07 Februari 2008

Roma 15: 1-6

(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)

1. Pengantar Dalam theologia Paulus makna karya keselamatan Yesus Kristus berkedudukan sentral. Oleh karena itu, dengan sendirinya soteriologi [ajaran tentang keselamatan] itu juga meng- arahkan dan memberi dasar bagi etika Paulus, sebab karya keselamatan Yesus Kristus dijadikan satu-satunya patokan bagi kehidupan dan tingkah-laku orang-orang Kristen. [ . . . ] Berkaitan dengan ini, bila Paulus menekankan hal mengikut Yesus (mimesis atau imitatio), yang dimaksudkannya bukanlah jalan Yesus yang historis, seperti nampak misalnya dari penggunaan istilah “pengikut-pengikut Kristus” dan bukan “pengikut Yesus” (1 Kor 11:1). Yang harus dicontoh ialah mencari kepentingan orang-orang lain, sama seperti Kristus nyatakan dalam merendahkan diri untuk kita (pro nobis). Jadi imitatio Christi itu diberi arah bukan dari oknum Yesus yang historis, melainkan dari karya keselamatanNya. Pendirian Paulus ini juga nampak dalam Roma 15:1 dst, di mana Paulus menganjurkan jemaat untuk bertindak sama seperti Kristus. Ungkapan “sama seperti Kristus” di sini mengungkapkan baik makna yang bersifat sebab-akibat (kausal), maupun makna yang bersifat perbandingan (komparatif), yaitu: terimalah satu akan yang lain sebab dan sama seperti Kristus telah menerima kamu (ay. 7). Yang dimaksudkan Paulus di sini ialah, bahwa imitatio itu nampak baik dalam theologia crucis, yaitu dalam hal orang Kristen rela menerima kesengsaraan, maupun dalam hal orang Kristen melaksanakan kasih agape itu [kutipan dari Henk ten Napel, Jalan yang Lebih Utama Lagi, Etika Perjanjian Baru (Jakarta: BPK-GM, 1997), hlm. 126f.]. Informasi: Persekutuan Kristen harus ditandai dengan saling memperhatikan di antara ang- gotanya. Mereka harus saling memikirkan. Tapi jangan sampai justru membuat o- rang lain tak bertanggung jawab, karena tujuannya adalah untuk kebaikan mere- ka, yaitu membangun imannya. Bukannya karena toleransi orang menjadi malas berjuang, melainkan karena mengetahui, bahwa lebih mudah memenangkan o- rang dengan kasih daripada menyerangnya dengan kritikan-kritikan yang tajam [kutipan dari William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Roma, terj. (Jakarta: BPK-GM, 2001), hlm. 290].

2. Eksposisi

[Sumber utama: Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), p. 1628].

2.1. Ayat 1 : Siapakah yang dimaksud dengan [orang-orang] yang “kuat” dan “tidak kuat” (NIV: “the strong”, “the weak”)? Orang-orang yang “kuat” imannya adalah mereka yang memahami bahwa bebe- rapa jenis makanan, kalau dimakan, bukanlah merupakan tindakan yang menga- kibatkan dosa. Dengan itu mereka bebas memakannnya dengan hati nurani yang murni (14:23). Mereka yang “tidak kuat” imannya belum mencapai pemahaman tadi. Jadinya kalau mereka memakannya, hati nurani mereka tidak sejahtera, dan jadinya merasa berdosa (14:23). Yang “kuat” imannya tidak harus merubah pan- dangan atau pola (standar) kelakuan mereka. Mereka hanya diharapkan untuk ti- dak memamerkan kebebasan mereka itu, terutama di hadapan rekan-rekan yang masih “tidak kuat” imannya. Paulus sendiri merasa termasuk golongan orang- orang yang “kuat” imannya.

2.2. Ayat 4 : Haruskan kita membaca Perjanjian Lama seakan-akan ditulis untuk kita? Hendaknya dibedakan antara sesuatu yang ditulis untuk kita dengan yang ditulis untuk “menjadi pelajaran” bagi kita. Perjanjian Lama mula-mula ditulis untuk umat Israel di masa lampau. Tetapi sebagai keturunan Abraham secara rohani, kita dapat menimba banyak pelajaran dari Perjanjian Lama (bnd. 1 Kor 10: 6, 11). Bagaimana Kitab Suci memberi “penghiburan” (NIV: “encouragement”)? Kitab Suci memberikan pengharapan, karena membeberkan masa depan yang cerah dan mulia bagi orang-orang percaya; karena mengingatkan kita akan anu- gerah dan kuasa Allah, yang memberi kekuatan dan ketahanan iman bagi orang-orang percaya; karena menyuguhkan contoh-contoh dari mereka yang berdiri kokoh dalam iman, sehingga menantang kita untuk meneladani mereka.

2.3. Ayat 5-7: Dapatkah orang-orang Kristen menerima dan/atau menyetujui apa saja? Tidak selalu. Anjuran Paulus di sini bertujuan agar kita jangan “membebek” saja. Juga bukan untuk menghindari ketidak-sepakatan. Tujuan utama ialah untuk memuliakan Allah. Oleh karena itu adalah perlu untuk membedakan antara apa-apa yang mutlak, keyakinan-keyakinan pribadi dan pilihan-pilihan pribadi. Melampaui perbedaan-perbedaan tadi, kita harus tetap mengupayakan persatuan dalam Kristus. Perbedaan tadi malah menyemarakkan dan menambah pujian dan pelayanan kita kepada Tuhan, karena melalui perbedaan tsb. kita masing-masing beroleh karunia yang dapat digabungkan untuk memuliakan Allah.

Infomasi:

Persekutuan Kristen harus ditandai dengan keserasian/harmoni. Bagaimana- pun lengkapnya hiasan gereja, bagaimana pun sempurnanya ibadah dan musiknya, bagaimana pun banyaknya persembahannya, semuanya itu tidak menandai suatu persekutuan Kristen jika tidak ada harmoni. Bukan berarti tidak akan ada perbedaan pendapat, perdebatan atau perbantahan; melainkan mereka yang ada dalam persekutuan Kristen akan menyelesaikan masalah kehidupan ini bersama-sama. Mereka yakin, bahwa Kristus yang mempersatu- kan mereka adalah jauh lebih besar daripada perbedaan yang bisa memisah- kan mereka [kutipan dari Barclay, op. cit., hlm. 292]. Verses 5-6 are in the form of a benediction. Paul’s prayer is that the God who gives endurance and encouragement (through Scripture, . . .) may give you a spirit of unity among yourselves, or literally, ‘may give you to think the same thing among yourselves’ (5a). This can hardly be a plea that the Roman Christians may come to agree with each other about everything, since Paul has been at pains to urge the weak and the strong to accept each other in spite of their conscientious disagreement on secondary matters. It must therefore be a prayer for their unity of mind in essentials [kutipan dari John R.W. Stott, The Message of Romans (Leicester, England: IVP, 1994), p. 371]. 3. Excursus Sermon Suggestions “Let All the Peoples Praise Him” Text: Rom. 15:4-13, RSV. God’s will for us: to live in harmony with one another. A pattern for this harmony: mutual welcome in the faith, as Christ has welcomed us, the unworthy. A case in point: God’s outreach through Christ to the Gentiles. [kutipan dari James W. Cox (ed.), The Ministers Manual (Doran’s), 1989 Edition (San Francisco: Harper & Row, 1988), p. 350].
- - - NR - - -

Tidak ada komentar: