26 Februari 2008

Ibrani 9 : 1 5 – 2 2

(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)

1. Pengantar . . .

[G]agasan tentang perjanjian merupakan hal yang pokok bagi pikiran penulis. Ia meng- artikan perjanjian sebagai hubungan antara Allah dan manusia. Perjanjian yang pertama tergantung pada ketaatan manusia terhadap hukum. Kalau manusia melanggar hukum, maka perjanjian itu batal. Kita harus ingat bahwa bagi penulis Surat Ibrani agama berarti jalan ma- suk kepada Allah. Oleh karena itu arti yang pokok dari perjanjian yang baru yang disahkan oleh Yesus adalah supaya manusia dapat sampai kepada Allah atau dapat bersekutu dengan Allah. Tetapi justru di sini terdapat kesulitan. Manusia yang datang pada perjanjian yang baru ternyata sudah penuh dengan noda yang disebabkan oleh dosa-dosa yang dilakukan dalam hukum perjanjian yang lama. Tata upacara korban yang lama tidak berdaya menebus dosa- dosa itu. Nah, penulis Surat Ibrani mempunyai pikiran yang hebat dan mengatakan bahwa korban Yesus Kristus berlaku surut. Artinya, korban Yesus Kristus berkuasa menghapuskan dosa-dosa manusia yang dilakukan di bawah perjanjian lama, dan berkuasa mengesahkan persekutuan yang dijanjikan di bawah perjanjian yang baru. Kesemuanya itu nampaknya sangat ruwet; tetapi di belakangnya terdapat dua kebenaran abadi. Pertama, korban Yesus menghasilkan pengampunan bagi dosa-dosa yang lama. Ka- rena perbuatan-perbuatan kita, maka kita seharusnya dihukum dan dikucilkan dari Allah. Teta- pi karena pengorbanan Yesus maka hutang dihapuskan, pelanggaran diampuni dan pengha- lang disingkirkan. Kedua, pengorbanan Yesus membuka hidup baru untuk hari depan. Jalan menuju persekutuan dengan Allah telah terbuka. Allah yang karena dosa-dosa kita telah men- jadi terasing bagi kita, kini karena pengorbanan Yesus menjadi sahabat kita. Karena pengor- bananNya, maka beban masa lalu telah disingkirkan jauh-jauh dan kini hidup menjadi hidup dengan Allah [kutipan dari William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Surat Ibrani, terj. (Jakarta: BPK-GM, 2006), hlm. 142f]. Informasi: The writer . . . show[s] that the new covenant that has replaced the Mosaic was instituted by Jesus’ sacrifice of himself (vv. 15-22). That sacrifice was so efficacious that “once for all at the end of the ages” Jesus was able to “do away with sin by the sacrifice of himself” (v. 26). This one sacrifice was enough to “take away the sins of many people” (v. 28) [kutipan dari New Internatioanl Encyclopedia of Bible Words (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 1991), p. 468].

2. Eksposisi

2.1. Ayat 15-21: Bagaimana sampai “perjanjian baru” itu bagaikan sebuah “wasiat”? Wasiat merupakan suatu kontrak yang diatur sebelum si pembuat wasiat itu meninggal. Kristus membuat suatu perjanjian baru [Inggris: new cove- nant] dengan umatNya (Yer 31:31; Mrk 14:24; Ibr 8:8), yang, bagaikan sebuah wasiat, berlaku sesudah kematianNya. Dengan itu orang-orang Kristen kini bisa akrab dengan Allah (8:11) dan memperoleh pengampun- an (8:12). Keseluruhan Perjanjian Baru berisikan ajaran yang didasarkan pada perjanjian baru tadi.

2.2. Ayat 22 : Mengapa Allah menghendaki “penumpahan darah” untuk “pengampunan” dosa? Dosa adalah pelecehan terhadap kekudusan Allah. Oleh karena itu dosa hanya dapat dihapuskan melalui penghukuman mati. Maka ketika darah --- yang oleh orang-orang Israel dipahami sebagai dasar kehidupan --- dicurahkan, maka tindakan ini menyiratkan bahwa kehidupan telah dilepas pergi alias mati. Dalam Perjanjian Lama, tindakan tadi digambarkan melalui upacara korban sembelihan hewan. Dalam Perjanjian Baru pencurahan darah Yesus memenuhi tuntutan Allah tadi. Hanya dengan itu, maka peng- ampunan atas dosa diwujudnyatakan. [Sumber: Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), pp. 1733f].

3. Excursus

Perjanjian Lama . . . memainkan peranan yang penting dalam nasihat-nasihat surat Ibrani, yaitu sebagai “firman yang hidup dan yang kuat” (4:12), yang “pada hari ini” masih tetap dide- ngar (3:7,15). Namun Perjanjian Lama tidak lagi berfungsi sebagai kitab hukum, melainkan sebagai kitab yang mengandung contoh-contoh yang dapat dipakai untuk mendukung nasihat-nasihat yang diberikan. Dengan mengutip Yeremia 31:31 dst, maka si penulis men- jelaskan pendiriannya terhadap hukum Taurat; yaitu dengan mengadakan perjanjian yang baru antara Allah dan manusia, maka hukum yang lama juga diubah menjadi hukum yang baru (8:8 dst). Perjanjian yang baru itu ditandai oleh hubungan antara Allah dan manusia yang didasarkan pada pengetahuan yang langsung dan ketaatan yang bebas (ay. 10-11). Peraturan-peraturan yang lama seperti peraturan yang menyangkut makanan, minuman serta pelbagai macam persembahan, oleh si penulis dianggap sebagai “peraturan-perauran untuk hidup insani” saja, yang hanya berlaku untuk sementara waktu dan akan diganti de- ngan aturan-aturan yang lebih baik (9:9 dyb). Hanya karena Kristus yang mempersembahkan diriNya itulah perbuatan-perbuatan yang sia-sia itu dapat diganti dengan ibadah kepada “Al- lah yang hidup” (9:14 dyb) [kutipan dari Henk ten Napel, Jalan yang Lebih Utama Lagi (Jakarta: BPK-GM, 1997), hlm. 191]. Pekejaan Kristus Menyoroti latar belakang kelemahan-kelemahan peraturan Harun, penulis menyingkap super- ioritas Kristus dalam pekerjaan-Nya yg mendamaikan, dan faktor-faktor utama yg terkait ada- lah: (i) final dan sempurnanya korban persembahan Kristus (7:27; 9:12,28; 10:10); (ii) sifat pribadi korban persembahan Kristus ialah Dia mempersembahkan diri-Nya sendiri (9:14); (iii) sifat rohani korban persembahan Kristus (9:14); dan (iv) dampak abadi dari pekerjaan Kristus sebagai Imam, yakni penebusan yg kekal (9;12). Peraturan Harun dengan upacara keagamaannya yg terus-menerus diulangi, tidak memiliki kualitas sifat korban persembahan Kristus . . . Klimaks dari uraian soteriologis ini mencapai kemuncaknya pada 9:14, di mana Kristus dikatakan telah mempersembahkan dirinya sendiri ‘oleh Roh yang kekal’. Inilah yg memberi- kan perbedaan mencolok sekali dari korban-korban upacara ibadah Harun yg tidak bisa me- nolong diri, dibandingkan persembahan Kristus sendiri yg dengan ikhlas dan sengaja Ia per- sembahkan sebagai Imam Besar kita [kutipan dari Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid 1 (Jakarta: YKBK/OMF, 1992), hlm. 415f].

- - - NR - - -

Tidak ada komentar: