11 Februari 2008

Matius 2 5 : 3 1 – 4 6

Kini marilah kita beralih kepada perumpamaan “Penghakiman Terakhir”. “Apabila anak manusia datang dalam kemulianNya”, begitulah ia dimulai “Ia akan bersemayam di atas takhta kemulianNya, lalu semua bangsa akan berkumpul di hadapanNya”. Ini me-

nunjuk kepada penggenapan kerajaan Allah pada akhir zaman waktu umat manusia tiba di akhir perjalanannya, akan bertemu bukan dengan ketiadaan tetapi dengan Allah di dalam Kristus. Lalu [pertanyaan pertama] siapakah yang akan bertindak sebagai hakim? Jawabnya ialah “Anak Manusia”, yang kemudian dalam perumpamaan ini disebut juga sebagai “Raja”, yaitu Kristus sendiri. [ . . . ]

Pertanyaan kedua ialah: Siapakah orang-orang yang berdiri di hadapan takhta pengha- kimanNya? Siapakah subyek penghakiman ini? Para ahli bersepakat bahwa “bangsa-bangsa” di sini berarti orang-orang bukan Yahudi, yakni dunia kafir. Disini kita mene- mui jawaban Tuhan terhadap pertanyaan kita, “Dengan ukuran apakah orang-orang kafir yang belum mengenal Engkau itu akan dihakimi?” JawabNya, “Orang-orang kafir itu telah bertemu dengan Aku melalui saudara-saudaraKu, sebab orang-orang miskin itu adalah saudara-saudaraKu. Karena itu, mereka akan diadili menurut belas kasihan mereka terhadap orang-orang yang menderita, melalui siapa mereka telah bertemu dengan Aku secara incognito; dan kalau mereka telah memenuhi tuntutan hukum kasih yang agung itu, mereka akan mengambil bagian di dalam kerajaan sorgawi BapaKu.”

Jadi, “pembenaran” pada hari akhir untuk mereka yang belum mengenal Kristus akan merupakan pembenaran berdasarkan kasih. Dan jika akan dijatuhkan hukuman kepada orang-orang lain, itu adalah karena mereka tidak menunjukkan kasih kepada orang-orang yang berkesusahan.

Ada orang yang menyebut perumpamaan ini “kisah kejutan besar”; di satu pihak ke- jutan bagi orang-orang “benar” yang “tersandung di pintu masuk sorga”, yang sama seka- li tidak menyadari bahwa dengan menolong orang yang berkekurangan, mereka telah ber- hadapan dengan Kristus sendiri. Di pihak lain, adalah kejutan bagi mereka yang terhu- kum, yang pasti akan bertindak lain sekiranya mereka tahu bahwa orang-orang miskin yang ditolaknya itu adalah saudara-saudara Kristus sendiri.

Apakah pesan Allah yang terkandung dalam perumpamaan ini bagi kita sekarang ini? Bukankah perumpamaan ini mengajarkan kepada kita tentang pandangan Kristus bahwa salah satu dosa terbesar ialah sikap tidak berperikemanusiaan terhadap sesama kita, dan bahwa walau kini Dia telah “naik ke atas”, Dia masih memperhatikan mereka yang lapar, sakit, tersingkir, dan terpenjara? Bukankah Ia menantang kita untuk bertanya: Apa yang kini kita lakukan untuk menolong orang-orang miskin, lapar, dan menderita, yaitu yang disebut oleh Kristus sebagai saudara-saudaraNya? Tepat sekali apa yang dikatakan oleh martyr modern terbesar, Dietrich Bonhoeffer: Gereja sejati adalah gereja yang bereksis- tensi untuk orang lain [“pro-eksistensi”]. Seperti Allah sudah memelihara kita dalam Kristus, maka pada gilirannya kita pun terpanggil untuk memelihara anak-anakNya yang menderita yang melaluinya kini Kristus berhadapan dengan kita secara tersembunyi [kutip- an dari A.M. Hunter, Khotbah-Khotbah Masa Kini 2, terj. (Jakarta: BPK-GM, 1985), hlm. 51ff.].

APA YANG ENGKAU LAKUKAN TERHADAP SESAMA?

Ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum – Matius 25:42

Kisah pemisahan antara domba dan kambing sangat akrab di telinga kita. Kepada domba Raja itu berkata, “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah diediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.” Kepada kambing Dia berkata, “Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah tersedia untuk iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum.”

Tanggapan dari domba dan kambing sama, “Bilamanakah kami melihat Engkau haus dan kami memberi/tidak memberi Engkau minum?” Dan jawaban raja itu adalah, “Se- sungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan/tidak kamu lakukan untuk salah seorang daru saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannnya/tidak melakukannya untuk Aku.”

Kapan saja orang kesepian, tertekan, sakit, putus asa, dan terbelenggu dosa, ada Yesus yang berkata, “Aku haus.” Marilah kita memberi diri kita sendiri dan sumber daya yang kita miliki kepada orang lain. Marilah kita tanpa jemu-jemu bersaksi kepada sesama ten- tang Air Hidup. Dengan jalan demikian, kita memuaskan dahaga orang banyak. Karena Dia berkata, “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” [kutipan dari Renungan Malam, Tujuh Ucapan Yesus di Kayu Salib, terj. (Yogyakarta: Andi, April 2002), hlm. 25].

ARE GOOD WORKS NECESSARY FOR ETERNAL LIFE? (25:35-36)

Jesus did not teach that good deeds form the basis of our salvation. The Bible shows

clearly that eternal life results from what God does, not by our works. Still, God intends that those who receive his grace will also do good works (Eph. 2:8-10).

True faith is more than just claiming to have faith. Genuine love for God will be expressed through service to others (1 Joh 3:16-18) --- not to earn salvation, but because a heart that truly loves God will be filled with compassion for others. Jesus wanted his followers to set the pace by helping those who were hurting. Good works that come from people grateful for God’s grace are at the heart of true religion (James 1:27) [kutipan dari Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), p. 1426].

- - - NR - - -

Tidak ada komentar: