(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)
1. Pengantar
[Aram dan Israel Utara mengajak Yehuda memberontak terhadap Asyur. Tetapi Yehuda menolak. Jadinya Aram dan Israel Utara balik menyerang Yehuda. Itulah “perang Syro- Efraemi’] Yesaya 7:1-25 menggambarkan keadaan di Yehuda selama perang Syro-Efraemi [Aram- Israel Utara] (734-733 sM). Pada mulanya perang itu “ . . . hati Ahaz dan hati rakyatnya gemetar ketakutan seperti pohon-pohon hutan bergoyang ditiup angin” (Yes 7:2b). Nabi Yesaya diperintahkan Tuhan untuk menemui Ahaz. Dan Yesaya harus membawa anaknya Sear Yasyub (= sisa akan kembali) sebagai tanda pengharapan! Si nabi menegaskan kepada Ahaz bahwa dia tidak usah takut terhadap serangan Aram[“Syro”] dan Israel Utara [“Efraemi”], “kedua puntung kayu api berasap ini” (Yes 7:4). Ahaz harus bersandar kepada Tuhan saja dan tidak boleh bersandar kepada Asyur atau kepada kekuatan sendiri. “Jika kamu tidak percaya, sungguh kamu tidak teguh jaya” (Yes. 7:9). Ahaz diperbolehkan meminta pertanda bahwa Tuhan menyertainya. Tetapi Ahaz menolak dengan alasan munafik: “aku tidak mau mencobai Tuhan” (Yes 7:12). Kemudian Yesaya memberi tanda, walaupun tidak diminta. “Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengan- dung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan dia Imanuel” (Yes 7:14). Kata yang dipakai dalam bahasa Ibrani ialah ‘alemah’, yang berarti ‘perempuan muda’, dan bukan perawan atau anak dara (dalam bah. Ibr. ‘betulah’). Dalam hal ini Septuaginta menim- bulkan banyak kesalahan dalam tafsiran dengan terjemahan: ‘parthenos’, yaitu anak dara. Terjemahan Septuaginta ini dikutip dalam Mat 1:21. Mungkin sekali isteri-muda raja Ahaz atau seorang perempuan lain dari kalangan istana yang dimaksudkan dengan ‘perempuan muda’ itu. Anak yang dilahirkan oleh perempuan muda itu diberi nama simbolis: Imanuel (= Allah menyertai kita)., sebagai tanda bahwa Tuhan menyertai Ahaz dalam perang Syro-Efraemi itu. Sebelum anak Imanuel itu tahu membedakan yang baik dari pada yang jahat (setelah dua atau tiga tahun), Tuhan akan menghukum Aram dan Israel Utara. Ahaz menolak tanda-penyertaan oleh Tuhan itu. Menurut keterangan dari 2 Raj 16:7, Ahaz meminta bantuan Asyur, dan bukan dari Tuhan, terhadap ancaman dari Aram dan Israel Uta- ra itu. Dalam Kitab Raja-Raja, Ahaz digambarkan sebagai raja “yang tidak melakukan apa yang benar di mata Tuhan”. Dia mempersembahkan anaknya kepada dewa Molokh. Di Yeru- salem didirikannya sebuah mezbah sesuai dengan bagan dalam agama Asyur (2 Raj 16:10- 11) [kutipan dari A.Th. Kramer, Singa Telah Mengaum (Jakarta: BPK-GM, 1996), hlm 42ff.].
2. Eksposisi
Bagian-bagian terpenting Yesaya tentang mesias adalah 7:13-17; 9:5-6 dan 11:1-9. Ada pan- dapat yang menggabungkan 7:14-16; (8:5-10); 9:1-16 dan 11:1-9 menjadi nubuat Imanuel, karena menyinggung orang yang sama: Imanuel. Kesamaan jati diri dari pribadi tersebut dapat kita lihat dari kenyataan, bahwa kedatangannya selalu di masa akhir. [ . . . ] Dalam penelitian eksegetis, nubuat kelahiran Imanuel ini termasuk bagian Perjanjian Lama yang paling banyak dipertentangkan maknanya. Interpretasi itu antara lain: Imanuel adalah anak Raja Ahaz Imanuel adalah anak Yesaya Imanuel adalah tokoh dari suatu mite Imanuel adalah nama gabungan untuk beberapa anak-anak dari ibu yang berbeda Imanuel adalah suatu rahasia Imanuel adalah mesias (penulis [i.e. Dr. S.M. Siahaan] setuju dengan pendapat terakhir ini) [ . . . ] Dari Yesaya 7; 9 dan 11 jelas dapat kita lihat pertumbuhan pemahaman pengharapan mesia- nis ini, yang akan terus bertumbuh hingga masa-masa nabi pembuangan. Seperti dalam Ye- saya 7:14 dst. Masa keselamatan itu didahului masa penderitaan. Kegelapan yang dinubuat- kan Amos (Am 5:13 dst.) telah tiba. Yesaya tidak merasa perlu menjelaskan lagi jati diri anak dimaksud, karena sudah jelas bagi bangsa Israel dari masa Yesaya hidup. Namanya juga sudah tidak menjadi masalah. Bangsa Israel sudah menunggu pembawa keselamatan yang memunyai predikat Anak Allah. Dengan menunjuk pada proses kelahiran, maka Yesaya menunjuk pada hubungan dengan 7:14 karena mesias yang akan datang itu adalah Imanuel yang kelahirannya dinubuatkan dalam 7:14 [kutipan dari S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama (Jakarta: BPK-GN, 1991), hlm. 18f.].
3 Informasi:
. . . the Immanuel sign contained a promise as well as a threat. For Isaiah and his followers it meant the promise of God’s protecting presence and the eventual fulfillment of God’s good purpose for his people. The preservation of the remnant in Isaiah’s day was part of a process which led finally to the coming of Jesus, the perfectly faithful and righteous one, in whom all God’s promise come to fulfillment. So Matthew was right to see the ultimate fulfillment of the Immanuel saying in Jesus Christ. What was death to Ahaz is life to us who believe [kutipan dari Barry Webb, The Message of Isaiah (Leicester, England: IVP, 1997), p. 63].
4. Excursus:
“Mesianisme” Banyak nabi tidak membuat pernyataan apapun tentang mesias (Amos, Hosea, Yoel, Obaja, Zefanya, Maleakhi), sedang yang lain tidak begitu memperhatikan hal ini (Yeremia, Yehezki- el). Kesimpulan seperti itu mengharuskan kita semua menghindari kekaburan dalam menggu- nakan istilah. Warta tentang raja benar dan penyelamat tidak berarti bahwa teks tertentu berbicara tentang mesias dalam arti sempit. Bahkan pernyataan Hagai dan Zakharia bila mereka itu melihat janji lama terpenuhi pada masanya, tidak berarti bahwa itu janji mesias. Mesias dan mesianis hanya dikenakan pada tokoh zaman akhir. Ternyata hanya sedikit teks yang berbicara tentang hal ini. Mutu ilahi dan kurnia istimewa yang tampak dalam seorang raja, ternyata bisa menjadi biasa sekali dalam lingkungan tradisi Timur Tenga kuno. Maka bisa dikatakan bahwa pada zaman kerajaan tidak terdapat nubuat mesianis dalam arti sempit. Baru dalam masa pembuangan – dan dalam lingkungan tertentu, dan bukan dalam lingkungan umat pada umumnya – ada harapan bahwa Allah akan menumbuhkan dinasti Daud. Tetapi harapan seperti itu tidak harus dimengerti mesianis. Dan dengan perjalanan waktu harapan seperti itu berkembang, sejalan dengan harapan keselamatan yang penuh. Dengan demikian maka rumusan yang semula tidak harus dimengerti secara mesianis lambat laun dibaca kembali dalam terang mesias itu. Itu dilakukan oleh beberapa penafsir Yahudi, tetapi juga oleh penafsir Kristen awal. Mereka tidak memperhatikan hubung- an antara pewartaan dan kenyataan, dan tidak pula memperhatikan arti sebenarnya dari suatu rumusan, melainkan menggunakannya sebagai dukungan iman, kutipan susastra, mengideal- kan dan merohanikan sejarah. [ . . . ] Itu tentu tidakberarti bahwa rumusan yang dulu sama sekali kurang artinya. Tetapi harus dikatakan bahwa lebih daripada nubuat yang terpenuhi, rumusan lama itu harus dimengerti sebagai isyarat yang bisa saja terpenuhi kapan dan di mana pun. Kita bisa menerima bahwa sudah lahir seorang mesias, tetapi itu tidak berarti bahwa peperangan segera akan hilang, prajurit tidak lagi berarti, penindasan dan penjajahan lenyap. Itu berarti bahwa hal yang penuh misteri sedang berkembang, dan memberikan harapan pembaharuan yang semestinya. Umat yang berjalan dalam kegelapan lalu melihat terang, lih. Mat 4:15-16. Kita harapkan bahwa terang itu demikian cerah . . . [agar] mengusir kegelapan [kutipan dari St. Darmawijaya Pr., Jiwa & Semangat Perjanjian Lama 2, Warisan Para Nabi (Yogyakarta; Kanisius,1992), hlm. 139ff.].
- - - NR - - -
17 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar