28 Mei 2008

Kis 7: 7-22

(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)


1. Pengantar: Stefanus
(Yunani, stefanos, ‘mahkota’). Stefanus ialah satu dari 7 orang yg dipilih oleh para murid segera
sesudah [pencurahan Roh Kudus] untuk mengawasi pembagi-bagian bantuan kepada perempuan
balu di dalam gereja, sehingga para rasul bisa bebas melakukan tugas-tugas kerohanian (Kis 6:1-6).
Ketujuh orang itu mempunyai nama Yunani, yg mengisyaratkan bahwa mereka adalah Yahudi Helenis.
. . . Dikatakan bahwa Stefanus menonjol dari yg lainnya dalam hal iman, kasih, kuasa rohani dan
hikmat (6:5, 8, 10). Ia menggunakan waktu melebihi yg dibutuhkannya untuk melakukan pekerjaan
khusus yang ditugaskan kepadanya, sebab di antara mereka dialah yg paling ‘cakap’ mengerjakan
mujizat dan memberitakan Injil.
Segera ia berselisih dengan sinagoge Yahudi Helenis yg menyeret dia ke hadapan Sanhedrin atau
Mahkamah Agama dengan tuduhan menghujat nama Allah (6:9-14). Stefanus, dengan wajah seperti
wajah malaikat, menjawab tuduhan-tuduhan itu dengan uraian ringkas tentang sejarah Israel dan
serangan terhadap orang Yahudi yg meneruskan tradisi nenek moyang mereka dengan membunuh
Mesias (6:15-7:53). Hal ini membakar amarah mahkamah terhadap dia. Dan sesudah ia menyatakan
melihat Yesus berdiri disebelah kanan Allah (barangkali sebagai pembelanya atau Saksinya dlm
pembelaannya), ia ditangkap dan dirajam sampai mati (7:54-60) [kutipan dari Ensiklopedi Alkitab Masa
Kini, Jilid II (Jakarta: YKBK/OMF, 1995), hlm. 419].
2. Garis Besar [Pidato] Pembelaan Stefanus
Ayat 1 – 8 : Panggilan Allah untuk Abraham.
9 – 19 : Asal-usul bermukimnya orang-orang Israel di Mesir.
20 – 29 : Dimulainya tugas Musa yang penuh tantangan.
30 – 36 : Penyataan Allah kepada Musa, dan pembebasan Israel melalui dia.
37 – 43 : Pelanggaran-pelanggaran Israel di padang gurun.
44 – 50 : Bait Suci menggantikan Kemah Suci/Pertemuan.
51 – 53 : Tuduhan langsung yang ditujukan kepada para penuduhnya.
[Sumber: R.R. Williams, Acts of the Apostles (London: SCM, 1969), p. 71].
Informasi : Kalau diringkaskan, maka pidato Stefanus ini menyiratkan bahwa eksklusifisme yang
coba dipertahankan itu telah disisihkan oleh suatu universalisme baru. Allah tidak
terikat kepada suatu bangunan, atau kepada suatu tempat tertentu.
The importance of Stephen’s speech and death is threefold. Theologically, it paves
the way for the coming mission to the Gentiles. Personally, it leads into the conversion
of Saul, who participated in Stephen’s murder, and who no doubt had heard his speech.
He will become the greatest exponent of Stephens’s gospel! And geographically, as we
have seen, Stephen’s death leads to the expansion of the gospel from Jerusalem into
Judea and Samaria (8:1) [Sumber dan kutipan dari John Stott, Men with a Message (Suffolk,
England: ELT, 1996), p. 63].

3. Eksposisi
3.1. Ayat 8: Apa yang dimaksudkan dengan “perjanjian sunat” [Inggris: “covenant
of circumcision” (NIV)?
Informasi: Kej 17 menunjukkan bahwa sunat pertama-tama mewujudkan tanda rohani; kedua,
mempunyai arti kebangsaan. Bahwa sunat bersifat kebangsaan, yg mencirikan ke-
anggotaan bangsa Israel, tidak bisa disangkal [ . . . ] PL berbicara tentang sunat
sebagai ‘meterai’ (Rm 4:11) atas pemberian kebenaran dari Allah. Karena itu sunat
menjadi tanda dari karya kasih karunia dimana Allah memilih dan menandai orang-
orang milik-Nya.
Perjanjian sunat bekerja atas dasar kesatuan rohani antar anggota rumah tangga
dan kepalanya. Perjanjian itu diadakan ‘antara Aku dan engkau serta keturunanmu
turun-temurun’ (Kej 17:7). . . . Demikianlah asal mula dan caranya sunat menjadi adat
Israel . . . Sunat Israel tegas berbeda dari sunat pada bangsa-bangsa lain yang terkait
dengan ‘berjenjang dewasa’, dan melulu bersifat sosial. Sunat Israel adalah pertanda
kedudukan di hadirat Allah, dan bahwa kasih karunia ilahi mendahului perbuatan ma-
nusia [kutipan dari Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, op. cit., hlm. 426f.; kata-kata miring oleh NR].
As a token of the promise which he was making with him, God gave Abraham the
rite of circumcision. He made a covenant [=perjanjian] with him, and the sign of
validitty of the covenant was the act of circumcision (Gn. 17:10). The covenant was
God’s promise that he would be the God of Abraham and his descendants, making
the objects of his special care; on the human side, submission to the rite of circum-
cision was the sign of commitment to God. There is no sign of any opposition by
Stephen to circumcision as such; the rite became a matter of contention only when
uncircumcised Gentiles became members of the church [kutipan dari Howard Marshall,
The Acts of the Apostles (Grand Rapids, Mich.: W.B. Eerdmans, 1987), pp. 136f.].
Dalam ayat 8 Stefanus menyinggung pula suatu peristiwa penting dalam hidup
Abraham, justru juga karena peraturan tentang sunat itu mempunyai arti yang
dalam. Sebab dari peraturan itu kita dapat mengerti maksud Allah dengan seluruh
bangsa Israel di dunia ini. Sebelum Allah menggenapi janjiNya untuk mengarunia-
kan keturunan kepada Abraham, maka Allah menetapkan suatu tanda perjanjian
bagi Abraham dan keturunannya (Kej 17:10 dyb) yaitu tanda sunat, sebagai
bayangan yang kelihatan dari tujuan utama, yang dirancang Allah terhadap Abraham
dan keturunannya dan sebagai suatu peneguhan janji-janjiNya. Di sini pun segala
sesuatu adalah kasih-karunia Allah. Demikianlah gambaran Stefanus mengenai asal
usul bangsa Israel yang adalah semata-mata kasih-karunia dan pemberian Allah.
Berdasarkan janji Allah kepada Abraham mengenai kasih-karunia ini, Abrahampun
memperoleh anaknya, Ishak, lalu menyunatnya sesuai dengan perintah Tuhan.
Sesudah itu disebutkan lagi Yakub dan duabelas patriarkh (pemimpin suku bangsa),
sebagai nenek-moyang bangsa Israel. Demikianlah “Allah yang Mahamulia” telah
bertindak di masa lampau [kutipan dari H. v.d. Brink, Kisah Para Rasul (Jakarta: BPK-GM,
2001), hlm. 109].
3.2. Pertanyaan untuk Diskusi
Bagaimana memaknai sunat dalam hubungannya dengan baptisan Kristiani?
Informasi: . . . di dalam P.L. juga sudah terdapat peringatan, agar orang jangan hanya memperha-
tikan kepada sunat lahiriah semata-mata, sebab yang perlu adalah sunat hati, artinya:
hatinya harus kudus, bersih daripada dosa. Musa sudah memperingatkan: “Sebab itu
sunatlah hatimu dan janganlah kamu tegar tengkuk (Ul 10:16). Demikian juga Musa su-
dah menjanjikan, bahwa Tuhan Allah akan mengkhatankan [=menyu- nat] hati Israel
dan hati segala anak-buahnya . . . Demikian juga para nabi menganjurkan . . .
Dalam Kol 2:11, 12 rasul Paulus berkata, bahwa di dalam persekutuan Kristus itu
kita sudah disunatkan dengan suatu sunat yang bukannya dengan tangan di dalam
hal menanggalkan tubuh yang berdosa ini, yaitu dengan sunat Kristus, sebab kita
sudah dikuburkan beserta dengan Kristus di dalam baptisan, dan di dalam baptisan
Itulah kita sudah dibangkitkan beserta Kristus oleh sebab percaya akan kuasa Allah
yang membangkitkan Kristus dari antara orang mati. Kata-kata ini menunjukkan de-
ngan jelas, bahwa sunat hati yaitu pengampunan dosa yang dilaksanakan dengan pe-
numpahan darah tadi sudah dipenuhi oleh Kristus, yaitu dengan sengsara dan kema-
tianNya, dan dengan dikuburkannya serta dibangkitkannya Dia dari antara orang mati.
Di dalam persekutuan Kristus ini orang beriman sudah dikenakan sunat hati yang demi-
kian itu, yaitu sunat Kristus. Hal ini terjadi di dalam baptisan, sebab di dalam baptisan
itulah kita orang beriman turut dikuburkan dan dibangkitkan beserta Kristus [kutipan dari
H. Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK-GM, 1973), hlm. 337f.].

- - - NR - - -

Tidak ada komentar: