06 Januari 2008

Kejadian 1 2 : 1 – 9

(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)

1. Baik orang-orang Yahudi, maupun orang-orang Arab, sama-sama mengakui bahwa mereka adalah keturunan Abraham (Arab: Ibrahim). Bagi mereka Abraham/Ibrahim bukan saja dikenal sebagai tokoh leluhur mereka, tetapi juga sebagai tokoh panutan dalam hal beriman --- secara khusus beriman kepada Allah yang esa/tunggal.

2. Di kalangan orang-orang Arab, umpamanya, terdapat banyak legenda (cerita rakyat) tentang Ibrahim/Abraham di luar yang tercatat di dalam Kitab Suci mereka, yakni Al Quran. Salah satu dari cerita atau legenda ini ialah bagaimana Ibrahim/Abraham menghancurkan patung-patung berhala yang dibuat Terah, ayahnya. Dikisahkan bahwa Terah memuja 12 patung, satu patung untuk setiap bulan. Malah menurut cerita ini, Terah juga membuat patung-patung berhala untuk dijual secara umum. Suatu hari Terah bepergian. Ia meminta Ibrahim/Abraham untuk melayani para pembeli patung-patung yang dijual itu. Ketika seorang pria LANSIA datang hendak membeli sebuah patung yang barusan saja dibuat ayahnya, Ibrahim/Abraham menanyakan umur sang kakek tersebut. “70 tahun”, demikian sang kakek memberi info. Ibrahim/Abraham memberi komentar: “Kok, aneh, ya? Kakek yang sudah berusia 70 tahun mau memuja sebuah patung yang usianya baru beberapa hari? Apa kakek masih waras?” Berikut datang seorang perempuan membawa makanan untuk dipersembahkan kepada patung-patung berhala yang ada dalam toko ayahnya itu. Ibrahim/Abraham semakin keheran-heranan. Hampir-hampir tidak disadarinya, ia segera mengambil sebatang tongkat, lalu ia mulai memukuli patung-patung itu, sampai patah-patah ber- antakan. Namun ia tinggalkan sebuah patung dan yang masih utuh. Pada patung ini ia merebahkan tongkat yang dipakainya tadi untuk menghancurkan patung-patung lain. Ketika Terah, ayahnya, tiba kembali dan melihat patung-patung itu telah patah-patah berantakan, ia marah besar kepada Ibrahim/Abraham. “Mengapa sampai patung- patung ini hancur berantakan?” tanya Terah. Dengan tenang Ibrahim/Abraham menjelaskan: “Tadi seorang wanita tua datang membawa makanan persembahan untuk patung-patung ini. Karena khawatir tidak kebagian, patung yang utuh ini mengambil tongkat, lalu mulai memukuli teman-temannya sampai patah-patah berantakan seperti ini”. Masih “gondok”, ayahnya menjawab bahwa itu omong kosong. “Patung-patung ini ‘kan dibuat dari kayu dan tanah liat. Bagaimana mungkin patung utuh ini bisa mengambil tongkat, lalu memukuli teman-temannya? Mustahil!” Ibrahim/Abraham langsung menjawab: “Nah, dengan itu ayah sendiri sudah mengakui bahwa patung- patung ini adalah benda-benda mati, hasil olah tangan ayah sendiri. Dan oleh karena itu tak layak disembah, bukan?” [disadur dari William Barclay, The Daily Study Bible, the Letter to the Hebrews (Edinburgh: the Saint Andrew, 1981), pp. 143f].

3. Entah cerita tadi benar-benar terjadi atau tidak, namun cerita tadi menampilkan suatu segi penting dari kehidupan Abraham/Ibrahim --- yakni kepercayaan dan kehidupan rohaninya. Cerita tadi jelas-jelas mengungkapkan bahwa Abraham menolak penyem- bahan berhala, tepatnya memuja patung-patung. Dengan itu menjadi jelas juga bahwa ia menolak menyembah berbagai-bagai ilah yang disembah ayahnya. Singkat kata, Abraham mendambakan suatu ilah yang tunggal saja: Allah yang setia dan sungguh- sungguh layak dipercayai dan benar-benar dapat diandalkan. Sedemikian dalamnya Abraham mendambakan Allah yang demikian itu, maka tidaklah mengherankan, jika pada suatu saat Allah tsb. menampakkan diriNya kepada Abraham. Allah tsb. meminta Abraham meninggalkan kampung halamannya dan kaum kerabatnya untuk pergi ke suatu tempat yang belum dikenalnya. Di tempat yang asing inilah, Allah tsb. makin menyatakan diriNya kepada Abraham agar lebih dikenal dan lebih akrab denganNya.. Dan seperti yang dituturkan dalam bacaan kita tadi, Ab- raham patuh, taat, menurut dan pergi. Untuk kepatuhan Abraham ini, penulis surat Ibrani dalam Perjanjian Baru mencatat sbb.: [baca Ibr 11:8-10].

4. Patuh, taat, menurut dan pergi. Itulah tindakan Abraham. Sekaligus itu mengungkap- kan tindakan iman Abraham. Memang benar bahwa tindakan ini berarti “nyrempet- nyrempet bahaya”. Prinsip umum dan populer ialah “safety first”. Sebaliknya untuk beriman justru perlu adanya kesedian ber-advonturir --- “nyrempet-nyrempet bahaya”. Prinsip umum dan populer adalah “hurry up, time is money”. Beriman justru bisa beresiko “menanti dan menanti” --- artinya, perlu kesabaran dan kemampuan bertahan dalam pengharapan. Dan berpengharapan berarti ber-orientasi ke depan. Seperti Abraham, hanyalah orang-orang yang punya visi yang dapat bertahan dan bersabar dalam penantian itu.

5. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal adanya “kewajiban dan hak”. Dari sini kita mengenal adanya “kerja dan upah”. Dalam kasus Abraham, sebagai seorang yang beriman, kita disuguhkan dengan pola lain: “taat dan berkat” Abraham taat, patuh, menurut dan pergi. Dan untuk itu Allah mencurahkan berkatNya kepada Abraham. Dalam tindakannya untuk “nyrempet-nyrempet bahaya”, Allah memelihara dan melindunginya.

6. Abraham disuruh dan diutus ke tanah Kanaan. Kita pun masing-masing punya “Kanaan” --- sesuatu yang Tuhan suruh dan utus ke situ. “Kanaan” Anda adalah mungkin keluarga/rumah tangga Anda sendiri. “Kanaan” Anda adalah mungkin isteri/suami dan/atau anak-anak yang butuh lebih banyak perhatian dan kasih sayang dari Anda Mungkin juga pelayanan dan kesaksian di lingkungan Jemaat/Sektor Anda. “Kanaan” Anda adalah mungkin tugas dan perkerjaan Anda sekarang ini. Itu jugalah misi Anda di tahun 2008 ini. Informasi: In what way would Abram bless all peoples on earth? (12:3) God would use Abram to express his heart and purpose for all the world. His desire was to redeem humanity from the depths to which they had fallen when Adam sinned. Eventually, through Abram, God would send Jesus to fulfill his plan and offer redemption to the whole world [kutipan dari Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), p. 18]. Why did Abram build altars? (12:7-8) The normal way to express religious devotion in Canaanite culture was through sacrifices offered on an altar. But because the places and means used to worship false gods were not appropriate for the Lord, Abram built new altars to sacrifice to the true God [kutipan dari Ibid.].

- - - NR - - -

Tidak ada komentar: