22 Desember 2007

Yesaya 12: 1-6

(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)

1. Pengantar

Terjemahan Indonesia jelas membagi kitab nabi Yesaya menjadi dua. Bagian pertama mencakup bab 1-39, sedangkan bagian kedua melingkupi bab 40-66. Pembagian itu tidak terdapat dalam Alkitab Ibrani. Tetapi berdasarkan berbagai petunjuk dan pertimbangan, pembagian tersebut memang perlu. [ . . . ] Dalam Yes 1-35 terkumpul sejumlah nubuat yang pada pokoknya berasal dari nabi Yesaya yang tampil di wilayah Yehuda sekitar th. 740-700 seb. Mas. [ . . . ] Meskipun nubuat-nubuat yang terkumpul dalam Yes 1-35 sungguh berasal dari nabi Yesa- ya, namun ada kekecualiaan juga. Terdapatlah beberapa tambahan yang cukup penting yang di kemudian hari barulah disisipkan ke dalam kumpulan nubuat-nubuat nabi Yesaya. Begitu misalnya bab 13-14; 24-27; 33; 34-35. Semua bagian cukup besar ini berasal dari nabi-nabi yang tampildi zaman pembuangan atau sesudahnya. [ . . . ] Kitab nabi Yesaya seperti tercantum dalam Alkitab memuat tiga macam kumpulan nubuat. Dalam bab 1-12 terhimpun sejumlah nubuat yang berupa ancaman ditujukan kepada umat Allah di Yehuda. Dalam bab 13-23 terkumpul sejumlah nubuat berupa ancaman tertuju kepada berbagai bangsa yang memusuhi umat Tuhan . . . [kutipan dari C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 245ff.]. Informasi: Fasal 1-12 Fasal 1 merupakan Pendahuluan untuk seluruh kitab Yesaya. Jadi sebenar- nya bagian pertama dimulai dengan fasal

2:1. Di dalam fasal 12 terdapat suatu mazmur yang merupakan penutup liturgis untuk bagian pertama [ . . . ] Fasal 12: Nyanyian syukur atas keselamatan (ayat 1-6). [kutipan dari J. Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama (Jakarta: BPK-GM, 1996), hlm. 108 dan 110]. 2. Eksposisi 2.1. Mengapa orang-orang diminta untuk berkata: “Aku mau bersyukur . . .”? Karena mereka hanya terpaku pada derita yang mereka sedang alami saat itu, maka sang nabi mendorong mereka untuk mempunyai perspektif yang lebih luas. Ia mendorong mereka untuk menaruh pengharapan mereka kepada Tuhan. Dimulai dengan pengungkapan niat (”Aku mau bersyukur”), diikuti dengan alasan (“murkamu telah surut dan Engkau menghibur aku”), dan ditutup dengan pernyataan iman (“Allah itu keselamatanku”).

2.2. Mengapa emosi Allah nampaknya berubah-rubah(“murka telah surut . . . menghibur”)? Karena kasihNya sedemikian besar bagi umatNya, yang justru “plin-plan” dalam kese- tiaannya kepada Tuhan Juga karena Tuhan sungguh-sungguh berusaha memelihara hubungan dengan umatNya. “If he were indifferent about our sin, for example, his apathy would show he didn’t care about us as his people”. Yesaya secara sengaja menggambar- kan Tuhan ber-emosi untuk memberi “impact” terhadap seruannya dan sekaligus me- mungkinkan umat memahami spektrum dari pihak Allah. Dalam ay. 2 terdapat suatu [“glorius”] paradoks. Allah yang murka pada akhirnya malah menjadi sumber “keselamatan” satu-satunya. “In the end, ‘comfort’ (= salvation) can be found only by fleeing into the arms of the righteous God whose wrath we have incurred” [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Barry Webb, The Message of Isaiah (Leicester, England: IVP, 1996), p. 78]. Informasi: [Ayat 2] It is noteworthy that trust [LAI: “percaya”] , in many . . . cases, is the alternative to fear [LAI: “gementar”] which might render as elemental anxiety [ . . . ] Human person, as Erikson saw well, are finally confronted with the options of trust and fear. The celebrated human person, in Israel’s horizon, is embedd- ed deeply in trust. This trust is not vague and amorphous; it focuses on Yah- weh as an active agent who sustains and intervenes. From that personal and intimate focus, however, Israel is able to generalize, so that one may come to trust the world over which Yahweh presides as a safe and reliable place in which to live [kutipan dari Walter Brueggemann, Theology of the Old Testament (Minnea- polis: Fortress, 1997), p. 468].

2.3. Ayat 4 – 6 Penggalan ini merupakan suatu nyanyian jemaat, di mana para pengunjung ibadah menyampaikan seruan satu kepada yang lain secara berbalasan untuk “bersyukur . . . kepada Tuhan” (4a), untuk memberitahukan perbuatanNya kepada “bangsa-bangsa” (4b), dan menyatakannya itu semua dengan penuh kesukacitaan dan dengan suara lantang (5-6). Ada dua alasan mengapa layak untuk bersyukur: [1] “perbuatanNya yang mulia” (5a), dan [2] kehadiranNya di Sion (6b). KehadiranNya itu adalah konsekwensi dari perbuatan- Nya yang mulia itu. “It is the LORD’s glorious deeds in judgment and salvation that have established his presence in Zion as the great and Holy One, terms which point unequivo- cally to his kingship” [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Webb, op. cit., p. 79]. 3. Refleksi Sesuai dengan konteksnya, nyanyian syukur ini berfungsi sebagai penutup terhadap gambaran pemerintahan dan kekuasaan sang Mesias yang dimulai dalam 11:1. Di pihak lain dalam hu- bungannya dengan pasal 13, maka pasal 12 ini juga sekaligus menjadi klimaks dari bagian pertama kitab nabi Yesaya. Ini tersirat dalam ayat penutup: “Berserulah dan bersorak-sorailah hai penduduk Sion, sebab Yang Mahakudus, Allah Israel, agung ditengah-tengahmu” (12:6). Bukankah ayat ini analog atau paling tidak sejajar dengan pujian para malaikat dalam Luk 2:14: “Kemulian bagi Allah di tempat yang mahatinggi, dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepadaNya”? Jadinya bacaan kita dari Yes 12 ini meminta perhatian dan mengingatkan kita pada rasa bersyukur dan bagaimana seharusnya peranannya dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen. Bersana dengan George Herbert, seorang penyair Inggris abad ke-17, kita memohon: “O Engkau yang telah memberi kami sekian banyak anugerah, sudilah memberi kami satu hal lagi, yaitu hati yang tahu berterima kasih”. Semoga pada hari Natal ini, Roh Kudus menumbuhkan dalam hati kita suatu keinginan untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada Tuhan dengan beberapa cara yang konkret dan nyata. Pikirkanlah apa yang mungkin dapat menjadi ungkapan rasa syukur Anda pada hari Natal ini. Ilustrasi: Seorang pria telah mengambil risiko mati dengan terjun ke dalam sebuah sungai yang sangat deras untuk menyelamatkan seorang anak laki-laki yang hanyut diba- wa arus. Sesudah anak ini diselamatkan, ia lalu berkata kepada pria itu, “Terima kasih. Bapak telah menyelamatkan hidup saya.” Orang itu lalu merangkul anak itu sambil berkata, “Sudahlah, anakku! Sadarlah bahwa hidupmu itu bernilai sehingga layak diselamatkan.” [Sumber dan kutipan sajak dan ilustrasi dari Mark Link SJ, Challenge/ Tantangan, terj. (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 140 dan 147].

- - - NR - - -

Tidak ada komentar: