05 November 2007

Yeremia 26:12-19

(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)

1. Pengantar

1.1. Kronologi Thn. 930 sM : Kerajaan Israel pecah menjadi dua: Israel (utara) dan Yehuda (selatan). kr. (kira-kira) thn. 875-797 sM: Masa pelayanan nabi Elia dan Elisa di Israel (utara). kr. thn. 760-715 sM : Masa pelayanan nabi Amos dan Hosea di Israel (utara). kr. thn. 742-681 sM : Masa pelayanan nabi Mikha dan Yesaya di Yehuda. Thn. 722 sM : Israel (utara) ditaklukkan oleh Asyur. Orang-orang Israel (utara) dibuang [tidak semua]. kr. thn. 626-585 : Masa pelayanan nabi Yeremia di Yehuda. Thn. 586 sM : Yerusalem direbut oleh bala tentara Babilonia. Bait Suci dihancurkan. Orang-orang Israel ditawan dan dibuang [tidak semua] ke Babel. kr. thn. 585-580 sM : Kitab Yeremia ditulis [Sumber: Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), hlm. 1081].

Informasi: Pada tahun 612 seb. Kr. Niniwe (Asyur), yang pada waktu itu sudah sangat lemah, terancam jatuh oleh Babylon yang muncul menjadi negara yang kuat. Firaun Nekho dari Mesir telah melihat bahaya itu, sehingga ia mau memban- tu Asyur. Dengan angkatan perangnya ia bergerak melalui daerah-daerah Yehuda menuju Asyur. Akan tetapi raja Yosia, yang menghendaki sikap netral negaranya, tidak senang melihat daerahnya dimasuki pasukan- pasukan asing. Karena itu dia bersama tentaranya menghadang Firaun Nekho di Megido. Terjadilah pertempuran dan Yosia ditewaskan. Kemudian Firaun Nekho mengangkat Yoyakim menjadi raja Yehuda. Yoyakim menjadi raja taklukkan Nekho. [ . . . ] Pada tahun 605 seb. Kr. Firaun Nekho dikalahkan oleh Nebukadnezar di dekat Karkhemis. Dengan demikian terbukalah jalan bagi Babylon untuk menguasai seluruh Timur-Tengah kuno pada masa itu. Pada masa ini Yeremia menubuatkan bahwa Yehuda akan dihancurkan oleh Babylon,sebab pada saat itu Yehuda berada dalam keadaan politis yang sangat berbahaya. Pemberitaannya ini membuat ia makin dibenci oleh bangsanya, terutama oleh Yoyakim. Pada masa inilah Yeremia mendiktekan segala nubuatnya kepada Barukh, dan menyuruh Barukh membacakan semua nubuat itu kepada semua orang yang datang ke Bait Allah. Yoyakim marah sekali, setelah membaca gulungan-gulungan nubuat Yeremia itu, makanya ia membakarnya habis. Tetapi kemudian Barukh mulai menulis semua nubuat itu lagi. Dan inilah yang menjadi dasar bagi kitab Yeremia yang kita kenal sekarang ini [kutipan dari J. Blommendahl, Pengantar kepada Pejanjian Lama (Jakarta: BPK-GM, 1996), hlm. 117f.].

1.2. Susunan dan Sinopsis

Fasal 26-35 berisi suatu kumpulan ceritera-ceritera mengenai kehidupan Yeremia, yang berasal dari Barukh. [ . . . ] Fasal 26: [Bnd. 7:1-8:3] Yeremia mau dibunuh karena menubuatkan kemusnahan Bait Suci; Nabi Uria dihukum mati (ayat 1-24) [kutipan dari Ibid., hlm. 119 dan 121].

2. Eksposisi

2.1. Ayat 10-16: Bagaimanakah asal-musababnya, sehingga Yeremia mau dibunuh? Pemberitaan Yeremia mempermaklumkan kebenaran. Rakyat dan para pejabat memaklumi ini. Tetapi para imam dan nabi palsu tidak. Rupanya mereka sudah kebal terhadap kemurnian dan kebenaran firman Tuhan. Berlawanan dengan sikap mereka ini, Yeremia menyuguhkan “ketulusan dan kejujuran”, bahkan bersedia mati, demi kebenaran (ay. 14-15).“God honored Jeremiah for saying what had to be said, regardless of the cost . . .” dan dengan kuat-kuasa Tuhan pula, niat jahat orang-orang yang mau membu- nuhnya dibatalkan [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Quest Study Bible, p. 1125]. Informasi: The prophets Jeremiah and Ezekiel were particularly critical of the immoral “conduct and actions” of the people of Judah just prior to the Babylonian captivity (Jer 4:18; 7:3,5; 18:11; 26:13; 35:15; . . .) [kutipan dari New International Encyclopedia of Bible Words (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 1991), p. 18].

Relentlessly the prophets exposed the sins of naturalism, nationalism, ritualism, and individual and national egoism. Whereas in earlier years the prophets were often thought of as predicters of the future, nowadays the vogue is to regard them as preachers who sought to warn Israel and call her to repentance. . . . But Israel . . . refused to walk quietly with her God and wait upon him. She ignored or manipulated her God. While willing to look to him in comfort and protection, she refused surrender and obedience to him. Therefore Israel’s rejection by her God is an accomplished fact. That is how it is in Amos and Hosea, in Micah and Isaiah. And shortly before the Babylonian captivity this preaching of rejection reaches its climax in Jeremiah . . . [kutipan dari Hendrikus Berkhof, The Christian Faith, trans. (Grand Rapids, Mich.: W.B. Eerdmans, 1983), pp. 237f.].

2.2. Ayat 16 : Apa yang menyebabkan sehingga orang-orang bisa merubah niatnya? “[It is] because of the power and integrity of [Jeremiah’s] message.” Tadinya rakyat sempat terhasut oleh para imam dan nabi palsu. Tetapi ketika para pejabat mendengar keributan itu, mereka mengizinkan Yeremiah menyam- paikan pesannya. Lalu dengan “ketulusan dan kejujuran” dalam pemberitaan- nya, orang-orang tidak jadi mewujudkan niat jahat mereka [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Quest Study Bible, p. 1126]. Informasi: Here reason began to prevail. The princes (members of the royal household) and other high officials were obviously impressed by the sincerity of a man who was willing to risk his life in the dis- charge of his prophetic function. Jeremiah’s defence is simply that he is carrying out the divine command (cf. Am. 3:8), and further states that the judgment may yet be turned away by repentance. An appeal to conscience (14) accompanies the caution that the shedding of innocent blood will aggravate their iniquity and demand requital . . . Like Pilate (Lk. 23:22) the authorities found no fault worthy of death. And in this case the decision lay with the authorities and not with priests and [false] prophets [kutipan dari Peake’s Commentary on the Bible (London: Thomas Nelson, 1972), pp. 553f.].

3. Refleksi

Ketakutan merupakan suatu kekuatan dahsyat yang dapat menghalangi kita berbuat sesu- atu. Orang yang mengalami dampak negatif ketakutan secara psikologis mengerti makna “di- lumpuhkan oleh ketakutan”. Ketakutan yang sangat besar menghalangi kita untuk melakukan suatu tugas sederhana sekalipun [Yeremia tidak demikian!] [kutipan dari Saat Teduh, Kamis, 2 Agus- tus 2007, terj. (Jakarta: BPK-GM/the Upper Room]. ( NR ) Diposting oleh STAKN TORAJA di 17:41 0 komentar 02 November 2007 Manusia Baru 1. Kerygma: Jaman Baru Berita pokok dari gereja perdana (mula-mula) disebut kerygma, yakni “maklumat seorang bentara dan merupakan berita utama khotbah para rasul” (Barclay, 1989:34). Pengumuman pertama dari kerygma ialah: “jaman yang baru telah terbit melalui kehidupan, kematian dan kebang- kitan Yesus Kristus”. Jaman yang baru ini dapat dibuktikan kebenarannya dalam empat bidang kehidupan:

1.1. Dalam Yesus Kristus sesuatu yang baru terjadi untuk anak-anak kecil. Di zaman kuno, hidup itu berbahaya untuk anak kecil. Kalau seorang bayi dilahirkan, ia diletakkan di kaki ayahnya. Kalau ayahnya membongkok dan mengangkatnya, bayi itu tetap dipelihara. Tetapi jika ayahnya berpaling dan berjalan pergi, bayi itu dibuang.

1.2. Di dalam Yesus Kristus sesuatu yang baru terjadi untuk kaum perem– puan. Di mata hukum Yahudi dan Romawi seorang perempuan tidak lebih dari benda.

1.3. Dalam Yesus Kristus sesuatu yang baru terjadi untuk kaum buruh. Dalam kepercayaan Kristen-lah manusia beroleh nilainya, yakni manusia adalah citra Allah, artinya: manusia berharga bagi Allah.

1.4. Di atas segalanya, dalam Yesus Kristus sesuatu terjadi untuk orang berdosa. “. . . kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita” (1 Kor 6:11).

2. Masa Roh Kudus Juga masih sejak zaman gereja perdana telah dikembangkan anggapan bahwa orang-orang percaya berada dalam masa Roh Kudus (Boff, 1981:196ff.). Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, yakni dalam Rm 5-7, Paulus membedakan tiga tahap sejarah yang menyangkut hubungan Allah dan manusia.

2.1. Situasi kekuasaan dosa “sebelum hukum Taurat ada”. yakni masa antara Adam dan Musa (Rm 5:13-14).

2.2. Situasi kekuasaan dosa “di bawah hukum Taurat”, yakni sejak Musa hingga kedatangan Yesus Kristus (Rm 6:14).

2.3. Situasi kehidupan di dalam Kristus “di bawah kasih karunia” (Rm 6:14). Dalam masa yang terakhir inilah kita kini hidup, di bawah hukum Roh, yang telah memerdekakan kita dari hukum dosa dan maut (Rm 8:2). Itu berarti bahwa dosa berkuasa hingga Kristus tiba. Kini kasih karunia yang berkuasa (Rm 5:21). Ini adalah situasi dan keadaan baru, yang dijelaskan oleh Paulus demikian: “. . . sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut hukum Taurat” (Rm 7:6). Peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah selama ini, demikian pun selanjutnya, semuanya terhisab dalam masa Roh Kudus.

3. Manusia Baru Apa yang diutarakan di muka adalah dimaksudkan untuk menyatakan bahwa di dalam Yesus Kristus pembaharuan telah terjadi. Paulus menulis: “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguh- nya yang baru sudah datang” (2 Kor 5:17). Di sini pertanyaan perlu diapung- kan: bagaimana kita harus memahami “manusia baru” itu? Dalam Ef 5:8 Paulus melukiskan perubahan inti keberadaan kita yang terjadi ketika kita diselamatkan: “Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak te- rang.” Ayat ini tidak mengatakan bahwa kita dahulu berada di dalam kegelapan, tetapi bahwa dahulu “kamu adalah kegelapan”. Dahulu hakikat kita adalah kegelapan. Menurut Paulus begitulah keberadaan kita secara hakiki, yakni sebagai orang yang belum percaya. Ayat ini juga tidak mengatakan bahwa sekarang kita berada di dalam terang, tetapi bahwa kita “adalah terang.” Menurut Paulus, Allah mengubah hakikat kita dari gelap menjadi terang. Masalah yang dilukiskan dalam ayat tadi bukanlah soal memperbaiki hakikat kita. Hakikat kita yang baru itu sudah menjadi kenyataan dalam diri kita yang sudah diselamatkan. Tegasnya, kita sekarang menjadi manusia baru di dalam Yesus Kristus. Yang menjadi masalah ialah kita selanjutnya perlu belajar menja- lani hidup ini selaras dengan hakikat kita yang baru itu. Bagaimana caranya? Dengan belajar hidup beriman dan hidup menurut pimpinan Roh.

4. Kelahiran Baru, Kehidupan Baru Kepada Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi, Yesus berkata: “. . . sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah” (Yoh 3:3). Menurut Barclay (1979:125ff.), istilah dan gagasan “lahir kembali” merupakan benang merah yang mewarnai keseluruhan Perjanjian Baru. Dalam 1 Pet 1:3 Rasul Petrus menulis bahwa kita telah dilahirkan kembali karena rahmat Allah yang besar. Lalu dalam ayat 22 dan 23, Petrus menjelaskan bahwa kita telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari yang tidak fana. Dalam Yak 1:18 diungkapkan bahwa atas kehendakNya sendiri Tuhan telah menjadikan (melahirkan) kita oleh firman kebenaran. Dalam Tit 3:5 dinyatakan bahwa Allah menyelamatkan kita oleh “pemandian kelahiran kembali”. Gagasan yang sama diungkapkan melalui istilah kematian yang diikuti dengan kebangkitan atau ciptaan baru (cf. Rm 6:1-11). Istilah lain yang dipakai ialah “belum dewasa [Inggris “babe”] dalam Kristus (1Kor 3:1, 2). Dalam 2 Kor 5:17 dan Gal 6:15 dinyatakan sebagai “ciptaan baru”. Sedangkan dalam Ef 4:22-24 “manusia baru” telah “diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sebenarnya”. Dalam Ibr 5:12-14, orang Kristen baru disebut sebagai “anak kecil”. Pendek kata, dalam Perjanjian Baru ada empat gagasan yang terkait erat satu terhadap yang lain: (i) kelahiran kembali; (ii) kerajaan Allah, yang tidak bisa dima- suki tanpa kelahiran baru; (iii) menjadi anak/anggota keluarga Allah, dan (iv) kehi- dupan kekal.

5. Pengembangan dan Peningkatan Magnis-Suseno (1992:11f.) mengemukakan bahwa manusia mengambil sikap terhadap tiga dimensi:

5.1. terhadap alam, a.l. pekerjaan;

5.2. terhadap manusia dan masyarakat, a.l. komunikasi dan interaksi;

5.3. terhadap Tuhan, a.l. doa dan/atau ibadah.

Mengenali ketiga dimensi tadi memerlukan beberapa sikap yang tepat. Meng- arahkan doa kepada alam atau manusia adalah sama dengan menyembah berhala. Mengadakan komunikasi dengan alam adalah takhayul. Sikap yang tepat terhadap sesama manusia adalah komunikasi. Lalu model komunikasi yang tepat ialah dialog. Dalam dialog masing-masing pihak saling menerima dan menanggapi seadanya dan sewajarnya. Dan sesama itu adalah partner atau mitra. Bertolak dari pemahaman Alkitab bahwa manusia adalah mahkota ciptaan, Kirchberger (1987:204ff.) memperinci hakikat manusia dalam hubungannya dengan ciptaan lain sbb.:

(1) Manusia pembangunan (homo faber). Didalam Alkitab manusia digambarkan sebagai partner Allah yang boleh juga mengambil bagian di dalam kreativitas Allah. Kerja dilihat sebagi berkah, di dalamnya manusia bisa merealisir diri sebagai ”pencipta yang diciptakan”. Melalui upayanya manusia bisa mengubah dunia, bisa membuatnya lebih manusiawi, sekaligus membawa dunia lebih dekat kepada Khaliknya.

(2) Manusia Pengasih (homo amans). Bertolak dari kenyataan bahwa manusia diciptakan untuk dikasihi dan mengasihi (cf. Kej 2:18, 23), kita mesti berusaha menciptakan suatu suasana sosial, di mana setiap orang bisa berkembang seturut kemampuannya. Tentu ia perlu berkembang sebagai manusia sosial yang tahu mencintai, memperhatikan orang lain, supaya ia sendiri memberikan lagi sumbangannya untuk perkembangan masyarakat. Dengan itu kasih tidak sekedar merupakan ucapan melalui mulut saja, tapi juga dan sekaligus merupakan tindakan konkret.

(3) Manusia Pendoa (homo orans). Kalau dalam doa manusia membuka diri terhadap Allah, ia akan mengalami bahwa Allah tidak asing untuk dia. Malah sebagai citra Allah, ia merasakan hakikatya yang terdalam. Dan kalau ia membiarkan diri dibentuk oleh Allah dalam dan melalui doa, maka ia menjadi dan mengungkap- kan diri sebagai manusia baru.


--- o0o ---


Buku-buku Bacaan dan Rujukan:
Alkitab (1986). Jakarta: LAI.
Anderson, Neil T. (1997). Siapa Anda Sesungguhnya. Terj. Bandung: LLB.
The Common Catechism, a Book of Christian Faith (1975). New York: Seabury.
Barclay, William (1979). The Daily Study Bible. The Gospel of John, Vol. I. Edinburgh: St. Andrews.
_____________ (1989). Mengkomunikasikan Injil. Terj. Jakarta: BPK-GM.
Blanchard, John (1990). Apa Sebenarnya Orang Kristen Itu? Terj. Malang: Gandum Mas.
Boff, Leonardo (1981). Liberating Grace. New York: Orbis.
Kastanja, Pieter J. (2004). “Manusia (Menurut Kesasian Alkitab)”, Materi Pembinaan Warga Jemaat.Malang: MUPEL GPIB, Regio II.
Kirchberger, G. (1987). Pandangan Kristen tentang Dunia dan Manusia. Ende: Nusa Indah.
Magnis-Suseno, Franz (1992). “Membangun Manusia?”. Artikel dalam Majalah Serasi, Proyek
Pembangunan Informasi dan Kependudukan, Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Jakarta, No. 2092.
Rumpak, Nazarius (1990). Masa Roh Kudus dan Kasih Karunia. Jakarta: BPK-GM.



Pdt. (Em.) Dr. Nazarius Rumpak

Tidak ada komentar: