Secara prinsipil saya mendukung anti hukuman mati artinya mestinya hukuman mati dihapuskan. Tetapi masalahnya hukuman mati yang selama ini diberlakukan di dunia, khususnya di Indonesia itu kan sangat politis. Jadi........masalahnya bukanlah sekedar hukum atau moral atau teologi tetapi soal politik. Kalau begitu ya, sulit memperjuangkan dihapuskannya hukuman mati dari bumi ini, khususnya dari Indonesia. Saya sudah dua kali menulis ttg topik ini di Suara Pembaruan: 20 Mei 2006 dan 7 Oktober 2006. Kalau ada yg berminat baca, masih bisa diakses dari Web Suara Pe4mbaruan. Nah kawan2 inilah soalnya kerhidupan bahwa tidak semua bisa ditakar dari sudut hukum atau moral saja. Kalau mau konsisten dg UUD45 revisi mestinya hukuman mati sudah dihapuskan dari negeri ini. Salam, Borrong
Dear Bpk. DR. R. Borrong & Rekan2 sekalian Apakah penghapusan hukuman mati (di Indonesia) merupakan solusi yang terbaik bagi kemanusiaan yang adil dan beradab ? Sementara begitu banyaknya kejahatan (termasuk bom Bali) yang meremehkan nilai2 kemanusiaan yang adil dan beradab. Perlu penjelasan yang lebih mendalam-terutama kaitannya dengan supremasi hukum dan nilai2 kemanusiaan yang adil dan beradab. Keputusan etis bisa berproses dalam legitiminasi hukum, bila peredaran nilai2 etis itu disadari perlu oleh masyarakat, yakni setuju atau tidak dengan hukuman mati: setuju atau tidak adalah keputusan etis/moral, dan bila diterima mayoritas masyarakat-tentunya akan menjadi suatu proses dalam lembaga legislatif-yang mana menelorkan produk perundangan- undangan, yakni dihapuskannya hukuman mati, atau sebaliknya tetap ada hukuman mati. Selanjutnya, lembaga eksekutif dan yudikatif melaksanakannnya dalam menegakkan supremasi hukum. Yang menjadi masalah di Indonesia, bukan hanya masalah dipolitisir, tapi belum sepenuhnya supremasi hukum dilaksanakan. Ketidak becusan pelaksanaan hukum di Indonesia, karena para pelaku/subyek hukum belum sepenuhnya memiliki moral. Kewibawaan hukum, harus dilandasi oleh moral yang ber axis pada kemanusiaan yang adil dan beradab. Bila otoritas itu ada, maka hukuman apapun akan dirasakan sebagai ditegakkannya supremasi hukum. Termasuk hukuman mati, apabila itu merupakan suatu tindakan supremasi hukum (bukan dipolitisir) , maka hal inipun ada dalam koridor kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan demikian, tidak mudah kita mengatakan hapuskan hukuman mati, walaupun nurani kemanusiaan kita mengatakan: tidak setuju hukuman mati. Haruslah kita tinjau terlebih dahulu dari hal2 yang telah saya sebutkan di atas. Membuat rumusan dogma, maupun rumusan etika itu mudah ! Namun membuat suatu keputusan etis itu tidak gampang, karena keputusan etis itu akan berinteraksi dalam kehidupan Aku dan Kau, antara Aku sebagai subyek yang satu terhadap Kalian subyek yang jamak ! Proses interaksi itulah yang saya maksudkan dengan peredaran nilai2 etis dalam proses menjadi suatu yang legitimate di masyarakat (bangsa & negara). Demikian dulu komentar sekaligus konsepsi pemikiran dari saya, semoga bermanfaat.
In Christ
Pdt. DR. Leonard Siregar. Upland-California.
NB: Supremasi hukum di Indonesia dapat terwujud apabila lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif benar2 bersih. Yang seharusnya ialah: lembaga hukum (misalnya kejaksaan) terpisah dari lembaga eksekutif, dengan demikian lembaga yudikatif tidak diatur oleh pemerintah/eksekuti f, bila diatur maka nilai2 hukum telah dikebiri bagi kepentingan penguasa dan mayoritas. Inilah yang terjadi di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar