(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)
1. Lukas menyuguhkan tiga dari tujuh ucapan Yesus di kayu salib. [1] “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (23:34). [2] “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (23:43). [3] “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu” (23:46). Informasi: Whatever abandonment Jesus may have felt, [we] believe that at the very end he en- trusted his spirit to the God of love and grace he had believed in all of his life. God had not abandoned him. God was there, with him, even at the end [kutipan dari The Minister’s Manual 2005 (San Francisco: Jossey-Bass, 2005), p. 75].
2. Laporan pandangan mata dalam ayat 32-33 (bnd. Mrk 15:28) merupakan gema dari Yes 53:12 --- “ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak . . . dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak”. Sedangkan doa Yesus seperti yang terdapat dalam ayat 34 dapat dianggap sebagai ucapan asli dari mulut Yesus sendiri (ipsissima verba) berdasarkan paralel-nya dengan ucapan Stefanus (Kis 7:60), ketika akan dihukum mati.
3. Sebagai ucapan Yesus yang pertama dari kayu salib (ayat 34), doa ini diucapkan demi kepentingan musuh-musuhNya. Informasi: KebutuhanNya sendiri bersifat jasmani dan adalah nisbi artinya, berlangsung sementara saja, sedangkan kebutuhan pokok regu serdadu, para penonton yang hanya ingin tahu itu saja dan pemimpin-pemimpin agama itu bersifat rohani, dan karena itu keadaannya jauh lebih parah. Regu serdadu itu hanya mentaati perintah atasan mereka dan tugas menyalib- kan orang sudah menjadi pekerjaan yang rutin, tetapi tindakan apakah yang akan mereka ambil, seandainya mereka tahu siapa sebenarnya korban yang di tengah kedua salib itu? Apakah mereka akan menolak perintah atasan mereka dengan mempertaruhkan jiwa mereka sedemikian rupa sehingga mereka sendiri akan disalibkan juga? Orang banyak yang dulu berteriak “Salibkan Dia”, mungkin tidak, mereka juga belum sadar akan kejahatan yang sedang berlangsung di hadapan mereka. Barangkali yang paling sulit diampuni ialah para penguasa Yahudi dan Romawi. Mereka masing-masing yakin bahwa mereka mempertahankan hukum negara atau hukum Allah dan karena itu merasa benar dalam tindakan mereka. Meskipun begitu, Yesus memohon supaya Allah mengampuni mereka juga [kutipan dari Robert R. Boehlke, Siapakah Yesus Sebenarnya? (Jakarta: BPK-GM, 1991), hlm. 94].
4. Bagaimana kita seharusnya memahami pernyataan Yesus: “ . . . sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”? Kita harus ingat bahwa ada berbagai ketidaktahuan yang berbeda-beda. Paulus boleh menegaskan bahwa di masa-masa dia menganiaya gereja dia kenyataannya “seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang biadab”, tetapi dia memperoleh kasih karunia, dia berkata, “karena aku melakukannya tanpa pengetahuan, yaitu diluar iman” (1 Timotius 1:13). Dia tetap menganggap dosa seperti itu sebagai sesuatu yang tidak berarti apa-apa. Dia tetap memerlukan pengampunan, dan dia bersuka cita karena dia telah menerima pengampunan itu. Apa yang telah dilakukannya adalah salah, tetapi Paulus telah bertobat dan diampuni atas kesalahan itu. Namun ada juga dosa-dosa lain yang dilakukan dalam ketidak tahuan yang tidak diampuni. Penya- liban Tuhan Yesus adalah dosa yang dilakukan tanpa kesadaran. Yesus berdoa bagi orang-orang yang menyalibkan Dia, “Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas 23:34). Meskipun mereka tidak mengerti bahwa mereka sedang membunuh Anak Allah yang sejati, tetap mereka melakukan suatu dosa yang serius. Kita tidak boleh berpikir kalau itu akan dihapuskan begitu saja., sebagai sesuatu yang tidak berarti apa-apa [kutipan dari Leon Morris, Salib Yesus, terj. (Malang: SAAT, 1991), hlm. 60 f.].
5. Apakah Allah berkenan mengampuni orang-orang yang tidak mau menyesal dan/atau tak mau bertobat? “Apakah mereka diampuni? Kita tidak tahu” (kutipan dari Morris, loc. cit.). Informasi: Why should God forgive those who don’t repent [bnd. Kis 7:60]? No one is forgiven against his or her will. But Stephen [followed] Christ’s example, praying that his murderers would find salvation. Stephen’s prayer may have contributed to Saul’s later conversion, although Saul had to repent and turn to God to receive forgiveness [Kis 9] (kutipan dari Quest Study Bible [Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003], p. 1573; sisipan dan pengutipan ayat-ayat dalam bahasa Indonesia oleh NR). Marcus Aurelius, the great Roman Emperor and a Stoic saint, used to say to himself every morning, “To-day you will meet all kinds of unpleasant people; they will hurt you, and injure you, and insult you; but you cannot live like that; you know better, for you are a man in whom the spirit of God dwells.” Others may have in their hearts the unforgiving spirit, others may sin in ignorance; but we know better. We are Christ’s men and women; and we must forgive as He forgave” [kutipan dari William Barclay, The Daily Study Bible, The Godpel of Luke (Edinburgh: the Saint Andrews, 1981), p. 285 f.].
6. Ilustrasi Pada suatu hari, untuk menghindarkan diri dari musuh, seorang pelarian masuk ke sebuah desa kecil. Orang-orang di desa itu sangat baik terhadap dia dan memberinya tempat untuk tinggal. Akan tetapi ketika tentara-tentara yang mengejar pelarian itu bertanya kepada mereka di mana pelarian itu bersembunyi, semua orang menjadi sangat ketakutan. Tentara-tentara itu mengancam akan membakar seluruh desa dan membunuh semua orang di sana kalau pelarian itu tidak diserahkan sebelum fajar. Orang-orang itu pergi kepada pelayan jemaah [pendeta] dan bertanya apa yang harus mereka lakukan. Pelayan jemaah bingung apakah ia harus menyerahkan pelarian itu atau membiarkan jemaahnya dibunuh oleh tentara. Ia masuk ke kamarnya dan membaca Kitab Suci dengan harapan akan dapat menemukan jawaban sebelum fajar. Sesudah berjam-jam ia membaca, menjelang pagi ia sampai pada ayat yang berbunyi, “Lebih baik satu orang mati demi keselamatan seluruh bangsa.” Kemudian pelayan jemaah itu menutup Kitab Sucinya, memanggil tentara-tentara dan memberitahukan tempat persembunyian pelarian itu kepada mereka. Sesudah pelarian itu dibawa pergi untuk dibunuh, di desa itu diadakan perayaan besar karena pelayan jemaah telah menyelamatkan hidup jemaahnya. Akan tetapi pelayan jemaah itu tidak ikut merayakan. Ia terbenam dalam kesedihan dan tinggal di kamarnya. Pada malam itu malaikat datang kepadanya dan bertanya, “Apa yang sudah kau lakukan?” Ia menjawab, “Saya sudah menyerahkan pelarian itu kepada musuh.” Lalu malaikat itu berkata, “Tida tahukah engkau bahwa engkau telah menyerahkan Mesias?” “Bagaimana saya tahu?” jawab pelayan jemaah itu dengan cemas. Kemudian malaikat itu berkata, “Seandainya engkau tidak membaca Kitab Suci tetapi mengunjungi pelarian itu sekali saja dan memandang matanya, engkau akan tahu” [dikutip dari Henri J.M. Nouwen, Yang Terluka yang Menyembuhkan (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hlm. 31].
- - - NR - - -
31 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar