huruf

Saya tak tahu pasti, apa kutipan berikut ini bisa dihubungkan dengan isyu yang Bung sedang ketengahkan.


++++++++++++++++++++++++++++++++++++


Helen Keller pernah ditanya: "Apakah yang lebih parah ketimbang dilahirkan buta?" [NR: bukan "buta huruf"!] Ia menjawab: "Mempunyai penglihatan tetapi tidak punya visi." [NR: tetapi malas membaca!] [Sumber dari sebuah buku tentang "Leadership" (maaf, lupa)]

Gbu, NR



"A.M.T. Harrisakti"

Rekan milister, Pernahkah anda merenungkan, bahwa ada perbedaan besar antara orang buta huruf dan orang yang bisa membaca? Ada perbedaan signifikan antara orang yang bisa membaca tetapi malas membaca dengan orang yang suka membaca buku dan surat kabar. Jenis buku dan surat kabar yang dipilih pun menentukan isi kepala yang bersangkutan. Picisankah bacaannya, atau bermutukah? Sebagai pemula, saya membaca apa saja. Trial and error. Saya pernah menjadi seorang naif yang memercayai apa saja yang dikatakan surat kabar dan tabloid. Menelan bulat-bulat semua informasi. Tapi sekarang tidak. Dulu saya tidak pilih-pilih buku rohani, kini saya tau mana yang bermutu mana yang "pop". Membaca membuat perbedaan. Kini saya merangkak. Merangkak menjadi careful reader. Pembaca yang menyusun pertanyaan-pertanyaan kritis setiap kali berhadapan dengan suatu bacaan. Pembaca yang menaruh curiga pada kebenaran setiap bacaannya. Ya, saya merangkak menjadi pembaca seperti itu. Kini saya tidak mudah terprovokasi pada judul apapun yang memang didesain untuk provokatif. Kubaca perlahan, kucoba menalar dan mengerti, dan kudapati mutiara berharga. Kubayangkan diriku tujuh tahunan silam, pasti aku marah besar jika kubaca tulisan "Yesus Mesias yang Gagal", atau "Via Dolorosa itu tidak historis". Kini tidak lagi. Aku belajar menarik manfaat dan pelajaran berharga dari temuan-temuan ilmiah yang paling mengguncangkan sekalipun. Saudaraku... Bacalah... Membaca membuatmu mengerti... asal kita mau terbuka sekaligus tetap kritis.


Salam dari teman ziarah, A.M.T. HARRISAKTI

Tidak ada komentar: