(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)
1. Pengantar Penyaliban [ . . . ] Ada dua cara yang dipakai untuk memancangkan korban pada salib --- tali dan paku --- dan yang dialami Yesus adalah yang paling kejam. Dia dipaku pada salib dan tergantung sebagai seorang pemberontak di antara pemberontak-pemberontak, suatu pemandangan yang sering dilihat sebelum dan sesudahnya, dengan papan ejekan “Raja orang Yahudi” guna menekankan betapa bodohnya menantang keperkasaan Roma. [ . . . ] Kebanyakan korban penyaliban akan mengutuk dan berteriak sewaktu mereka masih ku- at. Yesus mati [. . . sangat cepat . . . dengan tiba-tiba] dengan mengucapkan sebuah doa (Luk 23:46). Dan beberapa kata-kata-Nya yang dicatat sebelum itu menunjukkan lebih banyak ke- pedulian bagi orang-orang lain daripada bagi diri-Nya sendiri (Luk 23:34,43; Yoh 19:26-27) [kutipan dari R.T. France, Yesus Sang Radikal, terj. (Jakarta: BPK-GM, 1996), hlm. 147f.].
2. Renungan-Renungan
2.1. TETAP PEDULI DI TENGAH PENDERITAAN Yesus melihat ibuNya –Yohanes 19:26 Tahukah Anda bahwa Injil tidak pernah mencatat ucapan Yesus menyangkut Yusuf? Atau apakah selama ini Anda memperhatikan bahwa Yesus pun tidak pernah memanggil Maria sebagai “Ibu-Ku”. Dia juga sangat jarang membicarakan tentang Maria. Ketika Dia membincangkannya, Yesus menggunakan panggilan “perempuan”. Meskipun demikian, Yesus sangat menghormati dan mengasihi ibu-Nya. Bukti nyata- nya ditunjukkan pada saat peristiwa penyaliban. Di tengah penderitaan yang luar biasa, “Yesus melihat ibu-Nya” dan menunjukkan kepedulian. Dia ingin memastikan bahwa se- peninggal Dia nanti, ada orang yang menemani dan merawat ibu-Nya yang sudah beran- jak senja. Dia menyerahkan ibu-Nya supaya dijaga oleh Yohanes, yaitu murid yang sa- ngat dikasihi-Nya. Fakta lainnya yang menarik, Yesus tidak menyerahkan tanggung jawab itu pada anak-anak Maria yang lain [juga karena hingga saat itu mereka belum percaya kepa- daNya (Yoh 7:5)] . Meskipun mereka darah dan daging Maria sendiri, tetapi tidak mem- punyai hubungan sedekat antara Maria dengan Yohanes sebagai sesama orang perca- ya. Hal ini adalah misteri indah tentang kesatuan dalam Kristus yang saling menguatkan di antara orang percaya. Penderitaan yang kita alami sering kali membuat kita berkutat memikirkan diri kita sendiri. Segenap daya upaya dan pikiran kita diarahkan untuk memikirkan dan mengatasi masalah itu. Akibatnya kita menjadi egois, mementingkan diri sendiri dan cuek pada kea- daan disekitar kita. Tetapi Yesus tidak begitu. Dia justru mempedulikan orang yang me- nancapkan paku ditangan dan kaki-Nya. Dia peduli pada penjahat yang bertobat. Dia juga masih memikirkan perempuan yang melahirkan diri-Nya. Bagaimana hubungan Anda dengan sesama orang percaya? Apakah Anda mempedulikan kebutuhan mereka? [kutipan dari Renungan Malam, Tujuh Ucapan Yesus di Kayu Salib, terj. (Yogyakarta: Yayasan Andi, April 2007), hlm. 13].
2.2. HATI IBU YANG TERIRIS Ibu, inilah anakmu! – Yohanes 19:26 Sekitar 30 tahun sebelum penyaliban di Kalvari, Maria sudah diberi tahu bahwa “suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri” (Luk 2:35). Selama bertahun-tahun kemudian, dia harus merasakan kepedihan hati mendengar umpatan-umpatan yang diucapkan mulut pemuka agama yang iri hati. Maria pernah mendengar Anaknya itu dihina sebagai anak haram, setan, dan penghujat Allah. Hati seorang ibu mana yang tidak teriris-iris mendengar anaknya dihina seperti itu. Namun, tikaman pedang yang paling dalam ada- lah ketika Maria melihat Putranya terpancang di kayu salib. Dalam nyanyian pujiannya yang indah, Maria pernah mengucapkan “Allah jurusela- matku.” Artinya, sama seperti manusia keturunan Adam yang lain, Maria juga memer- lukan Penyelamat. Tetapi, supaya bisa menjadikan Yesus sebagai Juru Selamatnya, dia terkendala hubungan antara ibu dan anak. Mana mungkin dia minta keselamatan pada anak kandungnya sendiri. Kata-kata yang diucapkan Yesus dalam ayat renungan kita . . . bertujuan untuk meng- akhiri hubungan antara ibu dan anak. Pada saat itu juga hubungan ibu dan anak sudah putus. Yesus bukan anak Maria lagi. Bila Maria memerlukan anak secara kemanusiaan, dia bisa menganggap Yohanes sebagai anaknya. Lalu siapa Ibu Yesus? “. . . barangsia- pa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempu- an, dialah ibu-Ku” (Mrk 3:33). Ketika Yesus masih berusia 12 tahun, Maria pernah mendengar Putranya berkata, “A- ku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku.” Dan setelah bangkit dari kematian, Yesus kembali mengatakan hal itu. Dengan begitu, Yesus telah menyingkirkan halangan bagi Maria untuk mempercayai Yesus sebagai Juru Selamatnya. . . . Sudahkah Anda [juga] mempercayai Yesus sebagai Juru Selamat Anda? [kutipan dari Ibid., hlm. 14].
2.3. TINDAKAN NYATA Kemudian kataNya kepada muridNya: “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya – Yohanes 19:27. Kalimat “inilah ibumu” yang diucapkan Yesus dimaksudkan untuk menunjuk Yohanes supaya bertanggung jawab merawat Maria. Yesus ingin segala urusan menyangkut ibu- Nya sudah beres sebelum Dia kembali ke surga. Sikap ini mengajarkan kita tentang pen- tingnya tanggung jawab sosial orang percaya. Kita yang mengaku mengasihi Tuhan, se- mestinya juga mengasihi sesama kita. Caranya [ialah] dengan menunjukkan kepedulian secara aktif kepada orang yang letih-lesu, terbeban, sakit, janda/duda dan anak yatim piatu. Pelayanan seperti ini sudah menjadi ciri khas orang Kristen. Di berbagai penjuru dunia, program seperti pemberian bantuan hibah, rumah sakit, sanitarium, rumah sakit kusta, sekolah dan bantuan pertanian telah mendapatkan peng- akuan dan penghargaan internasional. Misi bantuan darurat, perkemahan kaum muda dan banyak kegiatan lain dilakukan dengan landasan semangat kekristenan, yaitu perca- ya bahwa kasih kepada sesama dan kepada Tuhan adalah satu kesatuan yang tak terpi- sahkan. Yohanes menunjukkan kasihnya kepada Tuhan dengan menerima tanggung jawab menampung Maria di rumahnya. Sikap kasih ini tentu saja juga ditunjukkan oleh istri dan anak Yohanes yang menerima Maria dengan sukacita. Hati Maria yang terluka menjadi terobati oleh kehangatan keluarga Yohanes. Dari semua hal itu, Yohanes belajar satu hal, yakni bahwa sebagai bukti kita mengasihi Tuhan adalah dengan mengasihi sesama manusia secara nyata. Di masa krisis ini, banyak orang miskin yang membutuhkan kita. Berbahagialah kelu- arga Kristen yang menunjukkan perbuatan kasih secara nyata. Tanpa mereka sadari, mereka telah membuat malaikat surga bersukacita [kutipan dari Ibid., hlm. 15].
3. Informasi
There is something infinitely moving in the fact that Jesus in the agony of the Cross, when the salvation of the world hung in the balance, thought of the loneliness of his mother in the days ahead. He never forgot the duties that lay to his hand. He was Mary’s eldest son, and even in the moment of his cosmic battle, he did not forget the simple things that lay near home. To the end of the day, even on the Cross, Jesus was thinking more of the sorrows of others than of his own [kutipan dari William Barclay, The Daily Study Bible, the Gospel of John, Volume 2 (Edinburgh: the Saint Andrew, 1981), p. 257].
(NR)
07 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar