(Bebarapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)
1. Pengantar Bacaan kita termasuk dalam bagian kedua dari Kitab Kejadian (pasal 12-50). Bagian ini pada pokoknya merupakan sebuah “kisah keluarga”. Lebih tepat dikatakan: kisah sebuah “suku bangsa” atau “marga”. Informasi: . . . menurut paham umat Israel dahulu, sebuah “keluarga” lebih besar dari hanya suami-isteri, anak-anak, cucu dan anak cicit saja. Keluarga yang riwayatnya diki- sahkan dalam Kej 12-50 boleh dianggap sebagai “pendahuluan” bagi kisah sejarah bangsa Israel dan umat Allah yang pembentukannya diceritakan dalam keempat kitab lain dari Pentateukh [dikutip dari C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 103]. Fasal 29:31 – fasal 30: Tentang anak-anak Yakub. [ . . . ] Lea . . . melahirkan Ruben, Simon, Lewi, Yehuda, dan setelah mandul berapa lama ia melahirkan Isakhar, Zebulon dan Dina; sedangkan dari budaknya Zilpa lahir Gat dan Asyer. Rahel, yang pada mulanya mandul, kemudian melahirkan Yusuf; budaknya Bilha melahirkan Dan dan Naftali (ayat 1-24). Setelah genap 14 tahun bekerja, Yakub kemudian bermaksud pulang kembali ke Kanaan, tetapi Laban membujuk dia, agar tinggal pada- nya. Yakub dapat mengambil semua domba yang hitam dan kambing yang berbelang atau yang berbintik baginya dari antara ternak-ternak Laban (ayat 34-43) [kutipan dari J. Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama (Jakarta: BPK- GM, 1996), hlm. 37].
2. Eksposisi
2.1. Ayat 14 dst. : Apakah khasiat “buah dudaim” (NIV: “mandrake plants”)? Buah dudaim, dikenal sebagai buah asmara, adalah siasat Rahel berikutnya untuk mengatasi kemandulannya, tapi ternyata tidak berdaya guna; nyatanya, rencananya menjadi kesempatan bagi saingannya [Lea] untuk menambah keberuntungannya [kutipan dari Tafsiran Alkitab Masa Kini 1, Kejadian – Ester, terj. (Jakarta: YKBK/ OMF, 1998), hlm 120]. Informasi: This fragrant, yellow flowering plant [LAI: buah dudaim] with fleshy, forked roots that resemble the lower part of a human body grew wild in the desert areas of the Holy Land. It was superstitiously thought to induce pregnancy when eaten (Song 7:13), as well as being an aphrodisiac [kutipan dari Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), p. 44].
2.2. Ayat 22 : Bagaimana Allah “mendengarkan” [NIV: “remember”] permo- honan Rahel? Istilah tsb. menyiratkan keputusan Allah sesuai dengan komitmen-Nya sebelum ini. “In the Old Testament to remember means to pay attention to” [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Ibid.]. Informasi: Mengenai urutan waktunya, ay 14-20 bertindih dengan sebagian dari ay 10- 13 dan ay 22-24 mendahului ay 21 dan barangkali bertindih dengan ay 19-20 [kutipan dari Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 . . . , loc. cit.].
3. Excursus
3.1. MANDUL. Di Timur Tengah isteri yg tidak dapat beranak bukan hanya mendatangkan penyesalan tapi juga mungkin mengakibatkan perceraian. Karena putus asa Sara ter- tawa (Kej 18:12), Hana berdoa dengan diam (1 Sam 1:10 dab), Rahel akan mati kalau tidak beroleh anak (Kej 30:1), dan Elisabet bersetru bahwa Allah telah menghilangkan kehidupannya (Luk 1:25). Kedahsyatan penghakiman yg akan datang atas Yerusalem ditekankan dengan penyataan yg aneh, ‘Berbahagialah perempuan mandul . . .’ (Luk 23:29). Orang percaya bahwa mempunyai anak atau tidak menunjukkan anugerah Allah atau kutuk-Nya (Kel 23:26; Ul 7:14), demikian juga kesuburan atau kegersangan tanah (Mzm 107:33. 34) [kutipan dari Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid II, terj. (Jakarta: YKBK/OMF, 1995), hlm. 22].
3.2. BUDAK, PERBUDAKAN [ . . . ] Budak perempuan menjadi subjek hukum dan adat kebiasaan secara khusus. Pemimpin budak perempuan dari isteri mandul seorang tuan, boleh melahirkan anak- anak untuk tuannya demi isteri yg mandul. Hal ini tercatat baik dalam cerita tentang Bapak-bapak leluhur (Kej 16), dan dalam dokumen-dokumen berhuruf paku dari zaman Ur . . . Berdasarkan undang-undang, jika seorang perempuan Ibrani terjual sebagai budak (Kel 21:7-11), kedudukannya sebagai istri dilindungi dengan ketat: ia boleh kawin dengan tuannya (dan dibebaskan jika ditolak), atau dengan anak tuannya, atau menjadi gundik yg kesejahteraannya dijamin, tapi ia akan menjadi bebas jika tuannya gagal menepati janjinya, yg mana pun dari ketiga kemungkinan itu disepakati. Di Mesopotamia perjanjian seperti itu umumnya lebih ketat, sering tanpa perlindungan apa pun . . . [kutipan dari Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid 1, hlm. 199].
3.3. POLIGAMI Walaupun poligami memang ada dalam Perjanjian Lama, namun jangkauannya jangan dilebih-lebihkan, karena hampir terbatas pada raja-raja atau para pemimpin atau peja- bat tinggi. Kecuali Salomo, umumnya yang sering terdapat adalah bigami, bukan poli- gami. [ . . . ] Bapak-bapak leluhur kadang-kadang dianggap sebagai contoh untuk poli- gami. Tapi poligami harus dibedakan dari perseliran. Pembedaan itu kelihatannya tidak penting bagi kita, tetapi sangat penting di dunia kuno. Seorang selir adalah budak, sa- ngat berbeda dan jauh lebih rendah dalam hubungannya dengan tuannya, bila diban- dingkan dengan istrinya. Baik Abraham maupun Ishak mempunyai hanya satu istri, se- dang Yakub, yang sebenarnya menginginkan hanya satu istri, mengenal empat perem- puan dalam kehidupannya (dua istri dan dua selir) akibat tipu daya dan iri hati. “Tetapi sejak semula tidaklah demikian” (Mat 19:18). Kata-kata yang diucapkan Ye- sus tentang perceraiajn itu berlaku juga untuk poligami. Riwayat penciptaan secara jelas berbicara tentang satu suami satu istri, “satu daging” antara satu laki-laki dan satu perempuan (Kej 2:24). Di samping itu, ada bagian-bagian dalam tulisan-tulisan hikmat yang mendorong, atau setidak-tidaknya menganjurkan, monogami yang kokoh (Ams 5:15-20; 18:22; 31:10-31, Kidung Agung) dan ada penggunaan gambaran pernikahan untuk melukiskan hubungan yang eksklusif antara Allah dan Israel. Meskipun orang sadar bahwa dari segi teologis poligami adalah kurang ideal, namun poligami ditoleransi di Israel sebagai suatu kebiasaan sosial. Tetapi ada hukum-hukum yang membatasi dampak-dampaknya yang mungkin menghina pihak perempuan. . . . Hukum warisan dalam Ulangan 21:15-17 secara tidak langsung mengecam bigami bahwa seorang laki- laki tidak dapat mencintai dua orang perempuan secara sama, atau pada akhirnya sa- lah seorang sama sekali tidak dicintainya lagi. Istri yang tidak dicintai itu dilindungi dari perlakuan yang tidak adil: jika anak laki-lakinya adalah anak sulung maka anak itu tidak boleh kehilangan warisannya karena ibunya tidak dicintai. Cerita tentang Elkana dan istri-istrinya yang saling bersaing (1 Sam 1) memang tidak untuk mengeritik bigami secara langsung, tetapi bisa menjadi ilustrasi yang hidup tentang kesengsaraan yang dapat ditimbulkan oleh praktik tersebut [kutipan dari Christopher Wright, Hidup sebagai Umat Allah, Etika Perjanjian Lama, terj. (Jakarta: BPK-GM, 1995), hlm. 180f.].
4. Refleksi Rahel dan Lea adalah adik-kakak dan kedua-duanya isteri Yakub. Rahel sejak semula telah didamba-dambakan Yakub untuk menjadi isterinya. Yakub bekerja keras tujuh tahun lamanya bagi Laban, ayah Rahel dan Lea, untuk bisa mengawini Rahel. Tetapi pada pagi hari sesudah pernikahannya, Yakub menemukan bahwa justeru Lea yang diberikan sang ayah kepadanya (Kej 29:23 dst.). Bukan Rahel! Lalu Yakub harus bekerja tujuh tahun lagi untuk memperoleh Rahel. Setiap hubungan kemanusiaan, utamanya hubungan kasih-cinta, maka terhadap seseorang yang Anda cintai, “dia” adalah bagaikan Rahel dan Lea sekaligus. Mak- sudnya, kasih yang Anda dambakan (Rahel) dan kasih yang Anda telah peroleh (Lea). Anda telah berupaya keras dan lama untuk merubah Lea menjadi Rahel. Tetapi Lea adalah Lea dan Rahel adalah Rahel. Juga Yakub adalah Yakub. Artinya, Anda tak akan pernah bisa menikmati hubungan cinta-kasih itu, sampai Anda mau menerima seseorang dalam kehidupan Anda, sebagaimana apa adanya “dia” itu. Juga Anda tak akan bisa menikmati hubungan cinta-kasih itu, sampai Anda menerimanya sebagai pemberian atau karunia dari Tuhan. Dan itu berarti bahwa Anda justru pertama- pertama perlu menggumuli hubungan dengan Tuhan. Inilah yang terjadi pada Yakub. Sesudah ia bergumul semalam suntuk (Kej 32:24 dst) dengan “seorang laki-laki” [baca: Allah], maka perubahan pun terjadi pada diri- nya. Ia diberi nama baru, Israel. Lalu ketika Rahel meninggal dalam perjalanan ke Kanaan sesudah melahirkan Benyamin, Yakub menguburkannya di sisi jalan raya (Kej 35:19). Dengan itu Yakub turut menguburkan bersama-sama Rahel segala fantasi dan angan-angan hatinya selama ini. Tetapi ketika Lea meninggal, Yakub memakamkan- nya di makam keluarga, di mana Abraham dan Sara, Ishak dan Ribka telah dimakam- kan sebelumnya (Kej 49:29 dst.). Di situ jugalah Yakub kemudian dimakamkan di samping Lea. Yakub akhirnya mau menerima cinta (Lea) yang dikaruniakan kepadanya dan melepas pergi cinta (Rahel) yang diangan-angankannya selama itu [disadur dari M. Craig Barnes, An Extravagant Mercy (Ann Arbor, Mich.: Servant Publications, 2003), p. 93].
- - - NR - - -
06 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar