(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)
1. Pengantar
Cicero menggambarkan penyaliban sebagai “hukuman yang paling kejam dan memuakkan”, dan Yosefus [sejarawan berkebangsaan Roma asal Yahudi] menyebutnya sebagai “cara ke- matian yang paling menyedihkan”. Hukuman seperti itu pada mulanya hanya diterapkan kepa- da budak-budak, tetapI pada zaman Yesus warga Roma yang memberontak di provinsi- provinsi dihukum mati dengan cara itu juga. Sangat mengerikan melihat orang menggeliat dan berteriak di kayu salib, dan pemandangan itu dianggap merupakan pencegah pemberontakan yang efektif. Orang-orang Yahudi tidak biasa mempergunakan hukuman itu, namun di Yudea di bawah penjajahan Roma sering terjadi hukuman penyaliban, acap kali dalam jumlah besar sekaligus [ . . . ] Namun kalau cara kebengisan bukan sesuatu yang luar biasa dalam peristiwa penyaliban, ada perbedaan yang jelas dalam korban itu sendiri. Antara lain Dia [Yesus] mati sangat cepat; orang-orang yang disalibkan sering bergumul dengan rasa nyeri selama dua atau tiga hari, se- dangkan Yesus mati dakam waktu beberapa jam saja. Kebanyakan korban mengalami kesa- kitan yang luar biasa pada mulanya, kemudian lambat laun kehilangan kesadarannya; se- dangkan Yesus --- dinilai dari ucapan-ucapan-Nya pada kayu salib --- tetap sadar penuh sampai akhir. Ia menolak minuman membius yang biasa disediakan oleh ibu-ibu Yerusalem yang baik hati guna mematirasakan korban; misi-Nya adalah untuk menderita, dan Dia mene- rima hal itu dengan alam pikiran yang jernih. Ketika Yesus mati, Ia mati tiba-tiba, seakan- akan dengan tindakan kehendak-Nya yang sengaja. Kitab-kitab Injil memberi kesan bahwa Yesuslah, bukan penjaga-penjaga Roma ataupun imam-imam yang mengejek-ejek itu, yang menguasai keadaan [kutipan dari R.T. France, Yesus Sang Radikal, terj. (Jakarta: BPK-GM, 1996), hlm. 147f.].
2. Eksposisi
2.1. Yesus menghembuskan nafasNya yang terakhir (44-49). Bnd. Mat 27:45-56 dan Mrk 15:33-41. 2.2. Bagaiman memaknai tabir Bait Suci yang terbelah dua (ayat 45)? Tabir yang dimaksud memisahkan ruang kudus dari ruang maha kudus. Ruang maha kudus itu menyimbolkan kehadiran Allah (Kel 26:31-33). Tabir tadi menjadi pemi- sah antara Allah dan umat. Jadinya ketika tirai tadi terbelah dua (mungkin karena gempa) dan yang bertepatan dengan saat Yesus menghembuskan nafas-Nya yang terakhir, maka secara dramatis diungkapkan bahwa dengan kematian Yesus itulah, maka terbukalah jalan (“access) kepada Allah (Ibr 9:1-15; 10:19-22) [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), p. 1432]. 2.3. “Ya, Bapa, kedalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku” (ayat 46). Dengan menambahkan kata “Bapa”, Yesus mengucapkan doa dari Mzm 31:2, dan dengan itu pula Ia menyerahkan nyawaNya. Doa yang sama diajarkan oleh setiap ibu Yahudi kepada anaknya sebagai doa sebelum tidur. Dengan menambahkan kata “Ba- pa”, maka Yesus memberi kesan bahwa Ia tertidur dalam pelukan dan/atau pangkuan BapaNya [Sumber dari William Barclay, Id., the Gospel of Luke (Edinburgh: the Saint Andrew, 1981)), p. 288].
3. Renungan
KE DALAM TANGAN ALLAH “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku” --- Lukas 23:46 Jika puncak rasa aman seseorang adalah untuk mengabdikan hidup dan mati seseorang ke dalam tangan Allah, maka kata-kata terakhir dari atas kayu salib inilah yang merupakan bahasa keselamatan. Inilah jenis keamanan yang Yesus maksudkan ketika Dia berkata, “Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-perkerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberi kesaksian tentang Aku, tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku. Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar daripada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:25-30). Ezra dan Nehemia memberi kesaksian tentang keamanan mereka dalam situasi yang berbahaya selama tangan Allah yang baik melindungi mereka. Mungkin Anda pun mempu- nyai pengalaman yang didalamnya Anda sangat sadar akan perlindungan tangan Allah yang baik. Perlindungan Allah itu mungkin terjadi saat Anda mengalami kesulitan keuang- an, atau menderita sakit-penyakit yang parah, atau ketika Anda mengalami kecelakaan yang fatal. Di dalamnya dan melaluinya Anda tahu bahwa tangan Allah yang baik senan- tiasa menyertai Anda. Mengabdikan hidup kita berulang kali ke dalam tangan Allah yang telah dipaku di atas kayu salib merupakan latihan yang baik. Marilah kita mengungkapkan keyakinan kita di da- lam kemampuan-Nya untuk memelihara kita dari bahaya fisik maupun rohani [kutipan dari Re- nungan Malam, Tujuh Ucapan Yesus di Kayu Salib, terj. (Yogyakarta: Andi, April 2001)), hlm. 29]. 4. Excursus Siapa yang membunuh Yesus? Pernah dikemukakan pendapat bahwa hanya [ini]lah yang terjadi: Yesus seorang peru- suh politik, dan oleh karena itu Ia dihukum mati oleh Roma. Bahwa sebenarnya pihak pim- pinan Yahudilah yang mendesak supaya Yesus dibunuh, dianggap karangan Kristen, agar agama Kristen mendapat nama baik dalam pandangan Roma. Tetapi teori ini terbentur bu- kan hanya pada laporan-laporan yang lengkap dari kitab-kitab Injil tentang pertikaian terus- menerus antara Yesus dan para pemimpin Yahudi, dan pada tradisi Kristen yang paling di- ni, melainkan tradisi Yahudi sendiri yang menyatakan orang-orang Yahudilah yang bertang- gung jawab atas kematian Yesus. Talmud menyajikan seluruh pengadilan dan kematian Yesus sebagai pelaksanaan hukum Yahudi, tanpa menyebut peranan wali negeri Roma di dalam menjatuhkan keputusan, sedangkan Yosefus mengatakan bahwa Pilatus menyalib- kan Yesus “berdasarkan tuduhan dari pemimpin-pemimpin di antara kita”. Begitu juga Cel- sus, seorang yang anti-Kristen pada akhir abad kedua, menyebut seorang Yahudi fiktif yang beranggapan orang-orang Yahudilah yang “menyatakan-Nya bersalah, memvonis- Nya dan menyatakan bahwa Ia harus dihukum.” Dukungan yang lain lagi diberikan dalam sepucuk surat dari seorang guru Siria bernama Mara bar Serapion, yang mungkin bukan Yahudi maupun bukan Kristen. Dia menulis ten- tang kebodohan orang Yahudi di dalam “menghukum mati raja bijaksana mereka”, dan se- bagai akibatnya bangsa mereka hancur dan tersebar. Sekali lagi tidak disebut adanya pe- ranan Roma dalam pengadilan-Nya. Semuanya ini mendukung laporan kitab-kitab Injil bahwa keputusan Pilatus diberikan di bawah tekanan Yahudi, dan para pemimpin Yahudilah yang terutama bertanggung jawab atas kematian Yesus. Dari fakta itulah menyusul sejarah yang mengerikan, yakni pengani- ayaan orang-orang Yahudi oleh pihak Kristen, yang masih belum berakhir. Tentu tidak ma suk akal untuk mempersalahkan generasi orang Yahudi kemudian untuk apa yang dilaku- kan nenek moyang mereka. Lagi pula, seperti telah kita lihat di atas, pertentangan terhadap Yesus tidak berasal dari bangsa Yahudi secara menyeluruh, tetapi hanya dari kelompok yang berkuasa. Bahkan pada saat-sat terakhir pun, mungkin sekali hanya segelintir orang tertentu yang menyerukan, “Salibkan Dia!” [kutipan dari France, op. cit., hlm. 149f.]. - - - NR - - -
09 Maret 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar