(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan)
1. Pengantar
. . . tubuhNya menjadi kering akibat penyaliban itu. Bibirnya melepuh. Dalam penderitanNya yang dalam, regu serdadu mendengar bisikanNya, “Aku haus” (Yoh 19:28c). Salah seorang serdadu berbelas-kasihan terhadap Yesus. Ia mengambil bunga karang, mencelupkannya dalam anggur asam, suatu minuman yang digunakan serdadu-serdadu itu untuk membius kesakitan korban. Dengan sebatang hisop, bunga karang itu disentuhkannya ke mulut Yesus. Yesus bersyukur kepada serdadu yang hatinya belum membatu itu dan masih mampu bersim- pati dengan penderitaan hebat seseorang. Baru sesudah menerima lambang rahmat insani itu, Yesus yakin pelayananNya sudah mencapai puncaknya. UcapanNya, “Sudah selesai” (Yoh 19:30b), merupakan suatu teriakan yang tidak pernah atau jarang sekali didengar dari bibir orang-orang lain. Bagi kebanyakan orang selalu ada sisa dari sesuatu tugas yang belum selesai [kutipan dari Robert R. Buhlke, Siapakah Yesus Sebenarnya? (Jakarta: BPK-GM, 1991), hlm. 95]. Informasi: Dalam ketiga Injil lainnya tidak dilaporkan bahwa Yesus mengucapkan: “Sudah selesai.” Namun ketiga-tiganya melaporkan bahwa sebelum “menyerahkan nya- waNya”, Ia berseru dengan “suara nyaring” (Mt 27:50; Mrk 15:37; Luk 23:46). Sebaliknya Yohanes tidak melaporkan “suara nyaring” itu. Yang dilaporkan Yoha- nes ialah ucapanNya: “Sudah selesai”. Kata “selesai” dalam bahasa Yunani ialah telestai. Kata ini menyiratkan suatu teriakan kemenangan --- “a shout of triumph . . . [Jesus] said it as one who shouts for joy because the victory is won” [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari William Barclay, The Daily Bible Study, the Gospel of John, Vol. 2 (Edinburgh: the Saint Andrew, 1981), p. 258].
2. Renungan
SUDAH SELESAI Di dalam kata Yunani ucapan Yesus di atas adalah telestai. Bukan dua kata, “Sudah selesai”, seperti di dalam terjemahan bahasa Indonesia. Jelas, inilah kata terbesar yang Yesus ucapkan, karena di dalam satu kata inilah Allah dibenarkan dan dimuliakan. Dan di dalam satu kata ini kita dapat diyakinkan akan keselamatan. Apa yang sudah selesai? Penderitaan Yesus sudah selesai. Yesus adalah “Manusia yang penuh penderitaan dan bersahabat dengan kesedihan”. Dari kelahiran-Nya sampai pemakam- an-Nya Dia tahu dengan jelas arti penderitaan. Gambaran profetis dari peristiwa ini tidak pernah meleset. Nabi-nabi pada zaman dulu berbicara tentang Dia sebagai Seorang yang akan dihina dan ditolak manusia. Mereka meng- gambarkan betapa Dia memberikan punggung-Nya untuk dicambuk dan pipi-Nya kepada mereka yang mencabut jenggot-Nya. Dia akan menanggung kesedihan kita dan memikul beban kita. Dia akan dituntun seperti domba yang kelu untuk disembelih. Dia akan dipukuli, ditampar, dan dilukai. Yesus menanggung semua itu. Setelah itu Dia berteriak, “Sudah selesai.” Semuanya selesai! Kita yang pernah bekerja keras untuk melakukan sesuatu pasti bisa sedikit mencicipi apa yang Yesus rasakan di kayu salib. Misalnya, ketika kita menulis skripsi, tesis atau disertasi, kita melakukannya dengan sungguh-sungguh. Begitu seriusnya kita melakukan tugas studi itu, sehingga kita lupa makan, lupa tidur sampai mata kita berair. Pada saat sperti itu, adrenalin di dalam tubuh kita mengalir dengan derasnya. Namun, begitu tugas kita selesai, disetujui oleh dosen [penguji], apalagi dengan pujian, kira berkata kepada diri kita sendiri, “Sudah selesai.” Apa yang kita rasakan? Ada kepuasan yang luar biasa di dalam diri kita, meskipun tubuh jas- mani kita mengalami kelelahan yang luar biasa [kutipan dari Renungan Malam, Tujuh Ucapan Yesus dari Kayu Salib, terj. (Yogyakarta: Andi, April 2001), hlm. 26]. Siang itu, sang Raja akan mengeluarkan sebuah dekrit mahapenting. Itulah sebabnya mengapa semua mata tegang memandang. Mengapa semua hati cemas menanti? Dan yang dinanti, tak lama lagi. Dengan gerak yang lirih, Raja itu membuka pelahan bibirnya yang putih. Inilah dekritNya: SUDAH SELESAI ! Sudah selesai! Artinya, semua telah genap dan tamat. Seluruh masa-lalu kita dinyatakan sele- sai. Kalau hutang, dinyatakan lunas. Kalau tugas, dinyatakan puas. Sudah selesai. Artinya, seperti perintah sutradara --- layar turunlah sudah. Yang menanti, tak usah menanti lagi. Karena yang diharap telah dekat. Dan yang dirindui telah bertemu [ . . . ] . . . kini semuanya telah selesai. Hidup kita tak usah berpacu lagi. Ada waktu untuk menarik napas. Ada waktu untuk mengatur langkah, yang lalu tidak mengejar lagi. Sudah selesai. Tetapi bukan hanya itu! Karena ketika dekrit itu diucapkan, bukan hanya ada sebuah layar dikerek turun. Tetapi juga ada sebuah layar lain yang dikerek naik. Tirai di dalam Bait Allah, yang memisahkan ruang-kudus dan ruang maha-kudus, carik terbelah dua, dari atas sampai ke bawah. Sudah selesai! Artinya, kini manusia berdamai kembali dengan sang Penciptanya. Dunia dan sorga dirukunkan pula. Dan ini adalah pintu ke masa depan [kutipan dari Eka Darmaputera, Firman Hidup 12 (Jakarta: BPK-GM, 1980), hlm. 119f].
3. Excursus
Pada pusat iman Kristen berdiri sejarah kesengsaraan Kristus. Pada pusat kesengsaraan ini berdiri pengalaman Allah dari Kristus yang ditinggalkan Allah [cf. Mat 27:46], yang dikutuk oleh Allah. Apakah ini akhir dari segala pengharapan manusiawi yang beragama atau apakah ini permulaan pengharapan yang benar, yang lahir kembali dan yang tidak terguncang oleh apa pun? Menurut saya, ini adalah permulaan dari pengharapan yang benar karena itu adalah per- mulaan suatu hidup yang telah mengalahkan kematian dan neraka, yang tidak lagi harus ditakuti. Di sana, ketika manusia kehilangan pengharapannya, ketika mereka tak berdaya dan tidak dapat berbuat apa pun, di sana Kristus yang bimbang, kesepian, dan ditinggalkan, me- nantikan mereka dan memberikan kepada mereka bagian dari kegairahan-Nya. Di sana, ketika manusia-manusia mengkhianati pengharapan mereka dan mengejar ilusi- ilusi, ketika mereka memperkosa masa depan dan sesamanya manusia, berdirilah Kristus yang berdoa, menjerit dan bergumul dengan kehendak Allah dan memberikan mereka bagian dari derita-Nya. Apa yang mula-mula asing sangat tidak berarti dan tidak dapat dipertemukan --- yaitu pengharapan kita dan salib Kristus --- keduanya bersama-sama menjadi satu, sama seperti kegairahan pengharapan akan hidup dan kesediaan untuk dikecewakan, merasa sakit dan mati, menjadi satu. Oleh karena itu benarlah: Ave Crux – unica spes: Kristus yang untuk kita dan demi kepen- tingan kita. Kesepian, putus asa yang ditinggalkan itu adalah pengharapan kita yang benar. Keputusasaan yang menekan kita, kembali menjadi kebebasan menuju pengharapan di da- lam persekutuan dengan Dia. Keangkuhan yang menghalangi diri kita sendiri dan orang- orang lain menjadi lebur; kita menjadi terbuka dan dapat terluka seperti Dia [ . . . ] Di bawah salib Kristus dilahirkan kembali pengharapan dari jurang. Siapa yang merasakan itu, ia tidak akan takut lagi akan jurang. Pengharapannya kuat dan tidak dapat digoyahkan [ku- tipan dari Jurgen Moltmann, Khotbah Masa Kini 5, terj. (Jakarta: BPK-GM, 2001), hlm. 157ff.].
- - - NR - - -
03 Maret 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar