tag:blogger.com,1999:blog-47578636424947769102024-03-13T09:26:26.607+08:00Posting Pdt.(Em) Nazarius Rumpak, D.MinPdt.(Em) Nazarius Rumpak, D.Min. melalui beberapa milis dengan setia mengirim naskah -- baik karangannya maupun karangan orang lain (dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggeris) -- untuk bacaan para pendeta, mahasiswa teologi dan warga gereja umumnya. Supaya dapat diakses dengan lengkap, disediakan blog khusus di sini. Semoga berguna.STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.comBlogger109125tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-35025007699652188042008-07-07T12:21:00.001+08:002008-07-07T12:21:55.415+08:00Y O H A N E S 1 7 : 2 0 – 2 6 (u/ 13 Jul pg)Y O H A N E S 1 7 : 2 0 – 2 6<br />(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)<br /><br />1. Pengantar<br /> Dimulai dengan perikop bacaan kita sekarang ini (Yoh 17:20 dst.), doa syafaat Tuhan Ye-<br /> sus meluas menjangkau seantero dunia. Bagian pertama dari doaNya dibatasi untuk diriNya<br /> saja dalam rangka menghadapi hukuman penyalibanNya. Sesudah itu Dia berdoa untuk para<br /> muridNya agar Sang Bapa memelihara mereka. Lalu dalam penggalan/perikop bacaan kita<br /> sekarang ini, Dia melihat ke masa depan dan ke tempat lain di luar Palestina dan berdoa juga<br /> bagi mereka yang akan menerima kepercayaan Kristiani, sebagai hasil penginjilan dari para<br /> murid dan pengikutNya.<br /> Informasi: Here two great characteristics of Jesus are fully displayed. First, we see his complete<br /> faith and his radiant certainty. At that moment his followers were few, but even with the<br /> cross facing him, his confidence was unshaken, and he was praying for those who would<br /> come to believe in his name. This passage should be specially precious to us, for it is<br /> Jesus’ s prayer for us. Second, we see his confidence in his men. He knew that they did<br /> not fully understand him; he knew that in a very short time they were going to abandon<br /> him in his hour of sorest need. Yet to these very same men he looked with complete<br /> confidence to spread his name throughout the world. Jesus never lost his faith in God or<br /> his confidence in men [Sumber dan kutipan dari William Barclay, The Daily Study Bible, the<br /> Gospel of John, Volume 2 (Edinburgh: the Saint Andrew, 1981), p. 217; huruf-hurf miring oleh NR].<br /> Yesus berdoa untuk tiga perkara: (i) Dia berdoa agar para pengikutNya menjadi satu; (ii) Dia<br /> berdoa untuk dunia agar menjadi sadar dan tanggap akan kasih Allah; dan (iii) Dia berdoa<br /> untuk kelanjutan dan perampungan misiNya. <br /> Informasi: This final section of Jesus’ prayer is a deeply moving one because it brings Jesus into<br /> direct relationship with us. There are hints elsewhere of Jesus’ recognition that further<br /> generations of believers would arise and express allegiance to him. Nowhere in the New<br /> Testament, however, is that larger company (including the readers of this exposition!) so<br /> clearly in Jesus’ direct vision as here. Jesus is poised between the conclusion of his<br /> earthly task and the glory awaiting him at the Father’s side. . . . so Jesus gazes out<br /> across the rolling centuries, the church of the Redeemer, gathered from every nation,<br /> people, language and tribe. He is praying for us [Sumber dan kutipan dari Bruce Milne, The<br /> Message of John (Leicester, England: IVP, 1993), p. 247].<br />2. Kesatuan<br /> Rasanya tidaklah berkelebihan untuk beranggapan bahwa kesatuan orang-orang Kristen<br /> merupakan pokok utama dari doa Yesus dalam perikop bacan kita sekarang ini (ayat 21, 22,<br /> 23). Ada tiga wajah kesatuan yang diketengahkan.<br /> 2.1. Kesatuan dengan Tuhan secara rohani (ayat 21, 26).<br /> . . . Jesus prays that our unity would be like the perfect unity between the Father and the Son in<br /> the Trinity. This is a reminder to us that our unity should be eternal and perfectly harmonious (as<br /> God’s unity is).<br /> But this analogy with the members of the Trinity is very important for another reason: it warns<br /> us against thinking that union with Christ will ever swallow up our individual personalities. Even<br /> though the Father, Son and Holy Spirit have perfect and eternal unity, yet they have distinct<br /> persons. In the same way, even though we shall someday attain perfect unity with other<br /> believers and with Christ, yet we shall forever remain distinct persons as well, with our own<br /> individual gifts, abilities, interests, responsibilities, circles of personal relationships, preferences,<br /> and desires [kutipan dari Wayne Gruden, Systematic Theology (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2000),<br /> p. 844].<br /> Kesatuan Roh sudah ada [ . . . Ef 2:14-16]. Tapi walaupun kesatuan Roh ini sudah ada, itu<br /> merupakan suatu kesatuan yang rapuh, yang mudah dihancurkan. Karena itu dalam Efesus 4:2<br /> kita diberitahu akan kualitas-kualitas yang diperlukan untuk itu [ . . . ].<br /> Itulah maknanya disebut “kesatuan Roh”, bukan hanya pekerjaan Roh Kudus diperlukan untuk<br /> membangun dan mempersatukan kita bersama, tapi “buah Roh” (Gal 5:22) juga diperlukan untuk<br /> memelihara kesatuan itu. Perhatikanlah bahwa semua buah Roh itu merupakan nilai-nilai sosial<br /> dan nilai-nilai bersama. “Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan,<br /> kesetiaan, kelemah-lembutan dan penguasaan diri” merupakan nilai-nilai yang diperlukan dalam<br /> suatu konteks jemaat [kutipan dari Michael Griffiths, Gereja dan Panggilannya Dewasa Ini, terj. (Jakarta:<br /> BPK-GM, 1995), hlm. 52f.].<br /> 2.2. Kesatuan dalam persekutuan (ayat 23)<br /> Di dalam pengakuan iman rasuli, kita bersama-sama mengakui “Gereja yang kudus dan am,<br /> persekutuan orang kudus”. Berhubung dengan bunyi pengakuan iman yang demikian itu, maka<br /> biasanya disebutkan, bahwa gereja memiliki tiga sifat: satu, kudus dan am. . . .<br /> Di dalam rumusan yang asli tiada terdapat kata “satu”, tetapi dalam terjemahan memang<br /> sering kata “satu” itu diselipkan. Berdasarkan doa Tuhan Yesus dalam Yoh 17:21: “Supaya<br /> semuanya menjadi satu”, kita memang biasa mengakui adanya satu gereja. Pengakuan ini<br /> menunjukkan, bahwa gereja yang banyak di dunia ini dipersatukan menjadi satu tubuh, yaitu <br /> tubuh Kristus. Adapun yang menjadi dasar kesatuan gereja adalah karya penyelamatan Kristus.<br /> Di kayu salib segala sesuatu dijadikan satu. . . . Kesatuan di dalam Kristus ini memang hanya<br /> dapat dilihat di dalam iman. Oleh karena itu maka “gereja yang satu” tadi adalah suatu peng-<br /> akuan iman [kutipan dari H. Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK-GM, 1973), hlm. 319].<br /> Gagasan kesatuan sangat penting mengingat Yohanes 17:22 (“supaya mereka menjadi satu,<br /> sama seperti Kita adalah satu”), yang pasti mendukung gagasan mengenai akan adanya suatu<br /> perhimpunan orang percaya. Namun, penting untuk mengamati bahwa kesatuan yang dimaksud<br /> di sini bukanlah kesatuan secara organisasi, tetapi kesatuan organis (dalam satu tubuh). [Catatan:<br /> Kesatuan yang dimaksud di sini pasti lebih daripada kesatuan rohani saja. Kesatuan itu harus<br /> cukup jelas kelihatan sehingga dunia ditantang untuk percaya kepada Yesus] [kutipan dari Donald<br /> Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3, terj. (Jakarta: BPK-GM, 1996), hlm. 44].<br /><br /> 2.3. Kesatuan dalam misi terhadap dunia (ayat 21, 23)<br /> Doa Yesus dalam Yohanes 17 menjelaskan maksud Yesus bagi kelompok murid-murid-Nya.<br /> Terdapat bukti yang kuat bahwa Yesus memandang ke depan pada kesinambungan misi-Nya <br /> melalui murid-murid itu. Kata-kata dalam Yohanes 17:18 khususnya membandingkan misi yang<br /> diberikan kepada Anak dengan misi yang diberikan kepada murid-murid (“Sama seperti . . . “).<br /> Murid-murid sebagai suatu kelompok ditugaskan untuk melanjutkan tugas misi. Mereka tidak<br /> dapat mencapai tugas itu bila mereka bekerja sendiri-sendiri. Penekanan pada kesatuan dalam<br /> Yohanes 17 memperlihatkan betapa diperlukannya perhimpunan yang bersifat lembaga untuk<br /> kesinambungan misi Yesus. Tujuan bersama dari semua murid sangat membantu untuk mem-<br /> buat perasaan kesatuan [kutipan dari Ibid., hlm. 47].<br />3. Mengapa dan Untuk Apa?<br /> Mengapa orang-orang percaya perlu bersatu? Karena Yesus dan Sang Bapa adalah satu.<br /> Ini harus dicerminkan oleh para murid Yesus melalui kesatuan/persatuan mereka. Nasihat<br /> Paulus dalam Gal 5:15 perlu diperhatikan.<br /> Ilustrasi: Suatu suku terpencil di India, yang anggotanya mencapai hampir lima juta orang, tertarik<br /> menjadi Kristen. Kepala suku mengundang para penginjil agar mau datang membimbing<br /> mereka. Betapa kagetnya, ketika kemudian ternyata bahwa para penginjil itu berasal dari<br /> berbagai gereja. Diam-diam mereka ternyata saling bersaing untuk membimbing warga<br /> suku itu untuk menjadi warga gereja mereka masing-masing. Karena khawatir bahwa su-<br /> kunya akan terpecah-pecah ke dalam berbagai gereja yang saling bersaing, maka setelah<br /> berunding dengan para sesepuh sukunya, akhirnya kepala suku itu merubah niatnya: ia<br /> dan warga sukunya batal menjadi orang-orang Kristen. Para penginjil diminta mening-<br /> galkan daerah mereka (Sumber: Anon.). <br /> Untuk apa orang-orang Kristen perlu dan harus dapat bersatu? Baca ayat 21 dan 23. <br />- - - NR - - -"IMMANUEL"http://www.blogger.com/profile/09619314580027191534noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-76742713853447345502008-07-07T12:19:00.000+08:002008-07-07T12:20:56.413+08:002 KORINTUS 9 : 6 – 15 (u/ 9 Juli mlm)2 KORINTUS 9 : 6 – 15<br />Tema: “Memberi dengan Kerelaan Hati”.<br />N a t s: 2 Kor 9:7<br />Tujuan: Sesudah mendengar khotbah ini, warga jemaat diharapkan dapat terdorong<br />untuk mulai berupaya ber-disiplin memberi dengan kerelaan hati.<br /><br /><br /><br /><br />1. Pengantar<br /> Dalam pasal terakhir dari suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus (1 Kor<br /> 16:1-4), Paulus memberi petunjuk praktis tentang cara pengumpulan dana untuk mem-<br /> bantu jemaat/gereja [induk] di Yerusalem. Jemaat/gereja di Yerusalem sangat membu-<br /> tuhkan bantuan. Ini disebabkan oleh penganiayaan dan tekanan dari para pemimpin<br /> orang-orang Yahudi, yang beranggapan bahwa apa yang disebarkan oleh para rasul dan<br /> pengikut mereka adalah ajaran sesat. Ada juga yang memperkirakan kemungkinan ada-<br /> nya bala kelaparan di Yerusalem. Oleh karena itu para warga jemaat di sana sangat<br /> mem butuhkan bantuan [Sumber: What does the Bible Say About? (Nashville, Tenn.: Thomas Nelson,<br /> 2001), p. 168].<br /> Masih dalam hubungan dengan pengumpulan bantuan yang disinggung di atas,<br /> maka dalam bacaan kita hari ini (2 Kor 9:6-15) Paulus memberi “pencerahan” kepada<br /> warga jemaat di Korintus tentang hakikat pemberian Kristiani. Mendahului bagian<br /> bacaan kita (9:1-5), Paulus menjelaskan mengapa ia meminta Titus dan dua saudara<br /> lainnya datang ke Korintus. Mereka ditugaskan oleh Paulus untuk membantu dan<br /> menuntun usaha pengumpulan dana dari warga jemaat. Paulus memperkirakan bahwa<br /> menjelang ia sendiri tiba di Korintus, dana bantuan itu sungguh-sungguh sudah ter-<br /> kumpulkan untuk siap dibawa ke Yerusalem.<br />2. Uraian dan Pendalaman<br /> Paulus memuji warga jemaat di Makedonia, yang sekali pun mengalami penderitaan<br /> dan miskin, namun mereka “kaya dalam kemurahan” (8:1-2). Kita patut bertanya:<br /> [a] Apakah yang mendorong orang-orang Kristen di Makedonia untuk menyumbang<br /> kepada orang-orang Kristen lainnya yang jaraknya ribuan kilometer di Yerusalem<br /> sana? <br /> [b] Apa yang mendorong mereka untuk menyumbang kepada orang-orang yang sebe-<br /> narnya mereka tidak kenal? <br /> Dengan bercermin kepada jemaat-jemaat di Makedonia seperti yang diutarakan di atas,<br /> mari kita mencoba memahami dua aspek dalam upaya memberi:<br /> (i) Hal-hal apa saja yang menjadi penyebab kekurang-mampuan warga jemaat Korin-<br /> tus [dan mungkin kita-kita juga] untuk memberi?<br /> (ii) Upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kita untuk<br /> memberi?<br /> 2.1. Warga jemaat di Makedonia “kaya dalam kemurahan”, padahal mereka<br /> mengalami penderitaan dan miskin. Sebaliknya warga jemaat di Korintus “kaya<br /> dalam segala sesuatu” (8:7), tetapi tidak atau kurang “kaya dalam kemurahan”. <br /> Ada apa di kalangan warga jemaat Korintus [dan mungkin di jemaat kita juga]?<br /> Mari kita teliti!<br /> [a]. Warga jemaat di Makedonia “memberikan diri mereka, pertama-tama kepada<br /> Allah” (8:5). Dalam penyerahan kepada Allah, mereka didaya-gunakan oleh<br /> Allah. Di kalangan warga jemaat di Korintus penyerahan diri kepada Allah ini<br /> tidak atau kurang diwujud-nyatakan.<br /> [b]. Ajaran/doktrin yang keliru. Karena pengaruh ajaran yang keliru (“Gnostik”),<br /> para warga jemaat di Korintus mengutamakan “pengetahuan” dan kurang<br /> memperhatikan nilai-nilai spiritual. Ini tercermin dalam kehidupan berke-<br /> luarga di kalangan warga jemaat di Korintus. Perceraian dan perselisihan<br /> dalam keluarga sering terjadi. Dalam situasi demikian betapa sulitnya untuk<br /> mempraktekkan kemurahan hati, apalagi memberi dengan kerelaan hati.<br /> [c]. Para warga jemaat di Korintus terbagi-bagi dalam berbagai kelompok. Ada<br /> kelompok Paulus. Ada kelompok Apollos. Timbul persaingan dan iri hati.<br /> Akhirnya saling berselisih. Fanatisme kelompok sedemikian ini mengalihkan<br /> perhatian dan/atau hasrat untuk memberi dan/atau menyumbang. Kalau pun<br /> akhirnya ada di antara mereka yang memberi, itu pun hanya sebatas bagi<br /> sesama anggota kelompoknya saja [bagaimana dengan persekutuan etnis/<br /> rumpun keluarga, bahkan BPK di kalangan warga jemaat kita?].<br /> [d].Warga jemaat kurang terlatih dalam membiasakan diri untuk ber-“disiplin”<br /> dalam memberi. Buktinya Titus diutus Paulus untuk menuntun dan meng-<br /> kordinir mereka dalam memberi dan mengumpulkan dana bantuan. Barangkali<br /> tidak terlalu meleset untuk membayangkan bahwa Titus pun mestinya melatih<br /> juga “Majelis Jemaat/PHMJ” di sana bagaimana mengelola secara benar<br /> perbendaharaan jemaat (bnd. Jemaat-jemaat yang melatih dan mendorong<br /> warganya dengan pemberian berupa “pledge” dan/atau “perpuluhan”, atau<br /> sumbangan “kaul”). <br /> 2.2. Berbicara tentang kemampuan para warga jemaat di Makedonia, Paulus menulis,<br /> “Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka,<br /> bahkan melampaui kemampuan mereka” (8:3; huruf miring oleh penulis). Tersirat<br /> Paulus ingin menyatakan bahwa para warga jemaat di Makedonia benar-benar<br /> menyadari pengorbanan Yesus untuk mereka. “Karena kamu telah mengenal<br /> kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu<br /> menjadi miskin, sekalipun ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena<br /> kemiskinanNya (8:9).<br /> [a]. Paulus menulis dalam ayat 6 dari bacaan kita, “Camkanlah ini: Orang yang<br /> menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak,<br /> akan menuai banyak juga”. Apa yang ditulis Paulus tadi sesungguhnya<br /> merupakan salah satu azas manajemen produksi: “The measure of profit<br /> (baca: “blessing”:berkat) equals the measure of investment (baca: “giving”:<br /> pemberian). Jadinya upaya kita untuk memberi merupakan “God’s way for<br /> us to keep his wealth in circulation” (kutipan dari Zondervan 2006 Pastor’s Manual, p.<br /> 288). Melalui pemberian kita, maka sesama kita yang membutuhkan bantuan<br /> dimungkinkan juga untuk ikut menikmati berkat-berkat Allah.<br /> [b]. “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya. . .” (ayat<br /> 7; huruf miring oleh penulis). Memberi harus dimulai dengan “kerelaan hati”.<br /> Itu berarti kita memberi dengan ketetapan hati yang bulat. Dan ini hanya<br /> dimungkinkan oleh doa. Secara sadar Paulus memakai istilah “hati”, karena<br /> kalau memberi dimulai dengan kesadaran “rasional”, warga jemaat di Korin-<br /> tus, yang rata-rata “berpengetahuan”, tak akan pernah memberi. Mereka akan<br /> berkata untuk apa menjadi repot untuk orang-orang yang jauh di Yerusalem<br /> sana. Kita juga tidak kenal siapa mereka! Dan kalau pun akhirnya ada dari<br /> antara mereka mau memberi, sudah bisa diterka bahwa mereka akan memberi<br /> dengan “sedih hati atau karena paksaan”.<br /> [c]. Dalam ayat 12-14 Paulus mengutarakan makna lain dari pemberian itu:<br /> (i) Upaya kita dan pemberian kita menjadi suatu kesaksian (“testimony”).<br /> (ii) Dengan itu nama Allah dipermuliakan, dan sesama kita ditopang dalam<br /> pergumulan dan penderitaan mereka.<br /><br />3. Ilustrasi<br /> Di provinsi Mizoram, India, terdapat sebuah jemaat yang anggota-anggota PW-nya<br /> mempunyai cara khusus untuk menunjang PELKES jemaat mereka. Setiap kali<br /> seorang ibu rumah tangga akan menanak nasi, ia mengambil segenggam beras yang<br /> akan dimasak itu dan menyisihkannya ke sebuat tempat khusus. Pada hari Minggu<br /> beras yang telah disisihkannya itu di bawa ke gereja. Ibu-ibu lain yang datang ke<br /> gereja juga membawa beras yang juga telah mereka sisihkan. Beras-beras sisihan tadi<br /> dikumpulkan, lalu dijual. Melalui ketekunan mereka mengumpulkan dan menjual<br /> beras sisihan itu, akhirnya terkumpul cukup dana untuk membeli sebuah komputer.<br /> Komputer itu kemudian disumbangkan kepada sebuah lembaga penerjemahan Alkitab<br /> di provinsi mereka. Lembaga yang dimaksud tadi memang sangat membutuhkan<br /> komputer tambahan dalam upaya mereka merampungkan pernerjemahan Alkitab<br /> kedalam bahasa daerah orang-orang di provinsi itu (bnd. Mrk. 12:41-44) (disadur dari Our<br /> Daily Bread, Sunday, January 30, 2000).<br /><br /><br />- - - NR - - -"IMMANUEL"http://www.blogger.com/profile/09619314580027191534noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-1150191517519808172008-06-30T09:40:00.002+08:002008-07-01T20:45:03.637+08:00N E H E M I A 1 0 : 3 2 – 3 9 ( 6 Juli 08)N E H E M I A 1 0 : 3 2 – 3 9<br />(Beberapa Catatan dan Infromasi/Kutipan Lepas)<br /><br />1. Pengantar<br /> Kronologi<br /> th. 586 sM : Yerusalem dan Bait Suci dihancurkan.<br /> th. 539 sM : Babilonia ditaklukkan oleh Persia.<br /> th. 538 sM : Rombongan pertama orang-orang Yahudi kembali ke<br /> Yerusalem.<br /> kr. (kira-kira) th. 520-480 sM: Masa pelayanan nabi Hagai dan Zakharia.<br /> th. 516 sM : Pembangunan kembali Bait Suci dirampungkan.<br /> th. 458 sM : Di bawah pimpinan Nehemia, rombongan kedua orang-orang<br /> Yahudi kembali ke Yerusalem.<br /> th. 445 sM : Yerusalem selesai dipugar kembali.<br /> kr. th. 430 sM : Kitab Nehemia ditulis.<br /> Why read this book [Nehemiah]: If you’re ever faced an overwhelming task or felt inade-<br /> quate to meet a challenge, you’ll be able to identify with Nehemiah. He struggled with issues<br /> still with us today: motivation, fatigue and criticism. But the book also offers inspiration and<br /> vision. Without neglecting the practical, Nehemiah shows how to tackle God’s difficult as-<br /> signments and survive both opposition and apathy [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Quest<br /> Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), p. 670; untuk seterusnya sumber ini dipendekkan QSB].<br /> NEHEMIA. Satu-satunya sumber pengetahuan kita mengenai Nehemia adalah kitab yg mem-<br /> bawakan namanya. Dialah juruminum raja Persia, Artahsasta (465-424 sM). Juruminum meru-<br /> pakan kedudukan istimewa. Karena tidak disebut-sebut isterinya, maka mungkin dia seorang<br /> kasim. Setelah menerima berita mengenai keadaan Yerusalem yg begitu menyedihkan (mung<br /> -kin oleh kejadian-kejadian dlm Ezr 4:7-23), dia memohon dan memperoleh izin berangkat ke<br /> tanah airnya sendiri dan diangkat menjadi gubernur. Biarpun ada perlawanan seru . . . dia dan<br /> orang Yahudi membangun kembali tembok-tembok Yerusalem dalam 52 hari. Dia dan orang<br /> Yahudi mempersilakan Ezra membaca hukum Taurat, dan [umat] berjanji akan mematuhi<br /> perintah-perintahnya [kutipan dari Ensiklopedi Alkitab Masa Kini 1, terj. (Jakarta: YKBK/OMF, 1995), hlm. 149;<br /> untuk seterusnya sumber ini dioendekkan EAMK ].<br /><br />2. Eksposisi<br /> Informasi: Pasal 9 : Orang Israel berpuasa dan mengaku dosa.<br /> Pasal 10: Bangsa Israel berjanji akan hidup menurut Torah.<br /> Pasal 11: Pengaturan penduduk Yerusalem dan daerah sekitarnya.<br /> [kutipan dari J. Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama (Jakarta: BKP-GM, 1996), hlm.<br /> 170].<br /> (Ay) 32: Sepertiga syikal adalah kurang dari jumlah yg diakui (bnd Kel 30:13; Mat 17:24), ka-<br /> rena situasi ekonomi yg menjadi miskin [kutipan dari EAMK, hlm. 667].<br /> (Ay) 33: Apa yang dimaksud dengan [masa raya] “bulan baru” (Inggris [NIV}: New Moon<br /> Festivals)? <br /> Perayaan bulan baru merupakan perayaan keagamaan dan masyarakat umum. Dira-<br /> yakan pada setiap awal bulan, biasanya disebut berdampingan dengan hari Sabat<br /> dalam Perjanjian Lama (a.l. Yes 1:13). Diberlakukan sebagai perayaan (Hos 2:11),<br /> untuk bersantai dan istirahat (Am 8:5), untuk persembahan ekstra (Bil 28:11-15; Yeh<br /> 45:17) dan untuk ibadah (Yes 66:23; Yeh 46:1-7) [Sumber: QSB, p. 402].<br /> (Ay) 34: Apa yang dimaksudkan dengan “membuang undi”?<br /> Praktek ini berlaku umum saat itu. Cara melakukannya tidak jelas, tetapi rupanya<br /> memakai batu yang diberi tanda atau memakai potongan kayu (bnd. Ams 18:18).<br /> Informasi: Casting lots was a means used to settle disputed questions. In the<br /> absence of clear moral justification for deciding one way or another, this<br /> ancient equivalent of “flipping a coin” resolved the matter quickly and<br /> decisively. Though the means might appear arbitrary, participants fully<br /> believed God was involved: The lot is cast into the lap, but its every<br /> decision is from the Lord [Ams 16:33]. God could certainly have directed<br /> the results of any such process [kutipan dari QST, p. 925].<br /> Menyediakan kayu api . . . di atas mezbah Tuhan; ketentuan ini adalah suatu per-<br /> kembangan wajar bersumber pada perintah mempertahankan api mezbah tetap me-<br /> nyala (bnd Im 6:12-13) [kutipan dari TAMK, loc. cit.].<br /> (Ay) 36: Mengapa anak-anak dibawa ke para imam?<br /> Untuk menyatakan bahwa mereka dan anak-anak mereka adalah milik Tuhan.<br /> Membawa anak-anak ke para imam adalah wajib, sebagai simbol penyerahan<br /> kepada Tuhan (Kel 22:29-30; 34:19). Tapi yang dipersembahkan sebagai korban<br /> adalah anak-anak sulung ternak. “Parents offered these sacrifices in place of their<br /> firstborn sons and then took their sons home to raise. This law reminded them of how<br /> God spared Israel’s firstborn sons during Passover in Egypt” [Sumber dan kutipan bahasa<br /> Inggris dari QSB, p. 686].<br /> (Ay) 37: Perpuluhan-perpuluhan berupa ternak lembu tidak disebut di sini (bnd Im 27:32) bi-<br /> arpun anak sulung disebut dalam ay 36 (bnd Bil 18:15-18). Mungkin ada kekurang-<br /> an ternak lembu pada waktu kemiskinan yg membuat sedikit kelemahan akan peme-<br /> nuhan tuntutan Taurat [kutipan dari TAMK, loc. cit.].<br />3. Excursus<br /> [Memahami Fungsi “Torah” dalam PL]<br /> Cara terbaik untuk menghampiri sistem etika Perjanjian Lama sebagai “Torah” adalah me-<br /> ngingat maksud Perjanjian Lama yang terutama bukanlah memberikan informasi mengenai<br /> moralitas, . . . melainkan untuk memberikan bahan-bahan yang, apabila direnungkan dan di-<br /> resap ke dalam pikiran, akan memberikan kesan tentang pola atau bentuk cara kehidupan<br /> yang dijalankan di hadapan Allah. Meskipun Perjanjian Lama mengandung “hukum-hukum”<br /> atau “aturan-aturan” dalam pengertian kita, ia mengandung lebih banyak hal lainnya lagi, dan<br /> ia tidak dapat begitu saja disamakan dengan sekumpulan aturan. Para pembaca ingin diarah-<br /> kan pada ketaatan akan kehendak Allah dan hidup dalam persekutuan dengan Dia, bukan ha-<br /> nya dengan jalan melaksanakan perintah-perintah hukum yang terinci (dalam pengertian yang<br /> lebih sempit), tetapi juga dengan membaca cerita-ceritanya --- yang, demikian pendapat kami,<br /> memang mempradugakan dan menolong menciptakan sebuah pola perilaku; dengan me-<br /> nyembah Allah melalui bantuan Kitab Mazmur; dan dengan merenungkan ucapan-ucapan pa-<br /> ra bijak dan para nabi. Jadi, untuk bentuk akhir Perjanjian Lama, perilaku moral praktis ber-<br /> kaitan erat dengan apa yang barangkali kita sebut “spiritualitas”: masalah gaya hidup, bukan<br /> saja aturan-aturan khusus dalam “urusan-urusan moral”. “Torah adalah sebuah sistem yang<br /> dengannya kita menjalani keseluruhan hidup di hadapan Allah, dan bukan hanya serangkaian<br /> aturan terinci untuk mencakup setiap situasi individual di mana suatu petunjuk moral mungkin<br /> dibutuhkan. Meskipun gagasan ini dapat, dan kadang-kadang memang, membawa kepada<br /> perhatian “jelimet” kepada rincian-rincian perilaku seperti yang disebut orang Kristen sebagai<br /> “legalisme”, kekuatan pendorong di belakangnya adalah kehendak untuk meletakkan seluruh<br /> kehidupan di bawah kehendak kuasa Allah --- “menerima kuk Kerajaan sorga”, sebagaimana<br /> kadang-kadang disebutkan oleh sumber-sumber Rabinik [kutipan dari John Barton, “Berbagai Pende-<br /> katan Etika dalam Perjanjian Lama” dalam John Rogerson (ed.), Studi Perjanjian Lama bagi Pemula, terj. (Jakar-<br /> ta: BPK-GM, 1993), hlm. 139f.].<br />- - - NR - - -"IMMANUEL"http://www.blogger.com/profile/09619314580027191534noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-37550110637452619712008-06-30T09:35:00.000+08:002008-06-30T09:36:54.049+08:00I M A M A T 2 0 : 2 2 - 2 6 (2 Jul 08)I M A M A T 2 0 : 2 2 - 2 6<br />(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)<br /><br />1. Pengantar<br /> Undang-undang kekudusan [Inggris: Holiness Code] (Im 17-26) disusun di Yerusalem sebe-<br /> lum pembuangan. Ketika Kitab Ulangan yang berasal dari Utara dalam persiapan penerbitan-<br /> nya, dan segala sesuatu dipusatkan pada perjanjian dan pemilihan dari pihak Allah, imam-<br /> imam di Yerusalem ingin menetapkan kebiasaan yang dijalankan di Bait Allah, berpusat pada<br /> ibadah, untuk mengingatkan umat bahwa Allah adalah suci, sama sekali berbeda [kutipan dari<br /> Etienne Charpentier, Bagaimana Membaca Perjanjian Lama, terj. (Jakarta: BPK-GM, 1989), hlm. 92f.].<br /> Ciri khas Kitab Imamat ialah: Hampir tidak ada cerita di dalamnya. Hanya ada cerita tentang<br /> pemberontakan Nadab dan Abihu (bab 10). Tetapi cerita ini hanya mau menegaskan bahwa<br /> siapapun juga harus berpegang teguh pada aturan ibadat, kalau tidak ia dihukum Tuhan. Lain-<br /> lain bagian Kitab Imamat hanya memuat hukum, aturan dan undang-undang saja. Ada cukup<br /> banyak hukum dan aturan yang serupa atau sejalan dengan yang tercantum dalam Kitab Ke-<br /> luaran. Tetapi dalam Kitab Imamat semua disoroti dari sudut pandangan para imam. [ . . . ]<br /> Membaca hukum dan aturan biasanya cukup membosankan. Apa lagi hukum dan aturan<br /> dari zaman dahulu seperti yang termuat dalam Kitab Imamat. Namun justru hukum dan un-<br /> dang-undang suatu bangsa menyingkapkan ciri-corak bangsa yang bersangkutan. Dalam hu-<br /> kumnya menjadi nyata nilai-nilai mana dijunjung tinggi oleh suatu bangsa; mana cita-cita yang<br /> dikejar; bagaimana anggota-anggota itu memperlakukan satu sama lain dan saling menghar-<br /> gai. Demikian pun halnya dengan hukum dan undang-undang yang tercantum dalam Kitab<br /> Imamat. Boleh dikatakan bahwa dalam kitab ini bangsa Israel nampak sebagai bangsa yang<br /> seharusnya “Umat yang kudus”. Ini nampak dalam sikap dan ibadatnya kepada Allah dan<br /> yang kudus itu, terhadap sesama anggota umat yang kudus itu, terhadap tanah milik Tuhan<br /> dan terhadap waktu yang dikuduskan Tuhan [kutipan dari C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian<br /> Lama (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 110].<br /><br />2. Eksposisi<br /> Informasi: Fasal 17-26 : Hukum Kesucian [Inggris: Holiness Code].<br /> Fasal 19:1-37: Kudusnya hidup.<br /> Fasal 20:1-27: Kudusnya umat TUHAN.<br /> Fasal 21:1-33: Kudusnya para imam.<br /> [kutipan dari J. Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama (Jakarta: BPK-GM, 1996), hlm.<br /> 55f.].<br /><br /> 20:1-27 Hukum serba-serbi mengenai kejahatan yg mengerikan <br /> (Ay) 22-26: Ay-ay ini mengingatkan kepada Israel bahwa kejahatan-kejahatan besar yg baru<br /> saja diuraikan [dalam penggalan sebelum ini] itu adalah kejahatan-kejahatan orang-orang yg<br /> negerinya akan mereka duduki. Negeri itu telah ‘memuntahkan’ (bnd 18:25) penduduknya ba-<br /> gi keburukan-keburukan mereka, dan Israel akan menderita hal yg sama, jika ia melakukan<br /> keburukan-keburukan itu (bnd 18:28). Namun negeri itu adalah warisan mereka, dan negeri<br /> itu adalah negeri yg baik (Kel 3:8, 17).<br /> TUHAN telah memisahkan mereka. Perhatikan pemakaian kata itu hingga 3 kali dalam<br /> ay 24-26. Bagian ini jelas menunjukkan,bahwa tujuan pokok dari hukum-hukum yg mengenai<br /> makanan dalam ps 11 itu adalah untuk mengadakan dan memajukan suatu pemisahan yg te-<br /> gas antara Israel dan orang Kanaan. Karena makan dan minum penting dalam hidup sehari-<br /> hari umat, dan karena ay 22-26 dimaksudkan sebagai kesimpulan bagi kumpulan hukum yg<br /> besar ini, yaitu hukum upacara-upacara keagamaan dan moral, yg harus ditaati oleh umat,<br /> maka penunjukan kembali ke ps 11 yg dengannya hukum-hukum di mulai, adalah tepat seka- <br /> li. Supaya kamu menjadi milikKu. Di sini seluruh tujuan hukum secara singkat dirangkumkan.<br /> Umat TUHAN harus menaati hukumNya, jika mereka benar-benar adalah milikNya [kutipan dari<br /> Tafsiran Alkitab Masa Kini 1, Kejadian-Ester, terj. (Jakarta: YKBK/OMF, 1998), hlm. 220f.].<br /><br /> Informasi: Dengan pemberian undang-undangNya itu Allah dikatakan “bermaksud” hen-<br /> dak menertibkan kehidupan umatNya, tetapi dalam hal ini firmanNya tak boleh<br /> disama-ratakan dengan perkataan manusia. Firman Allah memang menyatakan<br /> maksud dan kehendakNya, sebagaimana halnya dengan tiap-tiap perintah atau<br /> keputusan manusia juga. Tetapi dengan melebihi sifatnya sebagai pernyataan,<br /> keputusan atau pemberitahuan itu, hukum-hukum Allah mengerjakan (melaksana-<br /> kan) apa yang dinyatakannya . . . Allah menertibkan kehidupan umatNya; Ia tidak<br /> menyuruh umat itu supaya hidup dengan tertib! Allah “menguduskan” mereka (Im<br /> 20:8; 22:32; 21:8; Kel 31:13; Yeh 20:12); Ia tidak hanya menyuruh mereka, supa-<br /> ya “menjadi orang-orang kudus” (Kel 22:31; Im 19:2; 20:26). Allah “menebus” atau<br /> “membebaskan” suatu umat bagi diriNya serta menjadikan mereka menjadi ham-<br /> ba-hambaNya yang merdeka terhadap segala kuat-kuasa yang memperbudaknya;<br /> Ia tidak hanya menyuruh mereka supaya hidup seperti orang-orang merdeka. Al-<br /> lah menyatukan mereka menjadi suatu “jemaah” atau “perkumpulan” yang bersifat<br /> persekutuan dan persaudaraan antara sesamanya sendiri; Ia tidak hanya menyu-<br /> ruh mereka supaya hidup seperti saudara-saudara. Firman Allah mengerjakan se-<br /> muanya ini. FirmanNya yang berupa hukum-hukum itu berkuasa untuk melaksa-<br /> nakan maksudnya, dan sungguh-sungguh memakai kuasanya.<br /> Adalah dengan sengaja kita tekankan sekali lagi kuasa hukum-hukum Allah itu:<br /> sudah terlalu biasa kita menilai hukum-hukum itu semata-mata sebagai peraturan<br /> yang sempurna sendiri, tetapi yang baru “mendapat” pengaruh dan kuasa, apabila<br /> umat Israel sudi menaatinya. Hukum-hukum Allah memang menuntut ketaatan.<br /> Tetapi justru bangkitnya ketaatan yang sukarela ini adalah disebabkan oleh pe-<br /> ngaruh hukum-hukum Allah itu sendiri; hukum-hukum itu hanya menuntut apa<br /> yang serentak diberikannya juga. Apabila umat Israel tidak menaatinya; maka itu<br /> berarti bahwa mereka belum sampai mendengakannya, belum membuka dirinya<br /> untuk kuasa-kuasa hukum itu. Segala puji patut diberikan kepada kuasa firman itu<br /> sendiri, apabila manusia membuka diri untuknya. Bangkitnya ketaatan itu adalah<br /> tidak kurang ajaib daripada “kelahiran” dan “kehidupan” Israel sebagai umat TU-<br /> HAN --- baik pada permulaannya maupun di sepanjan masa! [kutipan dari C. Barth,<br /> Theologia Perjanjian Lama 1 (Jakarta: BPK-GM, 2004), hlm. 312f.].<br /><br />3. Excursus<br /> Masyarakat Israel harus dilihat sebagai sesuatu yang bersifat paradigmatis. “Paradigma”<br /> adalah kategori yang bermanfaat bagi pemahaman dan penerapan etis seluruh Perjanjian<br /> Lama. Dengan melihat kehidupan sosial, lembaga-lembaga dan hukum-hukum Israel secara<br /> demikian, kita dapat menghindarkan dua bahaya.<br /> Pada satu pihak, itu berarti kita tidak meniru masyarakat Israel secara harfiah. Kita tidak<br /> dapat begitu saja memberlakukan hukum-hukum sosial masyarakat kuno dalam dunia mo-<br /> dern. [ . . . ] <br /> Pada pihak lain, sistem sosial Israel tidak dapat diabaikan dengan menganggapnya hanya<br /> relevan bagi Israel yang historis dan sama sekali tidak dapat dikenakan pada gereja Kristen<br /> atau umat manusia pada umumnya. Kalau Israel dimaksudkan menjadi terang bagi bangsa-<br /> bangsa (bnd. Yes 49:6), maka terang itu harus dibiarkan bersinar. . . . Pendekatan paradigma-<br /> tis ini membuat Perjanjian Lama paling bermanfaat sebagai suatu sumber bagi etika sosial<br /> Kristen [kutipan dari Christopher Wright, Hidup sebagai Umat Allah, Etika Perjanjian Lama, terj. (Jakarta: BPK-<br /> GM, 1995), hlm. 42f.].<br />- - - NR - - -"IMMANUEL"http://www.blogger.com/profile/09619314580027191534noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-87268930628567215722008-06-22T09:50:00.000+08:002008-06-30T09:51:29.767+08:00I M A M A T 1 9 : 1 - 1 6 (29 Jun 08)I M A M A T 1 9 : 1 - 1 6<br />(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)<br /><br /><br />1. Pengantar<br /> Kitab ketiga dari kelima Kitab Musa disebut “Kitab Imamat”. Dalam bahasa Yunani-Latin dinamakan<br /> “Leviticus”. Dan demikian pun dalam kebanyakan bahasa moderen. Nama dalam bahasa Indonesia itu<br /> sangat cocok. Sebab bagian terbesar kitab ini mengenai para imam umat Israel, tugas dan kewajiban-<br /> kewajibannya. Kaum Lewi, yaitu para pembantu imam-imam, [justru] tidak tampil dalam Kitab Imamat ini.<br /> . . . Meskipun lama sesudah zaman Musa barulah disusun, namun dalam Pentateukh Kitab Imamat<br /> langsung melanjutkan Kitab Keluaran. Dipikirkan bahwa isi kitab ini diumumkan waktu orang-orang Israel<br /> tinggal di gunung Sinai [kutipan dari C. Groenen, Pengantar ke Dalam Perjanjian Lama (Yogyakarta:<br /> Kanisius, 1992), hlm. 115f.].<br /> Dilihat dari isinya secara keseluruhan, Im dapat disebut ‘Kitab Kekudusan Tuhan’ [‘Holiness Code’],<br /> dengan tuntutan-Nya yang mendasar yaitu ‘Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN adal kudus’<br /> (20:26). . . . Kekudusan-Nya-lah yg mengharuskan adanya hukum-hukum tentang persembahan dan<br /> makanan, pentahiran dan kesucian, Masa Raya dan upacara-upacara lainnya. Para imam adalah orang-<br /> orang yg sangat penting sebagai perantara antara Tuhan dengan Israel. Kehidupan dalam perjanjian<br /> [‘covenant’] adalah kehidupan yg terus-menerus diatur dengan segala macam peraturan [kutipan dari Ensi-<br /> klopedi Alkitab Masa Kini, Jilid 1, terj. (Jakarta: YKBK/OMF, 1992), hlm. 429].<br /> Informasi: Sejak abad yang lalu, Imamat 17-26 dianggap oleh para ahli sebagai kumpulan hukum<br /> terpisah, yang diberi nama “Hukum Kekudusan” (Holiness Code}, karena rujukannya yang<br /> berulang-ulang kepada kekudusan dan tuntutan yang terus menerus untuk hidup secara<br /> kudus. Tetapi seperti telah kita lihat dalam pasal 1, kekudusan bagi Isael adalah lebih dari<br /> sekedar masalah ritual atau kesalehan. Imamat 17-26 berisi hukum-hukum praktis tentang<br /> kehidupan keluarga secara seksual (Im 18 dan 20) dan kehidupan sosial secara umum<br /> (khususnya Im 19), serta peraturan-peraturan tambahan untuk pekerjaan keimaman dan<br /> berbagai jenis perayaan (Im 21-24) [kutipan dari Christopher Wright, Hidup Sebagai Umat<br /> Allah, terj. (Jakarta: BPK-GM, 1995), hlm. 154].<br /> Im 19 telah lama diakui sebagai salah satu bagian yang tertua di dalam kumpulan hukum-<br /> hukum Im 17-26 (“Kitab Undang-Undang Kesucian”). . . . Munculnya dua kali hukum yang<br /> itu-itu juga dalam fasal yang sama --- hormatilah orang-orang tua, Im 19:3 dan 32; memeli-<br /> hara hari Sabat, 19:3 dan 30; jangan bertindak curang dalam pengadilan, 19:15 dan 35a,<br /> dst. --- membenarkan dugaan bahwa fasal ini adalah “tempat persembunyian” bagi dua<br /> buah Dekalog yang tua lagi (mis. Im 19:3-19 dengan ay 5-10, 17-18 sebagai tambahan,<br /> dan 19:26-36 dengan ay 34 sebagai tambahan).<br /> …………………………………………………………………………………………………….<br /> Ketetapan-ketetapan yang terkumpul di dalam “Kitab Undang-Undang Kesucian” (Im 17-26)<br /> sekali-kali tidak berhenti pada batas bidang “keagamaan” menurut pengertian kita. . . .<br /> Kedua ringkasan hukum-hukum yang dipergunakan oleh penyusun Im 19 [lihat di atas]<br /> adalah bersifat “umum”, tidak kurang dari Dekalog Kel 30/Ul 5 yang terkenal itu; rupa-<br /> rupanya para penyusun berkeyakinan bahwa hak-hak sesama manusia --- hormat kepada<br /> ibu-bapa (19:3,32), keamanan nyawa, nama baik dan milik orang (19:11, 13,16,18), penga-<br /> dilan dan perdagangan yang benar (19:15,36), pergaulan dengan orang-orang kecil (19:13-<br /> 15,10,33), wajib diindahkan, tak kurang daripada hak-hak Allah [kutipan dari C. Barth, Theo-<br /> logia Perjanjian Lama 1 (Jakarta: BPK-GM, 2004), hlm. 236 dan 258].<br /> Fasal 19 : 1 – 37 : Kudusnya hidup [kutipan dari J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian<br /> Lama (Jakarta: BPK-GM, 1996), hlm. 56].<br /><br />2. Eksposisi/Uraian<br /> Informasi: Hukum-hukum ini begitu bermacam-macam sehingga sukar nuntuk menggolong-<br /> kannya. [Ay] 2: Hukum-hukum itu disajikan dengan peringatan serius, Kuduslah<br /> kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, kudus. Hingga 15 kali Aku, Tuhan (Allahmu)<br /> diulangi dalam 37 ay dari bab ini. Hukum-hukum itu mengenai ucapan keagamaan<br /> dan hidup kesusilaan, dan keduanya termasuk kedua loh Dasa Titah. [Ay] 3, 4: <br /> Ayat-ayat ini berisi titah ke-5, ke-4 dan ke-2 Dasa Titah. Menyegani orang tua,<br /> memelihara Sabat, menjauhkan diri dari berhala ditempatkan di depan sebagai<br /> sangat penting secara khusus. Bahwa kata ‘menyegani’ kadang-kadang dipakai<br /> dalam arti ‘menghormati’ dijelaskan oleh ay 30, di mana kata-kata ‘menghormati<br /> tempat kudusKu’ dipakai. Bnd Ul 6 di mana ‘Kasihilah Tuhan’ (ay 5) didahului (ay<br /> 2) dan diikuti (ay 13) oleh ‘takut akan Tuhan’; dan lih Ul 9:19. ‘Kasih’ kepada Allah<br /> tidak diperintahkan dalam Im dan kasih kepada manusia hanya dalam 19:18, 34.<br /> Tapi harus diingat bahwa hal itu ditunjukkan dalam Dasa Titah (Kel 20:6) dan<br /> sering sekali dalam Ul.<br /> [Ay] 5-8: Ay-ay ini mengenai hal makan daging korban keselamatan (bnd 7:15-18).<br /> [Ay] 9, 10: Hukum mengenai memungut apa yg tertinggal dari penunaian termasuk<br /> pada rangkuman umum dari loh kedua Dasa Titah, yg memerintahkan kasih terha-<br /> dap sesamanya (bnd 23:22; Ul 24:9-22). [Ay] 11, 12: Ay-ay ini bersandar pada titah<br /> ke-8 dan ke-3 Dasa Titah. [Ay] 13, 14: Kedua ay ini dihubungkan erat sekali dengan<br /> titah ke-8 Dasa Titah dan asas kemanusiaan yg mendahuluinya. [Ay] 15, 16: Ay-ay<br /> ini menguraikan titah ke-9 Dasa Titah [kutipan dari Tafsiran Masa Kini 1, Kejadian – Ester,<br /> terj. (Jakarta: YKBK/OMF, 1998], hlm. 218].<br /> Ayat 2: Apa memang Tuhan menuntut kesempurnaan?<br /> Hendaknya diingat bahwa kata “kudus” tidak sama dengan “sempurna”. Kata “kudus” berarti<br /> dipisahkan (Inggris: to be set apart) --- maksudnya, dipisahkan (cf. Inggris: reserved) bagi/<br /> untuk Tuhan dengan segala maksud baikNya.<br /> Informasi: It was God’s insistence to his people that they must be holy because he was holy<br /> [Im 19:2; 20:7, 26]. The word for holy is hagios whose root meaning is different.<br /> The Temple is hagios because it is different from other buildings; the Sabbath is<br /> hagios because it is different from other days; the Christian is hagios because he<br /> is different from other men. The Christian is God’s man by God’s choice. He is<br /> chosen for a task in the world and for a destiny in eternity. He is chosen to live for<br /> God in time and with him in eternity. In the world he must obey his law and repro-<br /> duce his life. There is laid on the Christian the task of being different [kutipan dari<br /> William Barclay, The Daily Study Bible: the Letters of James and Peter (Edinburgh: the Saint<br /> Andrew, 1981), p. 188].<br /> PL menggunakan kata ‘kudus’ atas orang yg dinobatkan bagi maksud-maksud<br /> agamawi. Misalnya para imam yg ditahbiskan dalam upacara istimewa, juga<br /> seluruh umat Israel sebagai satu bangsa yg disucikan bagi Allah tidak sama<br /> dengan bangsa-bangsa lain. Jadi hubungannya dengan Allah menjadikan Israel<br /> satu bangsa kudus, dan dalam pengertian ini ‘kudus’ mengacu kepada pengung-<br /> kapan tertinggi hubungan perjanjian Israel dan Allah. Jalan pikiran ini tidak terle-<br /> pas dari PB, sebagaimana dalam 1 Kor 7:14, di mana suami yang tidak beriman<br /> dikuduskan karena hubungannya dengan istri yg beriman demikian sebaliknya<br /> [kutipan dati Ensiklopedi Alkitab Masa Kini 1, hlm. 617].<br /> God said, “You shall be holy; for I the Lord your God am Holy” [Im 19:2; bnd 20:7,<br /> 26]. He who would find fellowship with God is committed to a life of goodness<br /> which reflects God’s goodness. C.H. Dodd writes: “The Church is a society of<br /> people who, believing in a God of pure goodness, accept the obligation to be good<br /> like him.” This does not mean that a man must be perfect before he can have<br /> fellowship with God; if that were the case, all of us would be shut out. But it does<br /> mean that he will spend his whole life in the awareness of his obligations, in the<br /> effort to fulfil them and in penitence when he fails. It will mean that he will never<br /> think that sin does not matter; it will mean that the nearer he comes to God, the<br /> more terrible sin will be to him [kutipan dari William Barclay, The Daily Study Bible: the Letters<br /> of John and Jude (Edinburgh: the Saint Andrew, 1981), p. 29].<br /><br />3. Excursus<br /> BERSIFAT KUDUS, SEBAGAIMANA ALLAH KUDUS<br /> Kekudusan adalah penting dan berguna. Kekudusan penting karena Allah itu kudus, dan<br /> kekudusan berguna sebab kita disuruh untuk kudus. Tetapi banyak orang Kristen tidak me-<br /> ngerti apa sebenarnya yang dimaksud dengan kekudusan.<br /> Sebagaian besar orang Kristen menganggap kekudusan sebagai skala pengukuran moral,<br /> seperti catatan peringkat pada akhir masa pelajaran. Orang yang tidak kudus tercatat di bagi-<br /> an bawah. Orang yang biasa-biasa saja tercatat di bagian tengah. Orang yang sangat baik<br /> tercatat di atas di dekat puncak. Tetapi tidak seorang pun yang seratus persen kudus kecuali<br /> Yesus.<br /> Penjelasan begini menyesatkan. Kekudusan meliputi etika dan kebenaran, tetapi itu bukan-<br /> lah hakikat kekudusan. Hakikat kekudusan adalah berada dalam keadaan tersendiri [Inggris:<br /> set apart].<br /> Allah itu samasekali lain, Ia tersendiri. Allah sangat berbeda. Tidak ada seorang pun yang<br /> seperti Allah yang kudus itu. Kekudusan Allah mempunyai banyak segi. Kekudusan-Nya me-<br /> nyerupai prisma yang memantulkan banyak warna pada waktu bersamaan.<br /> Segi yang pertama adalah keagungan. Allah itu agung seperti seorang raja di atas takhta-<br /> nya. Kata mulia melukiskan aspek kekudusan ini. Mereka yang dapat menangkap bayangan<br /> Allah dalam kekudusan-Nya biasanya diliputi perasaan tentang ketidaklayakan diri mereka.<br /> Ia begitu agung dan kita tidak. Ia kudus dan kita adalah orang-orang berdosa. Pada waktu<br /> penulis-penulis Alkitab mencoba untuk melukiskan hebatnya kekudusan Allah, mereka harus<br /> mengulangi kata kudus itu tiga kali, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam” (Yesaya<br /> 6:3).<br /> Segi kedua adalah kehendak. Allah bukan merupakan suatu rumusan atau suatu konsepsi.<br /> Allah adalah kehendak, suatu kehendak yang melaksanakan berbagai hal. Kehendak Allah<br /> ditetapkan terutama untuk menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang kudus, untuk bertindak<br /> sebagai Allah, dan untuk dikenal sebagai Allah. Oleh sebab itu Ia tidak bersifat acuh tak acuh<br /> terhadap cara orang-orang menghormati Dia.<br /> Segi yang ketiga adalah murka. Murka Allah bukanlah kemarahan yang ‘ngawur’. Melain-<br /> kan merupakan pernyataan wajar tentang kekudusan Allah sebagai tanggapan terhadap dosa.<br /> Allah tidak bisa hidup berdampingan dengan kejahatan. Kita mengetahui murka Allah, karena<br /> kita adalah orang berdosa. [Maksudnya], pikiran dan kemauan kita ditujukan pada hal-hal<br /> yang lain daripada kehendak Allah dan yang bertentangan dengan kehendak Allah.<br /> Segi keempat dari kekudusan Allah adalah kebenaran. Kebenaran moral Allah adalah<br /> kehendak Allah yang sedang bekerja di dalam hidup kita. Kehendak Allah bertindak untuk<br /> menyesuaikan dunia dengan sifat moral Allah. Hukum Allah merupakan pernyataan yang baik<br /> tentang kebenaran moral-Nya.<br /> Keempat segi kekudusan ini menolong kita untuk mengerti apa artinya bagi kita untuk<br /> menjadi kudus. “Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, kudus” (Imamat 19:2). Ayat ini<br /> tidak mengatakan, “Jadilah Allah sebagaimana Aku ini Allah.” Firman ini tidak berbicara me-<br /> ngenai kemuliaan dan keagungan Tuhan. Bahkan firman itu bukan berkata: “Jadilah benar se-<br /> cara moral sebagaimana Aku benar secara moral.” Kita tidak bisa menjadi kudus dalam taraf<br /> yang sama seperti Allah, tetapi kita bisa menjadi kudus dengan cara yang sama. Sebagaima-<br /> na Allah itu kudus, tersendiri, kita pun harus kudus dan tersendiri. [ . . . ]<br /> Ada tiga langkah untuk menjadi [kudus dan] tersendiri. Pertama adalah sadar akan dosa-<br /> dosa kita. . . .<br /> Langka kedua adalah dilahirkan kembali [Yoh 3:3]. Tidak seorang pun dapat menjadi ter-<br /> sendiri tanpa pengalaman ini.<br /> Langkah ketiga adalah menghasilkan “buah yang sesuai dengan pertobatan” (Matius 3:8),<br /> yang berarti berpaling dari dosa menuju iman [kutipan dari Pola Hidup Kristen, Penerapan Praktis, terj.<br /> (Malang: Gandum Mas, 2002), hlm. 175ff.].<br />- - - NR - - -"IMMANUEL"http://www.blogger.com/profile/09619314580027191534noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-62385425007392209942008-06-22T09:49:00.000+08:002008-06-30T09:50:03.680+08:00U L A N G A N 1 0 : 1 2 – 2 2 (25 Jun 08)U L A N G A N 1 0 : 1 2 – 2 2<br />(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)<br /><br />1. Pengantar<br /> Pembukaan Kitab Ulangan menggambarkan Israel berkemah di dataran Moab, kira-kira em-<br /> pat puluh tahun sesudah peristiwa-peristiwa besar keluaran dan Sinai, di ambang tanah Kana-<br /> an. Dengan demikian kitab ini adalah dokumen “pembaharuan perjanjian” (bnd. Ul 29:1) di<br /> mana pengalaman bangsa ini diceritakan kembali (Ul 1-3) untuk mendorong pengucapan syu-<br /> kur dan kesetiaan yang sepenuh hati (Ul 4-11). Sama dengan “Hukum Kekudusan”, kitab ini<br /> diakhiri dengan berkat-berkat dan kutuk-kutuk (Ul 27-28). Bagian tengahnya, Ul 12-26, berisi<br /> hukum-hukum.<br /> Nama “Ulangan” diambil dari nama Latin kitab ini, Deuteronomium yang berarti ‘hukum<br /> kedua’. Maksudnya bukanlah hukum yang baru, melainkan yang mengulang dan menguatkan<br /> hukum yang lebih dahulu. Banyak hukum-hukum Kitab Perjanjian diulang kembali dalam Kitab<br /> Ulangan dengan perubahan kecil, perluasan dan motivasi tambahan. Kitab Ulangan disebut<br /> pula “hukum yang dikhotbahkan” dan memang itulah yang dikatakan dalam Ulangan 1:5: “Di<br /> seberang sungai Yordan, di tanah Moab, mulailah Musa menguraikan hukum taurat ini” [kutipan<br /> dari Christopher Wright, Hidup Sebagai Umat Allah, terj. (Jakarta: BPK-GM, 1995), hlm. 155].<br /> Perbedaan yang paling mencolok antara Ulangan dengan Keluaran, Imamat dan Bilangan<br /> ialah: Ulangan tidak berupa kisah, melainkan wejangan. Menurut gambaran Kitab Ulangan pa-<br /> da akhir perjalanan umat Israel di gurun, yaitu ketika berada di negeri Moab di perbatasan ne-<br /> geri yang dijanjikan, Musa menyampaikan kepada segenap umat yang sedang berkumpul<br /> wejangan-wejangan terakhir.<br /> Wejangan-wejangan itu (ada tiga, yaitu 1:-4:40; 5:1-11.32 + 26:16-28:68; 29:2-30:20) me-<br /> ngajak dan menasehati umat supaya tetap setia pada perjanjian yang diadakan di gunung Si-<br /> nai dan yang sekarang dibaharui. Kecuali wejangan disajikan pula perintah, hukum dan aturan<br /> yang mejadi syarat perjanjian (12:1-26:15). Hanya bagian terakhir Kitab Ulangan berupa kisah<br /> mengenai akhir hidup Musa [kutipan dari C. Groenen, Pengantar ke Dalam Perjanjian Lama (Yogyakarta:<br /> Kanisius, 2001), hlm. 127f.].<br /><br />2. Eksposisi<br /> Informasi: 10:12-22 Apa yg dituntut Allah dari umatNya Suatu pandangan terakhir ten-<br /> tang sebabnya harus taat kepada TUHAN dan akibat-akibatnya. Bnd Ul 6:5; Mat<br /> 22:37 dan jawaban Mikha terhadap pertanyaan yg diajukan dalam ay 12 (Mi 6:8).<br /> Bagi Musa penyembahan kepada Allah dengan hormat merupakan asas bagi se-<br /> gala ungkapan keagamaan [kutipan dari Tafsiran Alkitab Masa Kini 1, terj. (Jakarta: YKBK/<br /> OMF, 1998), hlm. 320f.].<br /> Ayat 12: Apa yang dimaksud dengan ungkapan “takut akan Tuhan”?<br /> Disamping di sini, Perjanjian Lama sering sekali menggunakan ungkapan ini (a.l. Ayb 28:28;<br /> Ams 1:7, bnd. 9:10; 16:6). “Takut akan Tuhan itu suci” (Mzm 19: 10; Inggris, NIV: pure]. Ini<br /> adalah dampak dari pengenalan orang percaya kepada Allah yang hidup.<br /> Informasi: . . . ketakutan yang kudus adalah pemberian Allah, yang memampukan orang ta-<br /> kut sekaligus menghormati kekuasaan Allah, menaati perintah-perintah-Nya, mem-<br /> benci sambil menjauhkan diri dari semua bentuk kejahatan (Yer 32:40; bnd Kej 22:<br /> 12; Ibr 5:7). Lagipula takut akan Tuhan itu adalah permulaan hikmat (Mzm 111:10),<br /> rahasia kelurusan hati (Ams 8:13), ciri umat yg disenangi Allah (Mzm 147:11), dan<br /> kewajiban setiap orang (Pkh 12:13). Roh takut akan Tuhan adalah salah satu sifat<br /> yg ditanamkan Allah pada Mesias-Nya (Yes 11:2-3).<br /> Dalam PL, agama sejati sering dianggap sama dengan takut akan Tuhan (bnd<br /> Yer 2:19; Mzm 34:10), sebagian besar penyebabnya adalah hukuman sesuai tun-<br /> tutan hukum Taurat. Pada zaman PB ungkapan ‘hidup dalam takut akan Tuhan’ di-<br /> gunakan berkaitan dengan orang Kristen perdana (Kis 9:31). Para warga rumah<br /> sembahyang asal kafir disebut ‘orang-orang yang takut akan Allah’ (Kis 10:2 dst;<br /> bnd Flp 2:12) [kutipan dari Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid II (Jakarta: YKBK/OMF, 1995), hlm.<br /> 438f.].<br /> Ayat 15: Sekalipun Allah menciptakan alam semesta, Ia dan hanya Dialah yg memilih Israel<br /> dari segala bangsa. Tanggapan mereka seharusnya tingkatan penyerahan dan kasih karena<br /> janjiNya yg kuat. Bnd. Rm 2:29 [kutipan dari Tafsiran Alkitab Masa Kini 1, hlm 321].<br /> Informasi: “ . . . tetapi hanya oleh nenek-moyangmulah”. Kata Ibrani yang diterjemahkan de-<br /> ngan “tetapi hanya” dapat diartikan juga “namun demikian”. Pokoknya ada kontras<br /> yang besar sekali antara kuasaNya yang mahabesar dengan perhatianNya kepada<br /> kelompok yang begitu rendah-kecil seperti nenek-moyang Israel [kutipan dari I.J.<br /> Cairns, Tafsiran Alkitab: Kitab Ulangan Pasal 1-11 (Jakarta: BPK-GM, 2003), hlm. 184].<br /> Ayat 16: Bagaimana kita memaknai perintah “sunatlah hatimu”?<br /> “Sunat” merupakan tanda yang menunjuk pada perjanjian (anugerah) antara Allah dan umat-<br /> Nya (Kej 17:9-14). Ungkapan di atas merupakan kiasan yang membantu kita memahami bah-<br /> wa umat hendaklah mengasihi dan mengabdi kepada Allah dari kemurnian hati mereka (10:<br /> 12). Jadinya, sunat di sini bermakna rohani/spiritual --- “this spiritual circumcision required a<br /> decision and action from the people [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Quest Study Bible (Grand<br /> Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), p. 262].<br /> Informasi: “sunatlah hati” disejajarkan dengan “jangan tegar tengkuk”, sehingga artinya mirip<br /> dengan Im 26:41. Itu berarti bahwa “hati yang bersunat” ialah hati yang menyadari<br /> serta menerima anugerah Allah sampai masuk sebagai anggota umatNya, kemudi-<br /> an menghasilkan buah-buah keanggotaannya itu, berupa belas-kasihan seperti<br /> yang diperlihatkan TUHAN sendiri [kutipan dari Cairns, op.cit., hlm. 185].<br /> Ayat 17: [Untuk DISKUSI] Dari pernyataannya di sini, apakah Musa mengakui adanya<br /> allah(-allah) lain? <br /> Informasi: “Allah segala allah”. Istilah ini tidak langsung menyinggung soal politeisme, mela-<br /> inkan termasuk bahasa puitis: artinya “Allah yang mahakuasa” [kutipan dari Cairns, loc.<br /> cit.].<br /> This lofty language is typical of Deuteronomy. This phrase essentially means that<br /> God is God in the most absolute sense. He transcends our understanding, leaving<br /> us in awe of him. Moses was not acknowledging other gods (which are only false<br /> gods). Rather, he was expressing that there is only one true God [kutipan dari Quest<br /> Study bible, loc. cit.].<br /> Ayat 19: Kasihmu kepada orang asing. Tuntutan terhadap Israel untuk mengasihi orang asing<br /> ini tidak ada kesejajarannya dalam perundang-undangan Timur Dekat Purba. Sedangkan orang<br /> Israel diperintahakan supaya menghormati dan takut kepada orang tua mereka, dan supaya<br /> mendengarkan amanat para nabi, mereka diperintahkan juga supaya memasuki suatu hubung-<br /> an kasih sayang dengan orang asing sebagai peringatan kepada kasih Allah selama perbudak-<br /> an di Mesir [kutipan dari Tafsiran Alkitab Masa Kinmi 1, loc. cit.].<br /> Ayat 21: “Dialah pokok puji-pujianmu”. Bnd Yer 17:14; Mzm 109:2. Peristilahan di sini menarik:<br /> memang TUHAN dikenal melalui perbuatanNya yang dahsyat dan yang patut dipuji-puji (ayat<br /> 21b). Namun yang dikagumi ialah bukan perbuatan-perbuatan itu, melainkan TUHAN sendiri,<br /> Sang Pembuat [kutipan dari Cairns, op. cit., hlm. 188].<br /><br />- - - NR - - -"IMMANUEL"http://www.blogger.com/profile/09619314580027191534noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-38502438177068570662008-06-22T09:42:00.001+08:002008-07-01T20:46:03.019+08:00Ulangan 8 : 1 - 20 ( 25 Jun 08 )U L A N G A N 8 : 1 – 2 0<br /><br /><br />Pengarang pasal 8 berusaha memperlengkapi umat TUHAN [yang sedang] berhadap- an dengan dua keadaan yang dapat menggoncangkan iman kepercayaan mereka, yaitu kesusahan dan kemakmuran.<br /><br /><br />I<br />Orang yang berada di dalam kesusahan diundang mengambil pelajaran dari pengalaman bangsanya di bawah bimbingan TUHAN. Setelah mennggalkan negeri Mesir nenek-moyang [mereka] harus melintasi padang gurun yang luas dan gersang, di mana mereka terancam ular-ular ganas dan kalajengking.<br />Waktu tertimpa bahaya dan penderitaan di padang gurun itu, pasti mereka sering ber- tanya-tanya di dalam hati: jikalau TUHAN sungguh mengasihi kami, mengapa Dia mem- biarkan kami bersengsara demikian?<br />Jemaat yang kepadanya mazhab Ulangan mengalamatkan beritanya, dan [bagi] kita juga, dapat memahami sikap bertanya-tanya itu. Maka kepadanya dan kepada kita peng- khotbah dari mazhab Ulangan ini menghadapkan dua pokok penghiburan yaitu: ingatlah keadaan susah di mana TUHAN mula-mula mendapatkan kamu; ingatlah akan tujuan ke mana TUHAN membimbing kamu. Nenek-moyang tergoda memberontak berhadapan dengan kesusahan yang mereka alami di padang gurun, justru karena mereka belum sempat melihat warisan indah yang TUHAN sediakan untuk mereka di negeri yang dituju. Sekiranya mereka sadar akan masa depan yang gemilang itu, pastilah mereka menghadapi segala kesulitan dengan girang. Demikianlah kita juga, bukan? Namun sering terjadi bahwa TUHAN merasa perlu kita berjalan secara buta supaya kesungguhan iman kita diuji, dan rasa ketergantungan kita kepada TUHAN dipertebal. Di pihak lain, nenek-moyang diingatkan kepada keadaan buruk yang dari mana TUHAN telah melolos- kan mereka. Kesusahan berat yang sedang dihadapi, memang kembali kepada poporsi yang wajar bila dikontraskan dengan keadaan kita, sekiranya TUHAN tidak pernah turun tangan untuk membimbing kita (ay 14).<br />Selain ingatan akan pertolongan TUHAN pada masa lampau dan keyakinan tentang maksud baik atas diri kita yang akan dicapai TUHAN nanti, ada juga faktor ketiga yang memberi penghiburan di tengah-tengah kesusahan. Yang dimaksud dengan faktor ketiga ini, ialah tanda-tanda perhatian yang TUHAN perlihatkan justru selama kesusahan itu<br />sendiri berlangsung. Nenek-moyang yang menderita kelaparan di tengah perjalanan mela- lui padang gurun itu, menemukan suatu jenis makanan yang begitu luar biasa, sehingga<br />tidak dapat disangkal merupakan persediaan TUHAN yang khusus (ay 3). Begitu pula dalam mengalami kehausan (ay 15) dan kekurangan sandang (ay 4), mereka merasa adanya tangan yang turun kepada mereka, yang tidak dapat disangkal adalah tangan TUHAN. Tidakkah demikian dalam pengalaman hidup kita pula? Biar betapapun sulitnya keadaan yang kita hadapi, namun selalu ada-ada saja tanda-tanda penyertaan dan belas-kasihan TUHAN.<br />Pada tiap-tiap tahap selama hidup kita, kita perlu membaharui iman kepercayaan serta pengandalan diri kepada TUHAN, dengan berpegang teguh kepada keyakinan bahwa tiap-tiap pengalaman pahit yang TUHAN izinkan untuk kita, dimaksudkanNya supaya “berbuat baik kepada kita akhirnya” (ay 16).<br /><br /><br /><br /><br />II<br />Faktor kedua yang dapat menggoncangkan iman kepercayaan kita ialah kemakmuran. Kadangkala sifat bersandar kepada TUHAN diejek di dunia modern, dengan alasan bahwa iman menjadi pelarian orang lemah. Orang dinamis katanya akan berani berusaha sendiri, serta memikul tanggung jawab atas sukses dan kegagalannya sendiri.<br />Pengkhotbah yang berbicara dalam pasal 8 ini memang berharap supaya orang ber- iman tampil sebagai manusia yang giat berusaha. Dia menguatkan kesan bahwa iman kepada TUHAN tidak melumpuhkan, melainkan justru membangkitkan semangat dan dinamika hidup. Hanya saja, hendaklah orang yang mencapai kemakmuran itu menyadari dengan penuh kerendahan hati bahwa semangat, kesehatan badan, dan kecerdasan akal yang melandasi suksesnya itu, adalah semuanya karunia TUHAN juga.<br />Bila kita tergoda untuk membanggakan keberhasilan atau kekayaan kita, hendaklah kita selalu mengingat bahwa kita berdiri melulu atas dasar anugerah TUHAN. Anugerah itu dicurahkan atas kita dengan sebebas-bebasnya, asal kita sendiri tidak menghalang-halanginya. Kita memang menghalangi anugerah TUHAN bila dalam keputus-asaan kita berpaling daripadaNya, atau bila dalam kesombongan hati kita merasa diri serba sanggup, sehingga tidak memerlukan Dia lagi.<br />Sekali lagi masalahnya kembali kepada soal ketaatan: lakukanlah segenap perintah- Nya dengan setia, maka kesejahteraanmu akhirnya terjamin.<br /><br /><br />Kutipan dari:<br />I.J. Cairns, Tafsiran Alkitab: Kitab Ulangan Pasal 1-11 (Jakarta: BPK-GM, 2003), hlm. 155ff.<br /><br /><br />- - - NR - - -"IMMANUEL"http://www.blogger.com/profile/09619314580027191534noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-60149818128567936782008-06-06T21:48:00.000+08:002008-06-06T21:50:53.926+08:00Rm 2 : 2 5 – 2 9(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas) <br /><br />1. Pengantar<br /><br />Bagi orang Yahudi, pastilah kata-kata Paulus dalam bagian ini [2:17-29] menjadi suatu pengalaman yang menghancurkan hati. Ia yakin, bahwa Allah memilih dan mengasihinya hanya karena ia adalah keturunan Abraham dan karena ia membawa meterai sunat. Tetapi, Paulus memperkenalkan suatu pendapat yang lain, yang nanti ia terus-menerus akan ulang kembali. Keyahudian, ia menegaskan, bukan masalah rasial sama sekali; bahkan tidak ada hubungannya dengan sunat. Karena itu masalah tingkah laku.Jika demikian halnya, banyak orang Yahudi yang benar-benar keturunan Abraham dan bersunat, pastilah tak dapat disebut Yahudi; dan sebaliknya, banyak orang bukan Yahudi yang tidak pernah mendengar tentang Abraham dan yang tidak pernah memikirkan untuk bersunat, adalah Yahudi yang sebenarnya dalam pengertian ini. Tentu saja, kata-kata Paulus ini bagi orang-orang Yahudi, merupakan ajaran sesat yang akan membangkitkan luapan kemarahan mereka [kutipan dari William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Roma, terj. ( Jakarta : BPK-GM, 2001), hlm. 75f.]. Informasi: Dalam pasal 1:18-32 Paulus tidak menyatakan secara langsung bahwa mereka yang dibicarakannya adalah orang bukan Yahudi. Demikian juga sampai di sini ia belum menyatakan secara langsung bahwa ia membicarakan orang Yahudi. Teta- pi sekarang ia berkata jika kamu menyebut dirimu orang Yahudi . . . . [ayat 17]. Apa yang dikatakannya dalam bagian ini [2:17-24] dapat juga diterapkan pada semua orang yang dengan setia memeluk agama yang mempunyai standar etis yang tinggi. Hal-hal ini berlaku bagi pemeluk agama lainnya, dan juga bagi orang yang memeluk agama Kristen hanya sebagai standar etis semata-mata. Semua- nya di dalam aion [masa] lama, dan semuanya layak dimurkai [kutipan dari Dave Hagelberg, Tafsiran Roma dari Bahasa Yunani ( Bandung : KH, 2000), hlm. 49f.]. <br /><br />2. Eksposisi <br /><br />2:25 Sama seperti pengertian akan hukum Taurat dihargai dalam pasal 2:17-20, demikian juga sunat dihargai di sini, dan persyaratan yang sama masih berlaku: ketaatan. Dalam tulisan-tulisan Yahudi pada zaman itu ada ajaran yang berkata bahwa sunat dapat menyela- matkan orang dari neraka. . . . Kata pelanggar dipakai juga dalam Yakobus 2:9, di mana orang yang berdosa disebut “pelanggar” hukum Taurat. Dalam ayat ini Paulus menegaskan bahwa bagi pelanggar hukum Taurat, sunat mereka sudah menjadi tidak bersunat. Di sini ia berbicara keras, karena justru istilah tidak bersunat dipakai untuk menceritakan orang bukan Yahudi! Dengan kata lain, ia berkata, “Kalau kamu yang bersunat berdosa, maka kamu menjadi bukan Yahudi!” Rasul Paulus dapat mengatakan ini karena arti yang sesungguhnya dari sunat adalah “penanggalan akan tubuh yang berdosa” (Kol 2:11) [kutipan dari Ibid.]. Informasi: We may perhaps express Paul’s double assertion in terms of two simple equations. Circumcision minus equals uncircumcision, while uncircumcision plus obedience equals circumcision [kutipan dari John R.W. Stott, The Message of Romans (Leicester, England, IVP, 1994), p. 93]. 2:26 Sebaliknya seandainya ada orang bukan Yahudi yang menaati hukum Taurat, maka ia sudah mempunyai “sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa” (Kol 2:11). Istilah memperhatikan dapat berarti “menjaga” atau “melindungi” orang, tetapi kalau objek kata ini adalah hukum atau peraturan seperti ayat ini, maka kata ini berarti “menaati”. [ . . . ] . . . Penulis tidak memberi kesan bahwa sungguh ada orang seperti itu, dari golong- an tak bersunat yang memperhatikan tuntutan-tuntutan hukum Taurat; dan ia juga tidak memberi kesan bahwa tidak ada orang yang demikian. Dengan kata lain, ini suatu pengan- daian yang netral. 2:27 Mengingat kesombongan orang Yahudi yang selalu siap menghakimi orang bukan Yahudi (2:1), pernyataan [dalam ayat] ini sangat menusuk; pernyataan ini keras sekali. “Bu- kan kamu yang boleh menghakimi mereka, tetapi justru mereka[lah] yang akan menghakimi kamu! (asalkan ada di antara mereka yang melakukan hukum Taurat!) [kutipan dari Hagelberg, op.cit.]. Informasi: ‘Condemn’ [LAI: menghakimi] in 27 does not mean that the judgment will be carried out by the good Gentiles but that at God’s judgment they will show up the errant Jews (cf. Mt. 12:41f.) [kutipan dari Peake’s Commentary on the Bible ( London : Nelson, 1972), p. 943]. The consequence Paul infers from this will have been profoundly shocking to Jewish people. In contrast to their traditional picture of themselves sitting in judg- ment on the uncircumcised pagans (cf. 2:1-3), the roles will be reversed . . . The ultimate sign, the bona fide evidence, of membership of the covenant of God is neither circumcision nor possession of the law, but the obedience which both circumcision and the law demand. Their circumcision did not make them what their obedience proved they were not. This is not salvation by obedience, but obedience as the evidence of salvation. The corollary is that Jews are just as much exposed to the judgment of God as Gentiles [kutipan dari Stott, op. cit.]. 2:28 Sudah dijelaskan (dalam 2:25-27) bahwa suatu upacara lahiriah yang tidak disertai ketaatan (seperti sunat) tidak memiliki arti, karena kenyataan batin adalah intisari dari agama sejati. Kalau begitu, maka Rasul Paulus dapat berkata bahwa sunat yang tidak disertai de- ngan ketaatan pada hukum Taurat sudah menjadi bukan sunat [lagi], dan orang Yahudi yang tidak taat dapat dikatakan bukan Yahudi [lagi]. Upacara hanya dapat memiliki nilai kalau upa- cara tersebut disertai dengan keadaan batin yang benar. Pentingnya keadaan hati bukan suatu tema yang baru bagi Rasul Paulus. Hal ini su- dah ditegaskan dalam Perjanjian Lama [Ul 10:16; 30:6; Yer 4:4; Yeh 44:9) [kutipan dari Hagelberg, op. cit.] <br /><br />Informasi: <br /><br />Pengertian dari bagian ini ialah, bahwa janji Allah bukan ditujukan bagi orang-orang dari ras tertentu dan bagi orang yang mempunyai tanda tertentu pada tubuhnya saja. Janji Allah adalah bagi mereka yang hidup dengan cara hidup ter- tentu, terlepas dari sangkut pautnya dengan kesukuannya. Orang Yahudi yang se- jati bukanlah masalah keturunaan, melainkan masalah watak; oleh sebab itu, se- ringkali orang yang secara rasial bukan Yahudi, mungkin lebih bersifat [justru] Yahudi daripada orang Yahudi sendiri [kutipan dari Barclay, op. cit., hlm. 76]. 2:29 Ayat terakhir . . . ini berisi suatu permainan kata-kata yang tak dapat diterjemahkan secara utuh. . . . Kata Yunani untuk “pujian”, ialah epainos. Apabila kita kembali pada Per- janjian Lama (Kej 29:35; 49:8), kita akan menemukan bahwa arti yang asli dan tradisional dari kata “Yehuda” juga “pujian” (epainos). Oleh karena itu ungkapan ini mempunyai dua arti. (a) Berarti, pujian bagi seseorang datangnya bukan dari manusia melainkan dari Allah. (b) Berarti, keyahudian bagi seseorang datangnya bukan dari manusia melainkan dari Allah [kuipan dari Ibid.]. Informasi: What Paul looks for is something more than this, however, namely ‘a circumcision of the heart that completely replaces the physical rite and does not merely complement it’. It will also be the Spirit, not by the written code (29b). That is, it will be an inward work of the Holy Spirit, such as the law as an external written code could never effect. This contrast between gramma (letter or code) and pneuma (the Spirit) sums up for Paul the difference between the old covenant (an external law) and the new (the gift of the Spirit) [kutipan dari Stott, op. cit., p. 94]. <br /><br />3. Excursus <br /><br />Old Testament circumcision was not simply a badge of ethnic identity; like New Testament baptism it signified and sealed the removal of sin’s defilement and the imputation of the righteousness of faith, having as its basic import union with God. This is not simply a Pauline perception (see Rom. 4:11) being read back into the Old Testament. Already in Old Testament times the import of the rite began to be transferred metaphorically into the spiritual realm, and it came to be understood as conveying symbolically the removal of sin’s defilement through salvation (Exod. 6:13, 30; Lev. 19:23; 26:41; Deut. 10:16; Jer. 4:4; 6:10; 9:25-26; . . .) [kutipan dari Robert L. Reymond, A New Systematic Theology of the Christian Faith ( Nashville , Tenn. : Thomas Nelson, 1988), p. 937]. Bagaimanakah bisa terjadi bahwa Paulus yang dahulu begitu menekuni hukum Taurat, kini mengganti kesetiannya pada Taurat dengan pengandalan pada Kristus? Perubahan yang mendalam ini pasti dimulai pada saat ia mendengar dari mulut Yesus yang telah bangkit per- kataan-Nya “Akulah Yesus yang engkau aniaya” (Kis 9:5 BIS). Mengapa pengalaman dalam perjalanannya ke Damsyik ini demikian menimpa Paulus sehingga seluruh pandangan hidup- nya dijungkir-balikkan? Semata-mata karena Yesus menampakkan diri kepada Paulus seba- gai yang hidup kembali, karena itu berarti bahwa Ia dibenarkan Allah. Sebelum pengalaman ini Paulus beranggapan bahwa gejala serupa itu mustahuil terjadi, karena justru Taurat me- nyatakan: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib” (Gal 3:13)! Bukan hanya itu, tetapi juga seluruh cara hidup Yesus (sebagai sahabat orang berdosa) menimbulkan heboh bagi setiap orang yang setia pada Taurat. Pada hal orang itulah yang Allah benarkan dengan membangkitkan-Nya dari antara orang mati. Dengandemikian, Paulus menginsafi bahwa ke- rajinannya dalam memelihara hukum Taurat-lah yang menutup matanya terhadap penyataan Allah. Hukum Taurat bertindak sebagai tabir yang menutupi wajah utusan Allah (2 Kor 3:14- 16). Selain itu, Paulus menjadi sadar akan kekhilafannya dalam hal menaniaya pengikut- pengikut Yesus. Tadinya ia yakin bahwa atas nama hukum Taurat mereka harus dianiaya karena mereka sedang memberitakan Mesias yang palsu. Lagi pula mereka tidak layak menerima utusan Allah karena kurang tekun dalam memelihara hukum Taurat. Umum mengetahui bahwa dalam perjalanan Yesus mereka sering melanggar Taurat. Tetapi kini Yesus menampakkan diri kepada Paulus serta mengatakan: “Akulah Yesus yang engkau aniaya”. Artinya, ‘dengan menindas para pengikut-Ku engkau sedang menganiaya Aku yang telah diutus dan dibenarkan Allah’. Jadi bukan hanya Yesus tetapi pengikut-pengikut-Nya juga dibenarkan. Sekarang kita mempunyai jawaban pada soal mengapa secara begitu mendadak Taurat dalam pemikiran Paulus digeser dan diganti dengan pribadi Yesus. Mesiasnya Allah dinyata- kan terlebih dahulu kepada kalangan yang tidak setia pada Taurat dan Ia pun disalibkan. Ma- ka Paulus berani menarik kesimpulan bahwa hukum Taurat tak dapat diandalkan lagi melain- kan telah diganti dengan Ia-yang-disalibkan. Wewenang yang dahulu melekat pada Taurat, kini dianmbilalih oleh Kristus. Ternyatalah, bagi Paulus kematian Kristus (dan pasti harus ditambahkan kebangkitan Kristus pula) merupakan garis batas antara dua zaman [aion] [ku- tipan dari Verne H. Fletcher, Lihatlah Sang Manusia! (Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1990), hlm. 168f.]. <br /><br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-82371350002037159902008-06-06T21:44:00.004+08:002008-06-06T21:47:46.165+08:00Kis 14:8-20(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)<br /><br />1. Pengantar<br /><br />Di kalangan penduduk Listra dikenal sebuah legenda, yang menjadi penyebab terjadinya pe- ristiwa yang dialami Paulus dan Barnabas, seperti yang dilaporkan dalam bacaan kita sekarang ini. Dua dewa yang dipuja orang-orang Yunani, Zeus (ketua para dewa) dan Hermes (juru bi- cara Zeus), dikisahkan pernah mengunjungi kota Listra. Menyamar sebagai musyafir biasa, dengan berpakaian lusuh dan berdebu, kedua dewa tadi menelusuri jalan-jalan di Listra sambil meminta sedekah. Akhirnya sepasang suami-isteri lanjut usia menjamu dan menampung mere- ka mereka. Sebagai tanda ucapan terima kasih, Zeus sempat mengabulkan suatu keinginan dari pasangan tadi. Tidak lama kemudian, demikian legenda tersebut, negeri itu ditimpa oleh banjir hebat, yang menyebabkan semua orang mati, kecuali kedua orang pasutri tadi. Gubug mereka kemudian menjelma menjadi sebuah gedung pemujaan yang indah. Kedua orang pasutri tersebut kelak berubah menjadi dua pohon besar. Lalu ketika Paulus, yang dianggap sebagai “juru bicara”, dan Barnabas, yang kebetulan berperawakan tinggi dengan tubuh yang kelihatan kokoh, melakukan mujizat, maka orang- orang di Listra berkesimpulan bahwa Zeus dan Hermes telah datang lagi [Sumber: Quest Study Bible ( Grand Rapids , Mich. : Zondervan, 2003), p. 1585]. Informasi: In the earlier part of the twentieth century the evidence of epigraphy has effective- ly supplemented that of classical legend. Of two inscriptions from Sedasa, near Lystra, dating from the middle of the third century, and discovered by W.M. Calder, one records the dedication to Zeus of a statue of Hermes by men with Lycaonian names; the other mentions “priests of Zeus.” [kutipan dari F.F. Bruce, The Book of the Acts, rev. ed. (Grand Rapids, Mich.: W.B. Eerdmans, 1988), pp. 274f.]. <br /><br />2. Eksposisi <br /><br />[Sumber utama: H. van den Brink, Tafsiran Alkitab: Kisah Para Rasul ( Jakarta : BPK-GM, t.t.), hlm. 292f.). [Ayat 8-10] Peristiwa yang diceritakan kepada kita di sini mengingatkan kita pada Kis 3:8. De- ngan panjang lebar digambarkan betapa tidak berdayanya laki-laki ini. Di sini Allah hendak mem- perlengkapi pemberitaan Paulus dengan suatu bukti kenyataan mujizat kesembuhan. Tetapi Allah juga tidak membuatnya di luar jalur percaya. Roh Allah membangkitkan kerinduan, pengharapan dan iman di dalam hati insan yang malang ini. Mujizat yang dilakukan Paulus memberitakan Yesus Kristus sebagai Penyelamat tubuh dan jiwa. Roh Allah meyakinkan Paulus bahwa pria tersebut pasti akan percaya akan kuat kuasa penyembuhan dari Yesus Kristus. Informasi: Keadaan yang parah dan malang dari orang lumpuh ini tersirat dalam informasi yang terperinci mengenai keadaannya: “lemah kakinya, lumpuh sejak lahirnya dan belum pernah dapat berjalan” --- “[which describe] the genuine and apparently in- curable nature and the man’s disability” [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Bruce, op.cit.]. [Ayat 11-13] Kata-kata yang diucapkan Paulus dan mujizat yang dihasilkannya tentulah menarik perhatian orang banyak. Dengan gaya khas dari Lukas, kita diberi informasi bagaimana reaksi orang banyak itu, walapun diungkapkan dalam bahasa daerah mereka. Karena tidak mengerti bahasa me- reka, Paulus dan Barnabas pada mulanya tidak mengerti apa yang diributkan orang-orang itu. Dengan latar belakang legenda yang telah dipaparkan di muka, maka orang-orang itu berpenda- pat bahwa mereka patut menyampaikan persembahan besar-besaran kepada para dewa itu. Ini juga merupakan upaya agar malapetaka yang dulu terjadi, tidak terulang lagi. Informasi: [“dalam bahasa Likaonia”, ay. 11]. Kebanyakan penduduk di daerah ini mampu berbicara dalam dua bahasa, Yunani dan bahasa daerah mereka, yakni bahasa Likaonia. Mereka bisa memahami apa yang dikatakan Paulus dalam bahasa Yuna- ni. Tetapi ketika mereka berteriak-teriak, mereka secara otomatis berbicara dalam bahasa daerah mereka. “It is not suggested that Paul understood what they said, but their actions spoke clearly enough” [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari The Inter- preter’s Bible, Vol. IX ( Nashville , Tenn. : Abingdon, 1954), p. 188]. [Ayat 14-18] Dapat dibayangkan betapa telah terjadi salah paham yang besar. Bagi Paulus dan Barnabas apa yang telah terjadi sungguh-sungguh merisaukan hati mereka. Dalam cara khas Yahudi, mereka merobek pakaiannya. Informasi: There is evidence from rabbinical literature that this gesture [i.e. “tore their garments”], like that of “shaking the dust” (13:51 . . .) was “the prescribed reaction against blasphemy”. Persembahan demikian itu mestinya dihaturkan kepada Allah dan bukan kepada manusia biasa [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Ibid., p. 189]. Sesudah itu kita disuguhkan dengan sebuah pidato pendek, bukan khotbah. Patokan-patokan dari Kitab Suci (Perjanjian Lama) tentulah tak akan dipahami orang banyak itu. Kepada orang banyak itu diberi penjelasan bahwa mereka berdua (Paulus dan Barnabas) adalah orang-orang biasa saja. Mereka berdua ke kota itu, justru karena mereka ingin menyampaikan suatu pesan atau berita yang luar biasa. Informasi: . . . in vv. 15-17 a very brief but significant speech summary, the first of its kind, addressed by Paul to a purely Gentile audience. . . . the subjects treated included creation or natural theology, the endured ignorance of pagans, the first broaching by Paul of the subject of good news for Gentiles. [ . . . ] The speech begins with a question --- why are you doing this? It continues with an affirmation, “we are only human like you.” . . On the positive side, Gentiles were a natural audience for those who wished to preach about God appearing to human beings in the form of the man Jesus and offering help or salvation. . . . The message the apostles brought was to be seen as good news, delivering the audience from vain or worthless things . . . and into the hands of a living God [kutip- an dari Ben Witherington III, The Acts of the Apostles, a Socio-Rhetorical Commentary (Grand Rapids, Mich. : W.B. Eerdmans, 1998), pp. 425f.]. Ayat 18 memberi kesan bahwa orang-orang itu, betapa degil sekalipun, namun tidak meneruskan upacara persembahan korban kepada para dewa itu. [Ayat 19] Tercermin betapa besarnya kebencian orang Yahudi kepada Paulus. Juga tersirat keke- cewaan orang-orang Listra, karena niat “murni” mereka tak terwujud. Jadinya Paulus, yang barusan saja dianggap dewa, harus menderita demi Injil. Kelak Paulus mengenang kembali peristiwa pahit ini --- “satu kali aku dilempari batu” (2 Kor 11:25). [Ayat 20] Tersirat adanya unsur mujizat yang terjadi atas Paulus, ketika para murid berdiri mengelilingi dia. <br /><br />3. Excursus <br /><br />This passage is specially interesting because it gives us Paul’s approach to those who were completely heathen and without any Jewish backround to which he could appeal. With such people he started from nature to get to the God who was behind it all. He started from the here and now to get to the there and then. We do well to remember that the world is the garment of the living God. It is told that once, as they sailed in the Mediterranean , Napoleon’s suite were discussing God. In the talk they eliminated him altogether. Napoleon had been silent but now he lifted his hand and pointed to the sea and sky, “Gentlemen,” he said, who made all this?” [kutipan dari William Barclay, The Daily Study Bible, the Acts ( Edinburgh : the Saint Andrew, 1989), p. 109]. (NR) R O M A 2 : 2 5 – 2 9 (Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas) 1. Pengantar Bagi orang Yahudi, pastilah kata-kata Paulus dalam bagian ini [2:17-29] menjadi suatu pengalaman yang menghancurkan hati. Ia yakin, bahwa Allah memilih dan mengasihinya hanya karena ia adalah keturunan Abraham dan karena ia membawa meterai sunat. Tetapi, Paulus memperkenalkan suatu pendapat yang lain, yang nanti ia terus-menerus akan ulang kembali. Keyahudian, ia menegaskan, bukan masalah rasial sama sekali; bahkan tidak ada hubungannya dengan sunat. Karena itu masalah tingkah laku.Jika demikian halnya, banyak orang Yahudi yang benar-benar keturunan Abraham dan bersunat, pastilah tak dapat disebut Yahudi; dan sebaliknya, banyak orang bukan Yahudi yang tidak pernah mendengar tentang Abraham dan yang tidak pernah memikirkan untuk bersunat, adalah Yahudi yang sebenarnya dalam pengertian ini. Tentu saja, kata-kata Paulus ini bagi orang-orang Yahudi, merupakan ajaran sesat yang akan membangkitkan luapan kemarahan mereka [kutipan dari William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Roma, terj. ( Jakarta : BPK-GM, 2001), hlm. 75f.]. Informasi: Dalam pasal 1:18-32 Paulus tidak menyatakan secara langsung bahwa mereka yang dibicarakannya adalah orang bukan Yahudi. Demikian juga sampai di sini ia belum menyatakan secara langsung bahwa ia membicarakan orang Yahudi. Teta- pi sekarang ia berkata jika kamu menyebut dirimu orang Yahudi . . . . [ayat 17]. Apa yang dikatakannya dalam bagian ini [2:17-24] dapat juga diterapkan pada semua orang yang dengan setia memeluk agama yang mempunyai standar etis yang tinggi. Hal-hal ini berlaku bagi pemeluk agama lainnya, dan juga bagi orang yang memeluk agama Kristen hanya sebagai standar etis semata-mata. Semua- nya di dalam aion [masa] lama, dan semuanya layak dimurkai [kutipan dari Dave Hagelberg, Tafsiran Roma dari Bahasa Yunani ( Bandung : KH, 2000), hlm. 49f.]. 2. Eksposisi 2:25 Sama seperti pengertian akan hukum Taurat dihargai dalam pasal 2:17-20, demikian juga sunat dihargai di sini, dan persyaratan yang sama masih berlaku: ketaatan. Dalam tulisan-tulisan Yahudi pada zaman itu ada ajaran yang berkata bahwa sunat dapat menyela- matkan orang dari neraka. . . . Kata pelanggar dipakai juga dalam Yakobus 2:9, di mana orang yang berdosa disebut “pelanggar” hukum Taurat. Dalam ayat ini Paulus menegaskan bahwa bagi pelanggar hukum Taurat, sunat mereka sudah menjadi tidak bersunat. Di sini ia berbicara keras, karena justru istilah tidak bersunat dipakai untuk menceritakan orang bukan Yahudi! Dengan kata lain, ia berkata, “Kalau kamu yang bersunat berdosa, maka kamu menjadi bukan Yahudi!” Rasul Paulus dapat mengatakan ini karena arti yang sesungguhnya dari sunat adalah “penanggalan akan tubuh yang berdosa” (Kol 2:11) [kutipan dari Ibid.]. Informasi: We may perhaps express Paul’s double assertion in terms of two simple equations. Circumcision minus equals uncircumcision, while uncircumcision plus obedience equals circumcision [kutipan dari John R.W. Stott, The Message of Romans (Leicester, England, IVP, 1994), p. 93]. 2:26 Sebaliknya seandainya ada orang bukan Yahudi yang menaati hukum Taurat, maka ia sudah mempunyai “sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa” (Kol 2:11). Istilah memperhatikan dapat berarti “menjaga” atau “melindungi” orang, tetapi kalau objek kata ini adalah hukum atau peraturan seperti ayat ini, maka kata ini berarti “menaati”. [ . . . ] . . . Penulis tidak memberi kesan bahwa sungguh ada orang seperti itu, dari golong- an tak bersunat yang memperhatikan tuntutan-tuntutan hukum Taurat; dan ia juga tidak memberi kesan bahwa tidak ada orang yang demikian. Dengan kata lain, ini suatu pengan- daian yang netral. 2:27 Mengingat kesombongan orang Yahudi yang selalu siap menghakimi orang bukan Yahudi (2:1), pernyataan [dalam ayat] ini sangat menusuk; pernyataan ini keras sekali. “Bu- kan kamu yang boleh menghakimi mereka, tetapi justru mereka[lah] yang akan menghakimi kamu! (asalkan ada di antara mereka yang melakukan hukum Taurat!) [kutipan dari Hagelberg, op.cit.]. Informasi: ‘Condemn’ [LAI: menghakimi] in 27 does not mean that the judgment will be carried out by the good Gentiles but that at God’s judgment they will show up the errant Jews (cf. Mt. 12:41f.) [kutipan dari Peake’s Commentary on the Bible ( London : Nelson, 1972), p. 943]. The consequence Paul infers from this will have been profoundly shocking to Jewish people. In contrast to their traditional picture of themselves sitting in judg- ment on the uncircumcised pagans (cf. 2:1-3), the roles will be reversed . . . The ultimate sign, the bona fide evidence, of membership of the covenant of God is neither circumcision nor possession of the law, but the obedience which both circumcision and the law demand. Their circumcision did not make them what their obedience proved they were not. This is not salvation by obedience, but obedience as the evidence of salvation. The corollary is that Jews are just as much exposed to the judgment of God as Gentiles [kutipan dari Stott, op. cit.]. 2:28 Sudah dijelaskan (dalam 2:25-27) bahwa suatu upacara lahiriah yang tidak disertai ketaatan (seperti sunat) tidak memiliki arti, karena kenyataan batin adalah intisari dari agama sejati. Kalau begitu, maka Rasul Paulus dapat berkata bahwa sunat yang tidak disertai de- ngan ketaatan pada hukum Taurat sudah menjadi bukan sunat [lagi], dan orang Yahudi yang tidak taat dapat dikatakan bukan Yahudi [lagi]. Upacara hanya dapat memiliki nilai kalau upa- cara tersebut disertai dengan keadaan batin yang benar. Pentingnya keadaan hati bukan suatu tema yang baru bagi Rasul Paulus. Hal ini su- dah ditegaskan dalam Perjanjian Lama [Ul 10:16; 30:6; Yer 4:4; Yeh 44:9) [kutipan dari Hagelberg, op. cit.] Informasi: Pengertian dari bagian ini ialah, bahwa janji Allah bukan ditujukan bagi orang-orang dari ras tertentu dan bagi orang yang mempunyai tanda tertentu pada tubuhnya saja. Janji Allah adalah bagi mereka yang hidup dengan cara hidup ter- tentu, terlepas dari sangkut pautnya dengan kesukuannya. Orang Yahudi yang se- jati bukanlah masalah keturunaan, melainkan masalah watak; oleh sebab itu, se- ringkali orang yang secara rasial bukan Yahudi, mungkin lebih bersifat [justru] Yahudi daripada orang Yahudi sendiri [kutipan dari Barclay, op. cit., hlm. 76]. 2:29 Ayat terakhir . . . ini berisi suatu permainan kata-kata yang tak dapat diterjemahkan secara utuh. . . . Kata Yunani untuk “pujian”, ialah epainos. Apabila kita kembali pada Per- janjian Lama (Kej 29:35; 49:8), kita akan menemukan bahwa arti yang asli dan tradisional dari kata “Yehuda” juga “pujian” (epainos). Oleh karena itu ungkapan ini mempunyai dua arti. (a) Berarti, pujian bagi seseorang datangnya bukan dari manusia melainkan dari Allah. (b) Berarti, keyahudian bagi seseorang datangnya bukan dari manusia melainkan dari Allah [kuipan dari Ibid.]. Informasi: What Paul looks for is something more than this, however, namely ‘a circumcision of the heart that completely replaces the physical rite and does not merely complement it’. It will also be the Spirit, not by the written code (29b). That is, it will be an inward work of the Holy Spirit, such as the law as an external written code could never effect. This contrast between gramma (letter or code) and pneuma (the Spirit) sums up for Paul the difference between the old covenant (an external law) and the new (the gift of the Spirit) [kutipan dari Stott, op. cit., p. 94]. 3. Excursus Old Testament circumcision was not simply a badge of ethnic identity; like New Testament baptism it signified and sealed the removal of sin’s defilement and the imputation of the righteousness of faith, having as its basic import union with God. This is not simply a Pauline perception (see Rom. 4:11) being read back into the Old Testament. Already in Old Testament times the import of the rite began to be transferred metaphorically into the spiritual realm, and it came to be understood as conveying symbolically the removal of sin’s defilement through salvation (Exod. 6:13, 30; Lev. 19:23; 26:41; Deut. 10:16; Jer. 4:4; 6:10; 9:25-26; . . .) [kutipan dari Robert L. Reymond, A New Systematic Theology of the Christian Faith ( Nashville , Tenn. : Thomas Nelson, 1988), p. 937]. Bagaimanakah bisa terjadi bahwa Paulus yang dahulu begitu menekuni hukum Taurat, kini mengganti kesetiannya pada Taurat dengan pengandalan pada Kristus? Perubahan yang mendalam ini pasti dimulai pada saat ia mendengar dari mulut Yesus yang telah bangkit per- kataan-Nya “Akulah Yesus yang engkau aniaya” (Kis 9:5 BIS). Mengapa pengalaman dalam perjalanannya ke Damsyik ini demikian menimpa Paulus sehingga seluruh pandangan hidup- nya dijungkir-balikkan? Semata-mata karena Yesus menampakkan diri kepada Paulus seba- gai yang hidup kembali, karena itu berarti bahwa Ia dibenarkan Allah. Sebelum pengalaman ini Paulus beranggapan bahwa gejala serupa itu mustahuil terjadi, karena justru Taurat me- nyatakan: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib” (Gal 3:13)! Bukan hanya itu, tetapi juga seluruh cara hidup Yesus (sebagai sahabat orang berdosa) menimbulkan heboh bagi setiap orang yang setia pada Taurat. Pada hal orang itulah yang Allah benarkan dengan membangkitkan-Nya dari antara orang mati. Dengandemikian, Paulus menginsafi bahwa ke- rajinannya dalam memelihara hukum Taurat-lah yang menutup matanya terhadap penyataan Allah. Hukum Taurat bertindak sebagai tabir yang menutupi wajah utusan Allah (2 Kor 3:14- 16). Selain itu, Paulus menjadi sadar akan kekhilafannya dalam hal menaniaya pengikut- pengikut Yesus. Tadinya ia yakin bahwa atas nama hukum Taurat mereka harus dianiaya karena mereka sedang memberitakan Mesias yang palsu. Lagi pula mereka tidak layak menerima utusan Allah karena kurang tekun dalam memelihara hukum Taurat. Umum mengetahui bahwa dalam perjalanan Yesus mereka sering melanggar Taurat. Tetapi kini Yesus menampakkan diri kepada Paulus serta mengatakan: “Akulah Yesus yang engkau aniaya”. Artinya, ‘dengan menindas para pengikut-Ku engkau sedang menganiaya Aku yang telah diutus dan dibenarkan Allah’. Jadi bukan hanya Yesus tetapi pengikut-pengikut-Nya juga dibenarkan. Sekarang kita mempunyai jawaban pada soal mengapa secara begitu mendadak Taurat dalam pemikiran Paulus digeser dan diganti dengan pribadi Yesus. Mesiasnya Allah dinyata- kan terlebih dahulu kepada kalangan yang tidak setia pada Taurat dan Ia pun disalibkan. Ma- ka Paulus berani menarik kesimpulan bahwa hukum Taurat tak dapat diandalkan lagi melain- kan telah diganti dengan Ia-yang-disalibkan. Wewenang yang dahulu melekat pada Taurat, kini dianmbilalih oleh Kristus. Ternyatalah, bagi Paulus kematian Kristus (dan pasti harus ditambahkan kebangkitan Kristus pula) merupakan garis batas antara dua zaman [aion] [ku- tipan dari Verne H. Fletcher, Lihatlah Sang Manusia! (Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1990), hlm. 168f.]. <br /><br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-66466243836238379562008-06-02T06:08:00.000+08:002008-06-02T06:10:32.290+08:00Kis 10:1-48= PENCURAHAN ROH DI KAISAREA =<br />(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)<br /><br />1. Pertanyaan pertama yang perlu dimunculkan ialah mengapa Petrus yang diutus Tuhan ke <br /> Kaisarea? Bukankah di sana sudah ada Filipus (8:5) yang sudah lebih duluan mengabarkan <br /> Injil di sana? Mengapa justru Petrus yang harus jauh-jauh datang dari Yerusalem? Pemba-<br /> caan dari perikop kita hari ini menyiratkan bahwa Allah ingin merontokkan “tembok pemisah <br /> rasial” dalam hati Petrus.<br />2. Cukup menarik untuk memperbandingkan pandangan/sikap Petrus kepada Kornelius dengan <br /> pandangan/sikap Tuhan sendiri kepada Kornelius.<br /><br /> PETRUS terhadap KORNELIUS ALLAH terhadap KORNELIUS<br /> * Kornelius tinggal di Kaisarea [wilayah * Kornelius adalah seorang yang<br /> “orang kafir”], markas tentara yang saleh (10:2).<br /> penjajah Romawi (10:1) <br /> * Perwira pasukan pendudukan Romawi * Takut akan Allah termasuk seisi<br /> (10:1). rumah/keluarga-nya (10:2).<br /> * Dari pasukan Italia --- semuanya orang * Penyumbang besar bagi orang-<br /> Italia --- “orang-orang asing” (10:1). orang miskin (10:2).<br /> * Jadinya bukan orang Yahudi (10:1). * Seorang yang tekun berdoa. <br /> Doa dan sedekahnya berkenan <br /> di hadirat Tuhan (10:2, 4).<br /> * Karena itu dianggap najis, sama * Patuh dan hormat kepada ma-<br /> seperti binatang-binatang bagi orang- laikat Tuhan (10:7-8).<br /> orang Yahudi (10:11-16). <br /> * “Haram” untuk dikunjungi (10:28). * Dinyatakan tidak haram oleh <br /> Tuhan (10:15).<br /> * Tak bersunat; haram untuk makan * Amat mendesak untuk Petrus <br /> bersama (11:3). datangi (10:5. 19-20). <br /> 2.1. Untuk Petrus, dan sebagai seorang Yahudi sejati, apa yang diutarakan di atas seyogya-<br /> nya membuat Kornelius “tahu diri” untuk tidak mengundang Petrus datang ke <br /> rumahnya. Lebih tak pantas lagi bagi Kornelius untuk se-kepercayaan dengan orang-<br /> orang Yahudi. Harap disadari bahwa pandangan Petrus di atas merupakan pandangan <br /> rata-rata semua orang Yahudi pada jaman itu. Ketika menjadi Kristen adalah masih <br /> sangat sukar bagi mereka untuk melepaskan pandangan di atas, termasuk Petrus sendiri <br /> Jadinya betapa sukarnya pula bagi mereka untuk mengabarkan Injil kepada orang-orang <br /> bukan Yahudi (Inggris: “Gentiles”), seperti a.l. Kornelius.<br /> 2.2. Betapa pandangan/sikap Tuhan bertolak belakang dengan pandangan/sikap Petrus tadi. <br /> Demi dan karena PutraNya, Allah mulai membuka pintu bagi orang-orang bukan <br /> Yahudi. Tuhan menghardik Petrus, kataNya: “Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, <br /> tidak boleh engkau nyatakan haram” (10:15; bnd. Mrk.7: 19). Karena Kristus, perwira <br /> itu, yang walaupun bukan orang Yahudi, dapat ditahirkan dari dosa dan dengan itu ia <br /> menjadi layak di hadapan Allah. Dengan itu pula “tembok pemisah rasial” di hati <br /> Petrus dirontokkan, ketika Roh Kudus dicurahkan juga kepada Kornelius dan orang-<br /> orang bukan Yahudi lainnya yang berkumpul di rumahnya saat itu (10:44-45).<br /> Topik untuk Diskusi (1): <br /> Pandangan/sikap Petrus di atas merupakan contoh dari pandangan/sikap eksklusif. Di <br /> mana letak perbedaan pandangan/sikap Petrus itu dengan pandangan/sikap saudara-<br /> saudara sebangsa kita yang melarang golongan Islam Ahmadiyah dan/atau menutup <br /> gedung-gedung gereja, bahkan disertai dengan tindakan kekerasan atau dengan <br /> ancaman?<br />3. Kisah Para Rasul melaporkan empat peristiwa pencurahan Roh Kudus, masing- masing <br /> dengan ke-khas-annya. Dalam Kis 2:1-4 Roh dicurahkan kepada (i) orang-orang Yahudi. <br /> Dalam Kis 8:15-17 kepada (ii) orang-orang di tanah Samaria. Dalam Kis 10:44 dst. kepada <br /> (iii) orang-orang bukan Yahudi (Inggris: “Gentiles”). Dalam Kis 19:6 kepada (iv) para <br /> pengikut Yohanes [Pembaptis].<br /> Catatan: Bagi kita orang-orang Kristen di Indonesia, yang merupakan orang-orang bukan <br /> Yahudi, peristiwa pencurahan Roh di Kaisarea (Kis 10:44 dst.) pada dasarnya tak <br /> kalah pentingnya dengan peristiwa Pentakosta di Yerusalem (Kis 2:1-4). Mengapa <br /> demikian? Karena di Kaisarea-lah untuk pertama kalinya Roh Kudus dicurahkan <br /> atas orang-orang bukan Yahudi (10:45). Pentingnya peristiwa pencurahan Roh di <br /> Kaisarea juga didukung oleh kenyataan bahwa sebanyak dua kali peristiwa ini <br /> dituturkan dalam Kisah Para Rasul, yakni dalam (i) perikop bacaan kita, dan (ii) <br /> dalam 11:15 dst. Dan Kornelius? “[He] is the pagan saint par excellence of the <br /> New Testament,” demikian pernyataan Dr. Clark H. Pinnock [Sumber dan kutipan <br /> bahasa Inggris dari Robert L. Reymond, A New Systematic Theology of the Christian Faith (Nash-<br /> ville, Tenn.: Thomas Nelson, 1998), p. 1090; huruf tebal oleh penulis]. <br />4. Pertanyaan Petrus dalam ayat 47 hendaknya lebih banyak dipahami sebagai tantangan Petrus <br /> yang ditujukan khusus kepada orang-orang Yahudi Kristen yang menyertainya dari Yope <br /> (ayat 23 dan 45). Petrus mau menandaskan kepada mereka bahwa ternyata orang-orang tidak <br /> bersunat pun dihinggapi Roh Kudus, sama seperti yang dialami oleh orang-orang Yahudi <br /> yang bersunat pada peristiwa Pentakosta di Yerusalem sebelumnya. Tindakan “membaptis . . . <br /> dengan air” (ayat 47) merupakan akta simbolis yang menandai pelepasan dari kuasa kegelap-<br /> an dan dipindahkan/dialihkan ke dalam Kerajaan AnakNya (Kol 1:13). <br /> Catatan: Pemahaman di atas penting dihayati, justru karena saudara-saudara se-iman kita <br /> dari gereja-gereja aliran “Pantekosta” dan/atau golongan Karismatik merujuk, antara <br /> lain, pada peristiwa Kaisarea tsb. sebagai landasan untuk “keharusan” seseorang <br /> berusaha memperoleh baptisan Roh.<br />5. Ilustrasi. Gary Dougherty, seorang Penginjil yang melayani di RBC Ministries di Grand <br /> Rapids, Michigan, sedang dalam perjalanan ke rumah dari gereja pada suatu sore, saat ia <br /> melihat seorang pria muda datang dari arah yang berlawanan dengannya. Suatu dorongan <br /> yang kuat muncul di dalam diri Gary untuk berbicara kepada pemuda ini mengenai menjadi <br /> seorang Kristen. Awalnya dia ragu-ragu, namun kemudian dia berkata kepada orang yang <br /> benar-benar asing baginya itu, “Maafkan saya, tetapi saya percaya Allah menginginkan saya <br /> untuk memberi tahu Anda tentang bagaimana menjadi seorang Kristen.”<br /> “Saya baru saja mengajukan pertanyaan itu kepada ibu pacar saya,” kata pemuda itu, “tetapi <br /> dia tidak tahu.” <br /> “Maksudnya, Anda mau menjadi seorang Kristen?” tanya Gary.<br /> “Ya, saya mau!” jawabnya.<br /> Masih dalam keraguan, Gary bertanya lagi kepadanya dan kemudian menceritakan rencana <br /> keselamatan dengannya. Malam itu, seorang pemuda menerima Yesus sebagai Juru Selamat-<br /> nya (dikutip dari Santapan Rohani, Minggu, 13 Nopember 2005) <br /><br /> Topik untuk Diskusi (2):<br /> Petrus mula-mula berprasangka dan ragu-ragu. Gary dalam ilustrasi di atas kurang-lebih <br /> sama. Tetapi kedua-duanya dengar-dengaran kepada Roh Kudus. Bagaimana dengan kita? <br /> Maukah kita mendengar dan menaatiNya bila Roh berkata: “. . . jangan bimbang, sebab Aku <br /> yang menyuruh . . . (10:20).<br /> <br /> <br />- - - NR - - -<br /> <br /> <br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />`STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-61738222253842237882008-05-28T05:54:00.001+08:002008-05-28T05:54:52.029+08:00Kis 8:9-13K I S A H P A R A R A S U L 8 : 9 – 1 3<br />(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)<br /><br /><br />1. Filipus<br /> Filipus adalah seorang dari ‘tujuh orang’ yg terpilih menjadi pelayan dari jemaat di Yerusalem (Kis <br /> 6:3,5). Dengan adanya penganiayaan terhadap gereja yg disusul oleh matinya Stefanus, Filipus pergi <br /> ke Samaria untuk memberitakan Injil dan di situ penginjilannya mendapat berkat yg lebih banyak (Kis <br /> 8:26-38). Sesudah itu ia disuruh ke selatan ke jalan Yerusalem-Gaza, untuk membawa sida-sida <br /> Etiopia kepada Kristus (Kis 8:26-38). Sesudah peristiwa ini, dia ‘dilarikan oleh Roh Tuhan’ ke Azotus, <br /> yaitu kota Asdod di negeri Filistin. Dari sana ia berkeliling melaksanakan tugasnya sampai ia tiba di <br /> pelabuhan Kaisarea (Kis 8:39-40). Agaknya ia menetap di situ (Kis 21:8) [kutipan dari Ensiklopedi Alkitab <br /> Masa Kini, Jilid I, terj. (Jakarta: YKBK/OMF, t.t.), hlm. 310].<br /> Informasi: Tanda-tanda yang dibuat Filipus, adalah khusus mujizat-mujizat penyembuhan, antara <br /> lain pembebasan dari roh-roh jahat. Bahwa Filipus boleh dan dapat mengadakan tanda-<br /> tanda pastilah telah sangat memperbesar kewibawaannya. Tentulah juga terhadap tokoh <br /> seperti Simon, yang agaknya berpengaruh besar juga di seluruh daerah itu. . . . Dalam <br /> tulisan yang panjang lebar tentang peristiwa Simon [8:9-11], tukang sihir itu, menjadi <br /> jelaslah kepada kita bahwa pemberitaan Injil di sini berhadapan dengan rintangan-<br /> rintangan yang lain daripada di Yerusalem dan Yudea [kutipan dari H. v. d. Brink, Tafsiran <br /> Alkitab: Kisah Para Rasul (Jakarta: BPK-GM, 2001), hlm. 128].<br /> The scattering of the Christians led to the most significant step forward in the mission of <br /> the church. One might say that it required persecution to make them fulfill the implicit <br /> command in 1:8. As the Christians moved to new areas they found a ready response to <br /> the gospel, and this is exemplified by the way in which the Samaritan people responded <br /> to it. The preaching of Philip was accompanied by the kind of signs which had been seen <br /> in the ministry of Jesus and the apostles, and there was a powerful response to the call <br /> for baptism. This was all the more remarkable since the people to whom Philip preached <br /> had previously been under the spell of a religious charlatan called Simon [kutipan dari I. Ho-<br /> ward Marshall, The Acts of the Apostles (Grand Rapids, Mich.: W.B. Eerdmans, 1987), p. 152].<br /><br />2. Simon Tukang Sihir<br /> PB melaporkan Simon di ‘suatu kota Samaria’ (Sebaste? --- Kis 8:9-24) dan di sana ia ‘menakjukkan <br /> rakyat Samaria’. Tak ada acuan dari Lukas bahwa Simon orang Samaria. Sebetulnya dia penjual obat <br /> palsu, tapi dia menyebarkan cerita bahwa dia merupakan pancaran ilahi, sehingga orang berkata, <br /> ‘Orang inilah kuasa Allah yg terkenal sebagai Kuasa Besar’. Konsep dan gelar ini jelas bersifat kafir . . . , <br /> tapi dengan kata ‘Allah’ yg dimaksud oleh orang Samaria pasti ‘Yahweh’, dan Simon tentu menye-<br /> suaikan diri dengan iklim keagamaan yang ada di sekitarnya. Dalam dia digambarkan campuran <br /> (sinkretisme) unsur-unsur ilmu gaib Helenisme dan unsur Yahudi sesat.<br /> Bersama orang banyak yg mendengar khotbah Filipus, Simon mengaku bertobat dan dia dibaptis. <br /> Lukas memakai ungkapan kebiasaannya, yakni ‘percaya’, dan tidak ada alasan untuk meragukan <br /> kesungguhan hati Simon sampai di situ. Tapi, kenyataan selanjutnya menunjukkan, bahwa pegangan <br /> dasar hatinya tetap ilmu gaib [kutipan dari Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid II, terj. (Jakarta: YKBK/ OMF, <br /> 1995), hlm. 406].<br /> Informasi: In the New Testament, the gospel exposed two sorcerers, Simon (Acts 8:9-25) and <br /> Elymas (13:6-8). They may have been something like the “itinerant Jewish exorcists,” also <br /> mentioned in the Book of Acts (19:13), who attempted to drive evil spirits out of people in <br /> the name of Jesus (kutipan dari What Does the Bible Say About . . . (Nashville, Tenn.: Tho-<br /> mas Nelson, 2001), pp. 281f.].<br /> The Greek word for magic is mageia (its only NT use occurring in Ac 8:11). The NT identifies <br /> a few people as magicians. Of its six uses in the NT, the Greek term magos is used four <br /> times of the wise men who visited the child Jesus (Mt 2:1,7,16) and twice of Bar-Jesus (Ac <br /> 13:6,8). The passage concerning Simon the sorcerer employs two other words, each used <br /> once in the NT --- mageia (Ac 8:11) and mageuo (Ac 8:9). Simon practiced sorcery and <br /> amazed the population of Samaria. He “boasted that he was someone great” (Ac 8:9), and <br /> the whole population seems to have accepted his claims. But Simon was himself amazed <br /> when Philip came to Samaria with the gospel and performed miracles Simon could not begin <br /> to match [kutipan dari New International Encyclopedia of Bible Words (Grand Rapids, Mich.: Zonder-<br /> van, 1991), p. 425].<br /> Suatu perubahan besar-besaran terjadi di tanah Samaria. Suatu hal, yang pasti sudah <br /> membantu keadaan itu, ialah bahwa Simon tidak menentang Filipus, tetapi mengakuinya <br /> sepenuhnya sebagai seorang tokoh yang lebih tinggi. . . .<br /> Dengan kekuatan Allah, pemberitaan Filipus telah memikat hati seluruh rakyat . . . juga <br /> Simon si tukang sihir. Hingga kini [Simon] telah membuat orang-orang lain takjub, tetapi <br /> sekarang ia sendiri dibuat takjub. Dan tertangkap oleh ketakjuban ini Simon juga minta <br /> dibaptis. Tidaklah pada tempatnya untuk mempersalahkan Filipus, bahwa ia terlebih dahulu <br /> kurang menyelidiki keadaan Simon. Pada kita, yang berdiri di belakang sejarah, tentulah <br /> mudah timbul pikiran-pikiran sedemikian itu. Dari baptisan yang dilakukan kepada orang ini, <br /> bagaimanapun juga ternyata, bahwa pada mulanya Filipus menerima kemurnian pertobatan <br /> yang terjadi pada diri Simon. . . . Tak dapat disangkal bahwa dari masa lampaunya banyak <br /> hal yang sekarang masih juga bekerja terus dalam diri Simon. Iblispun tidak akan segera <br /> melepaskan begitu saja mangsanya [kutipan dari v. d. Brink, op. cit., hlm. 130].<br /><br />3. Kita semua tahu tentang adanya rasa saling membenci di antara orang-orang Yahudi <br /> dan orang-orang Samaria. Dengan latar belakang ini, dan dengan keberhasilan upaya <br /> penginjilan Filipus dan keterbukaan orang-orang Samaria untuk menerima Kristus, <br /> kenyataan ini menyaksikan betapa Kristus adalah untuk dan bagi dunia. Samaria <br /> merupakan loncatan pertama dari pertumbuhan gereja. Dan Filipus merupakan salah <br /> seorang arsitek pertumbuhan dan pengembangan dari gereja perdana.<br /> Informasi: Dengan latar belakang kebencian rasial dan agama yang telah berlangsung selama <br /> berabad-abad, yang telah memisahkan orang Yahudi dari orang Samaria, maka <br /> sungguh mengherankan bahwa orang-orang Kristen yang mula-mula, yang semuanya <br /> orang Yahudi, mau memberitakankan kabar baik itu kepada orang Samaria [kutipan dari <br /> Donald Bridge dan David Phypers, Karunia-Karunia Roh dan Jemaat, Terj. (Bandung: Penerbit <br /> KH, t.t.), hlm 135]. <br /> Dua unsur disebutkan dalam pemberitaan Filipus, yaitu Kerajaan Allah dan nama <br /> Yesus Kristus. Kerajaan Allah, itulah pemerintahan Allah sebagai Khalik, Pemelihara dan <br /> Pemerintah langit dan bumi (alam semesta). . . .<br /> . . . Filipus datang dengan pemberitaan tentang nama, artinya: tentang kedatangan <br /> dan pekerjaan Yesus Kristus, yang dengan perantaraan pekerjaan Roh Allah dapat dan <br /> mau membebaskan manusia dari pemberontakannya terhadap Kerajaan Allah dan sekali <br /> lagi mejadikannya warga Kerajaan Allah itu (kutipan dari v. d. Brink, op. cit., hlm. 129) <br /> The Samaritans had a rather distinctive understanding of the Coming One or Mesiah, <br /> because they accepted only the Pentateuch as their Holy Scriptures. In sum, they spoke <br /> of a Taheb who would be a prophet like Moses (or even Moses come back again), fulfilling <br /> the promise of Deut. 18:15 and restoring true worship on Mount Gerizim [kutipan dari Ben <br /> Witherington, The Acts of the Apostles, a Socio-Rhetorical Commnetary (Grand Rapids, Mich.: W. B. <br /> Eerdmans, 1998), p. 282].<br /><br />4. Refleksi<br /> Orang-orang Samaria telah menyambut berita Injil dan telah dibaptis. Penting <br /> untuk diperhatikan bahwa dengan jelas dinyatakan bahwa Roh Kudus belum turun ke <br /> atas seorang pun di antara mereka (ayat 16). Kalau orang-orang Samaria dapat <br /> menjadi orang-orang Kristen tanpa memiliki Roh Kudus, bukankah orang-orang lain <br /> pun dapat berada dalam keadaan yang sama? Ini merupakan bukti bahwa baptisan Roh <br /> Kudus tidak mutlak harus terjadi setelah pertobatan.<br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-42901219090112017802008-05-28T05:53:00.000+08:002008-05-28T05:54:00.973+08:00Kis 7: 7-22(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)<br /><br /><br />1. Pengantar: Stefanus<br /> (Yunani, stefanos, ‘mahkota’). Stefanus ialah satu dari 7 orang yg dipilih oleh para murid segera <br /> sesudah [pencurahan Roh Kudus] untuk mengawasi pembagi-bagian bantuan kepada perempuan <br /> balu di dalam gereja, sehingga para rasul bisa bebas melakukan tugas-tugas kerohanian (Kis 6:1-6). <br /> Ketujuh orang itu mempunyai nama Yunani, yg mengisyaratkan bahwa mereka adalah Yahudi Helenis. <br /> . . . Dikatakan bahwa Stefanus menonjol dari yg lainnya dalam hal iman, kasih, kuasa rohani dan <br /> hikmat (6:5, 8, 10). Ia menggunakan waktu melebihi yg dibutuhkannya untuk melakukan pekerjaan <br /> khusus yang ditugaskan kepadanya, sebab di antara mereka dialah yg paling ‘cakap’ mengerjakan <br /> mujizat dan memberitakan Injil.<br /> Segera ia berselisih dengan sinagoge Yahudi Helenis yg menyeret dia ke hadapan Sanhedrin atau <br /> Mahkamah Agama dengan tuduhan menghujat nama Allah (6:9-14). Stefanus, dengan wajah seperti <br /> wajah malaikat, menjawab tuduhan-tuduhan itu dengan uraian ringkas tentang sejarah Israel dan <br /> serangan terhadap orang Yahudi yg meneruskan tradisi nenek moyang mereka dengan membunuh <br /> Mesias (6:15-7:53). Hal ini membakar amarah mahkamah terhadap dia. Dan sesudah ia menyatakan <br /> melihat Yesus berdiri disebelah kanan Allah (barangkali sebagai pembelanya atau Saksinya dlm <br /> pembelaannya), ia ditangkap dan dirajam sampai mati (7:54-60) [kutipan dari Ensiklopedi Alkitab Masa <br /> Kini, Jilid II (Jakarta: YKBK/OMF, 1995), hlm. 419].<br />2. Garis Besar [Pidato] Pembelaan Stefanus<br /> Ayat 1 – 8 : Panggilan Allah untuk Abraham.<br /> 9 – 19 : Asal-usul bermukimnya orang-orang Israel di Mesir.<br /> 20 – 29 : Dimulainya tugas Musa yang penuh tantangan.<br /> 30 – 36 : Penyataan Allah kepada Musa, dan pembebasan Israel melalui dia.<br /> 37 – 43 : Pelanggaran-pelanggaran Israel di padang gurun.<br /> 44 – 50 : Bait Suci menggantikan Kemah Suci/Pertemuan.<br /> 51 – 53 : Tuduhan langsung yang ditujukan kepada para penuduhnya.<br /> [Sumber: R.R. Williams, Acts of the Apostles (London: SCM, 1969), p. 71].<br /> Informasi : Kalau diringkaskan, maka pidato Stefanus ini menyiratkan bahwa eksklusifisme yang <br /> coba dipertahankan itu telah disisihkan oleh suatu universalisme baru. Allah tidak <br /> terikat kepada suatu bangunan, atau kepada suatu tempat tertentu. <br /> The importance of Stephen’s speech and death is threefold. Theologically, it paves <br /> the way for the coming mission to the Gentiles. Personally, it leads into the conversion <br /> of Saul, who participated in Stephen’s murder, and who no doubt had heard his speech. <br /> He will become the greatest exponent of Stephens’s gospel! And geographically, as we <br /> have seen, Stephen’s death leads to the expansion of the gospel from Jerusalem into <br /> Judea and Samaria (8:1) [Sumber dan kutipan dari John Stott, Men with a Message (Suffolk, <br /> England: ELT, 1996), p. 63].<br /><br />3. Eksposisi<br /> 3.1. Ayat 8: Apa yang dimaksudkan dengan “perjanjian sunat” [Inggris: “covenant <br /> of circumcision” (NIV)?<br /> Informasi: Kej 17 menunjukkan bahwa sunat pertama-tama mewujudkan tanda rohani; kedua, <br /> mempunyai arti kebangsaan. Bahwa sunat bersifat kebangsaan, yg mencirikan ke-<br /> anggotaan bangsa Israel, tidak bisa disangkal [ . . . ] PL berbicara tentang sunat <br /> sebagai ‘meterai’ (Rm 4:11) atas pemberian kebenaran dari Allah. Karena itu sunat <br /> menjadi tanda dari karya kasih karunia dimana Allah memilih dan menandai orang-<br /> orang milik-Nya.<br /> Perjanjian sunat bekerja atas dasar kesatuan rohani antar anggota rumah tangga <br /> dan kepalanya. Perjanjian itu diadakan ‘antara Aku dan engkau serta keturunanmu <br /> turun-temurun’ (Kej 17:7). . . . Demikianlah asal mula dan caranya sunat menjadi adat <br /> Israel . . . Sunat Israel tegas berbeda dari sunat pada bangsa-bangsa lain yang terkait <br /> dengan ‘berjenjang dewasa’, dan melulu bersifat sosial. Sunat Israel adalah pertanda <br /> kedudukan di hadirat Allah, dan bahwa kasih karunia ilahi mendahului perbuatan ma-<br /> nusia [kutipan dari Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, op. cit., hlm. 426f.; kata-kata miring oleh NR].<br /> As a token of the promise which he was making with him, God gave Abraham the <br /> rite of circumcision. He made a covenant [=perjanjian] with him, and the sign of <br /> validitty of the covenant was the act of circumcision (Gn. 17:10). The covenant was <br /> God’s promise that he would be the God of Abraham and his descendants, making <br /> the objects of his special care; on the human side, submission to the rite of circum-<br /> cision was the sign of commitment to God. There is no sign of any opposition by <br /> Stephen to circumcision as such; the rite became a matter of contention only when <br /> uncircumcised Gentiles became members of the church [kutipan dari Howard Marshall, <br /> The Acts of the Apostles (Grand Rapids, Mich.: W.B. Eerdmans, 1987), pp. 136f.]. <br /> Dalam ayat 8 Stefanus menyinggung pula suatu peristiwa penting dalam hidup <br /> Abraham, justru juga karena peraturan tentang sunat itu mempunyai arti yang <br /> dalam. Sebab dari peraturan itu kita dapat mengerti maksud Allah dengan seluruh <br /> bangsa Israel di dunia ini. Sebelum Allah menggenapi janjiNya untuk mengarunia-<br /> kan keturunan kepada Abraham, maka Allah menetapkan suatu tanda perjanjian <br /> bagi Abraham dan keturunannya (Kej 17:10 dyb) yaitu tanda sunat, sebagai <br /> bayangan yang kelihatan dari tujuan utama, yang dirancang Allah terhadap Abraham <br /> dan keturunannya dan sebagai suatu peneguhan janji-janjiNya. Di sini pun segala <br /> sesuatu adalah kasih-karunia Allah. Demikianlah gambaran Stefanus mengenai asal <br /> usul bangsa Israel yang adalah semata-mata kasih-karunia dan pemberian Allah. <br /> Berdasarkan janji Allah kepada Abraham mengenai kasih-karunia ini, Abrahampun <br /> memperoleh anaknya, Ishak, lalu menyunatnya sesuai dengan perintah Tuhan. <br /> Sesudah itu disebutkan lagi Yakub dan duabelas patriarkh (pemimpin suku bangsa), <br /> sebagai nenek-moyang bangsa Israel. Demikianlah “Allah yang Mahamulia” telah <br /> bertindak di masa lampau [kutipan dari H. v.d. Brink, Kisah Para Rasul (Jakarta: BPK-GM, <br /> 2001), hlm. 109]. <br /> 3.2. Pertanyaan untuk Diskusi<br /> Bagaimana memaknai sunat dalam hubungannya dengan baptisan Kristiani? <br /> Informasi: . . . di dalam P.L. juga sudah terdapat peringatan, agar orang jangan hanya memperha-<br /> tikan kepada sunat lahiriah semata-mata, sebab yang perlu adalah sunat hati, artinya: <br /> hatinya harus kudus, bersih daripada dosa. Musa sudah memperingatkan: “Sebab itu <br /> sunatlah hatimu dan janganlah kamu tegar tengkuk (Ul 10:16). Demikian juga Musa su-<br /> dah menjanjikan, bahwa Tuhan Allah akan mengkhatankan [=menyu- nat] hati Israel <br /> dan hati segala anak-buahnya . . . Demikian juga para nabi menganjurkan . . . <br /> Dalam Kol 2:11, 12 rasul Paulus berkata, bahwa di dalam persekutuan Kristus itu <br /> kita sudah disunatkan dengan suatu sunat yang bukannya dengan tangan di dalam <br /> hal menanggalkan tubuh yang berdosa ini, yaitu dengan sunat Kristus, sebab kita <br /> sudah dikuburkan beserta dengan Kristus di dalam baptisan, dan di dalam baptisan <br /> Itulah kita sudah dibangkitkan beserta Kristus oleh sebab percaya akan kuasa Allah <br /> yang membangkitkan Kristus dari antara orang mati. Kata-kata ini menunjukkan de-<br /> ngan jelas, bahwa sunat hati yaitu pengampunan dosa yang dilaksanakan dengan pe-<br /> numpahan darah tadi sudah dipenuhi oleh Kristus, yaitu dengan sengsara dan kema-<br /> tianNya, dan dengan dikuburkannya serta dibangkitkannya Dia dari antara orang mati. <br /> Di dalam persekutuan Kristus ini orang beriman sudah dikenakan sunat hati yang demi-<br /> kian itu, yaitu sunat Kristus. Hal ini terjadi di dalam baptisan, sebab di dalam baptisan <br /> itulah kita orang beriman turut dikuburkan dan dibangkitkan beserta Kristus [kutipan dari <br /> H. Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK-GM, 1973), hlm. 337f.].<br /><br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-84246087921248455642008-05-20T21:38:00.000+08:002008-05-20T21:39:21.123+08:00Kis 5 : 12 – 25(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas) 1. Pengantar <br />1.1. Berkumpul Sebelum Diutus <br /><br />Dalam menggambarkan Gereja Purba naskah Perjanjian Baru, khususnya Kisah Para Rasul menyajikan cerita yang urutannya sering diulangi. Pada tahap pertama, komunitas- komunitas lebih memperhatikan kehidupan “di dalam”. Kemudian dengan tiba-tiba cakra- wala segala usaha berubah. Yang muncul ialah pertemuan dan dialog dengan yang “di luar”. Demikianlah alur cerita Lukas dalam bukunya. [ . . . ] . . . Soal “dalam” dan “luar” yang silih berganti berulang-ulang terjadi. Gerakan yang berlangsung dalam Kisah dengan cepat dan tidak sistematis itu, mencerminkan suatu keadaan selama beberapa tahun sebagaimana dinyatakan pula dalam buku-buku Per- janjian Baru yang lain. Sesungguhnya, di antara kebangkitan Kristus (kira-kita tahun 30) dan tahun 45, komu- nitas perdana terutama sibuk dengan struktur dalamnya. Kemudian sejak awal perjalanan Paulus, perhatian utama adalah pertemuan dengan dunia. Komunitas-komunitas berorga- nisasi demi pengabaran Injil, dan para rasul sebagai pemimpin jabatan gerejawi (1 Kor 12 :28; Kis 14:4-14) [kutipan dari C. Kiswara, Gereja Memasyarakat, Belajar dari Kisah Para Rasul (Yogya- karta: Kanisius, 1988), hlm. 33f.]. 1.2. Susunan dan Sinopsis Pada fasal kelima ini kita mempelajari beberapa peristiwa yang penting dalam gereja yang mula-mula itu. Yang pertama, Roh Allah mulai menghukum dosa orang-orang per- caya, supaya gereja itu suci di hadapan Tuhan. Yang kedua, rasul-rasul harus menderita bagi Tuhan Yesus, tetapi masih belum ada yang dibunuh . . . Sesudah peristiwa yang lu- ar biasa [itu], ialah kematian Ananias dan Safira, para rasul itu dipakai Tuhan untuk me- ngadakan banyak mujizat dan tanda-tanda [kutipan dari R. Dixon, Tafsiran Kisah Para Rasul (Ma- lang: Gandum Mas, 1997), hlm. 30 dan 33]. <br /><br />2. Eksposisi <br />Ayat 13-16: Dua hal menampak: (i) orang-orang tidak berani mengganggu orang-orang Kristen dan, di pihak lain (ii) pesatnya perkembangan jumlah warga jemaat menimbulkan penghargaan bagi orang-orang Kristen. Informasi: Tentulah perkara Ananias dan Safira telah menimbulkan kegemparan besar. Bah- wa jumlah [warga] jemaat bertambah dengan pesatnya oleh tanda-tanda dan muji- zat-mujizat, ini tak usah lagi diherankan. Walaupun demikian senantiasa ditunjuk- kan (dalam ayat 14), bahwa tentang sebagian sebab-sebabnya adalah lebih da- lam letaknya, yaitu kepercayaan dan penyerahan diri kepada Tuhan, yang diberi- takan oleh para rasul dan terutama oleh Petrus. Sampai-sampai juga dari luar Ye- rusalem orang datang membawa orang yang sakit dan orang-orang yang digang- gu roh jahat, supaya mereka dapat memperoleh kesembuhan. Seolah-olah seperti pada permulaan pekerjaan Yesus di Galilea [kutipan dari H. v.d. Brink, Tafsiran Alkitab: Ki- sah Para Rasul (Jakarta: BPK-GM, 2001), hlm. 84]. <br /><br />Diskusi: <br /><br />Apakah “bayangan” Petrus memang dapat menyembuhkan (ayat 15)? God used many means to heal hurting people. The passing shadow of an apostle was just one. What this verse may suggest is that Peter’s reputation as a man of God empowered to heal was so widespread that people tried to get as close to him as they could. In any case, God works in different ways at different times. When people respond in faith to God’s work, he can respond in various ways to their needs [kutipan dari Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: 2003), p. 1568]. Ayat 17: Para penguasa Yahudi merasa dirugikan. Mereka sangat iri hati, sebab orang banyak mengikuti para rasul. Informasi: . . . pada akhirnya, Imam Besar (Hanas, lih. 4:6) tak dapat menguasai dirinya lebih lama lagi. Seperti ternyata dari 4:1 dan 2, orang-orang Saduki berdri pada pihak- nya, sebab para rasul begitu jelas mengemukakan kebangkitan Yesus Kristus da- lam khotbah-khotbah mereka, padahal orang Saduki mengajarkan tidak mungkin [ada] kebangkitan. Tambahan pula bahwa sebagaimana orang-orang Farisi menguasai bidang pekerjaan dalam soal-soal rumah ibadat, orang-orang Saduki mengurus soal-soal Bait Allah. Tanpa diperiksa lagi para rasul ditangkap dan ditutup dalam penjara resmi. Rupanya mula-mula disangka bahwa ada cukup alasan untuk penangkap- an ini, disebabkan sikap keras kepala di pihak para rasul yang tidak mengindah- kan perintah Mahkamah Agama untuk menutup mulut (4:17) [kutipan dari Brink, op. cit.] Ayat 18: Semua rasul (12 orang) ditangkap, lalu dipenjarakan. Sebelum ini cuma Petrus dan Yohanes yang ditangkap (fasal 4:3). Ayat 19 dan 21a: Mujizat ini pun adalah suatu tanda. Bukan, bahwa para pemberita “seluruh firman hidup” itu akan melakukan pekerjaan tanpa penghambatan dan penderitaan. Sehari se- sudah itu mereka ditangkap pula, malah dicemeti. Tetapi mujizat ini adalah tanda kehendak Allah bagi para rasul dan jemaat, yang harus diteruskan pada jalan yang sudah ditempuh. Di pihak lain, mujizat ini adalah juga tanda bagi Mahkamah Agama Yahudi, sebagai peringatan bahwa mereka sedang menggugat pekerjaan Allah. Kepada mujizat ini terikat suatu perintah Allah yang jelas. Para rasul tidak dilepaskan untuk dapat menyembunyikan diri, tetapi supaya dapat berkhotbah di muka umum [kutipan dari Ibid.]. <br /><br />Informasi: <br /><br />Deliverance from prison by miraculous means is a prominent theme in Acts (cf. 12:6-11, 16:26ff.). The progress of the gospel cannot be hindered by imprisonment of the missionaries, who are released so that they may, at least, have the opportu- nity of making their defence in open court and so continuing their testimony in a manner which brought a special blessing and inspiration of the Spirit [kutipan dari Peake’s Commentary on the Bible (London: Thomas Nekson, 1972), p. 892]. 3. Rangkuman THE ATTRACTION OF CHRISTIANITY (Acts 5:12-16) Here is a cameo-like picture of what went on in the early Church. (i) It tells us where the Church met. . . . The early Christians were constant in their attendance at the House of God, desiring ever to know God better and to draw upon his strength for life and living. (ii) It tells us how the Church met. The early Christians assembled where everyone could see them. They knew what had happened to the apostles and what might well happen to them; but they were determined to show all men whose they were and where they stood. (iii) It tells us that the early Church was a supremely effective Church. Things happened. The days when the healing ministry of the Church was in the forefront of its work are past, although they may well return. But the Church still exists to make bad men good; and men will always throng to a Church where lives are changed [kutipan dari William Barclay, The Daily Study Bible, the Acts of the Apostles (Edin- burgh: the Saint Andrew, 1989), p. 46]. <br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-80712348906295504612008-05-20T21:35:00.000+08:002008-05-20T21:36:45.619+08:00Kis 3 : 1 – 2 6(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas) <br /><br />1. Pengantar<br /><br />Dalam pasal 2:43 kita membaca tentang banyak mujizat dan tanda, yang dilakukan para rasul dalam hari-hari ini, berdasarkan kewenangan dan kekuasaan yang diterima mereka dari Roh Kudus. Dari segala mujizat . . . [yang] diceritakan oleh Lukas kepada kita, [ada] satu kejadian [yang merupakan] . . . permulaan “kisah perbuatan” para rasul. Menurut perintah Tuhan, tidak boleh terdapat pengemis di Israel (Kel 22:25; 23:6). Tetapi hukum sosial ini sudah lama tidak dipertahankan lagi. Hal memberi sedekah dipandang oleh orang Farisi sebagai jasa besar dan dipergunakan untk memperoleh nama harum (Mrk 12:40; Mat 6:1,2). Terutama di sekeliling kompleks Bait Allah terdapat banyak pengemis, sebagaian besar adalah orang bercacat; pagi- pagi dibawa dan malam-malam diangkat untuk mendapat makan dengan jalan demikian. Orang yang sejak lahirnya lumpuh yang berumur 40 tahun itu (Kis 4:22) mempunyai tempatnya yang tetap di pintu gerbang Bait Allah, yang bernama “Gerbang Indah”. Umumnya diterima, bahwa inilah pintu, yang menghubungkan halaman muka orang kafir (pintu halaman umum) dengan bagian yang lebih tinggi, yaitu halaman wanita. Pintu ini, menurut tulisan Flavius Yo- sephus, dihadiahkan oleh seorang Yahudi yang berasal dari Iskandriah, yaitu Nicanor, dan ternama oleh lapisan tembaga Korintus yang dikerjakan sangat indahnya [kuitpan dari H.v.d. Brink, Tafsiran Alkitab, Kisah Para Rasul (Jakarta: BPK-GM, 2001), hlm. 55]. <br /><br />2. Eksposisi <br />Ayat 1: Bukankah Petrus dan Yohanes adalah Kristen? Mengapa mereka dan orang-orang Kristen lainnya beribadah di gedung ibadah (“Bait Allah”) orang-orang yang ber- agama Yahudi? Lukas, penulis Kis, ingin menunjukkan bahwa para pengikutYesus adalah orang- orang Yahudi yang masih setia dengan kebiasaan lama mereka. Juga dengan itu nya- talah bahwa Yesus telah memenuhi janji-janji Allah bagi Israel --- “showing God’s faithfulness, not his rejection.” Juga dengan itu menjadi jelas bahwa Bait Allah tetap merupakan tempat beribadah bagi orang-orang Kristen perdana. Mereka secara tetap berdoa mengikuti jam-jam berdoa orang-orang Yahudi pada waktu itu [Sumber dan ku- tipan bahasa Inggris dari Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), hlm. 1565; untuk seterusnya sumber ini dipendekkan QSB]. <br /><br />Sinopsis: <br /><br />Kita dapat mengerti, bahwa orang lumpuh ini sudah tak biasa lagi meminta dan su- dah biasa dengan pulang-baliknya begitu banyak orang, yang tidak menaruh perha- tian kepadanya, atau yang memberi sebuah mata uang kepadanya. Tetapi kini ada dua pengunjung Bait Allah yang melihat dia sebagai sesama manusia, dan ia tidak meminta perhatian mereka, tetapi kedua pengunjung ini [justru] memerintahkan ke- padanya untuk menaruh perhatian kepada mereka. Mungkin akan diperolehnya le- bih daripada sedekah yang dipintanya. Pandangan orang-orang ini tak mendusta. Tetapi . . . apa yang dikatakan mereka? Bukan uang, melainkan . . . Dan di saat itu didengarnya kata-kata . . . penyembuhan! Kemudian disusul dengan perintah un- tuk berdiri dan berjalan. Dalam nama Yesus, orang Nazaret. Bukan rasul-rasul, te- tapi Yesus yang menyembuhkan manusia ini. Dan karena banyaknya percakapan tentang Yesus dari Nazaret ini (terutama di mingu-minggu terakhir) di Yerusalem, mengertilah orang ini bahwa panggilan ini terjadi berdasarkan nabi yang terkenal dari Nazaret itu. Dalam hatinya pasti masih hidup ketidak-percayaan dan kebimbangan, tetapi juga iman. Lalu Petrus yang diyakinkan oleh Roh Kudus bahwa si sakit ini menaruh percaya untuk disembuhkan (Kis 3:15) memegang tangannya dan menarik dia. Serentak itu ia berdiri. Ia mengalami kebenaran perkataan Yesus (Mrk 9:23) [kutipan dari Brink, loc. cit.]. <br /><br />Informasi: <br /><br />This story illustrates the signs and wonders, parallel to those of Jesus, per- formed in his name by his followers. Like the miracles of Jesus, they are effective signs that the ‘age to come’ has already dawned and is now operative. The story begins abruptly, and although Luke has carefully set it in its present context, he seems to have retained its original form as an independent unit of the oral tradition [kutipan dari Peake’s Commentary on the Bible (London: Thomas & Nelson, 1972), p. 890]. <br />Ayat 6: Mengapa Petrus menyerukan penyembuhan dan bukan dengan berdoa? Di satu pihak Petrus tak mau memerintahkan Tuhan untuk menyembuhkan orang tsb. Namun, di pihak lain, ia menghendaki orang tsb. dapat sembuh. Jadinya ia memberi petunjuk kepadanya bagaimana dia me-respons mujizat Allah. “The man would never have received God’s healing if he had not responded in faith” [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari QSB, loc. cit.]. Informasi: “Nama Yesus [Kristus]” mengandung arti dari seluruh kepribadian Yesus dan karya Yesus untuk menyelamatkan kita. Dengan rasa penuh hormat dan percaya, Petrus menyebut nama Yesus [Kristus] supaya kuasa ilahi yang ada pada Yesus dicurahkan pada orang lumpuh itu [kutipan dari R. Dixon, Tafsiran Kisah Para Rasul (Malang: Gandum Mas, 1997), hlm. 19]. <br /><br />Diskusi: <br /><br />Apakah kuasa penyembuhan yang dimiliki para rasul waktu itu tidak berlaku lagi masa kini? Christians today disagree about this. Generally, we do not see miracles occurring in the way they were performed by the apostles. When they do occur, they seem to be in cutting-edge settings, where the gospel is being proclaimed for the first time or where spiritual darkness rules. Since these miracles appear throughout Acts, it appears that God gave the apostles the ability to perform signs, wonders and miracles (2 Cor. 12:12) to validate their authority [kutipan dari QSB, loc.cit ] Sinopsis: ayat 12-16 --- Allah dan Yesus dipermuliakan; ayat 17-21 --- panggilan betobat; a- yat 22-26 --- nubuat-nubuat Perjanjian Lama menyaksikan hal itu. Ayat 14-15,17: Apakah “ketidaktahuan” (ayat 17; NIV: “ignorance”) dapat terampuni? Kalaupun mereka tahu bahwa Yesus adalah Kristus, kemungkinan besar mereka pun tetap tak berdaya menghalangi penguasa pada waktu itu. Jadi sadar atau tidak sadar, mereka telah terlibat, langsung atau tidak langsung, dalam pembunuhan itu. Dan ka- rena itu mereka perlu bertobat (ay. 19). Dan di sinilah makna Injil itu, “[it] gives us hope of forgiveness. God’s mercy can cover all our sins,” apakah itu dilakukan de- ngan sengaja atau dalam “ketidaktahuan”. Berdasarkan pengalaman pribadinya da- lam memperoleh pengampunan itu, sehubungan dengan penyangkalannya terhadap Yesus, Petrus memang patut menyaksikan pengampunan ini [Sumber dan kutipan baha- sa Inggris dari QSB, loc. cit.]. Ayat 21: Ayat ini mengandung suatu berita yang kaya pemberitaan pada hari Kenaikan. Pa- ra rasul dan jemaat Kristen [perdana], sama seperti kita ini, hidup sesudah kenaikan dan sebelum kedatangan [Kristus] kembali. Berarti benar ucapan, bahwa sorga harus menerima Yesus. Tugasnya mengada- kan penghapusan dosa isi dunia, sudah digenapkan dengan cara yang sempurna. Dan Pemenang, Yesus Kristus ini, kini diperuntukkan bagi jemaatNya, untuk menjadi Kepala dan Tuhannya sampai kepada hari kedatanganNya kembali. Sampai pada hari itu, jemaatNya masih akan hidup di bawah penindasan dan penghambatan, se- perti juga dengan jelas pada saat ini. Tetapi bagaimanapun juga beratnya penindasan ini, penghiburan dan kekuatan kemenangan Yesus Kristus tetap ada. Kepastian penghiburan ini berakar di dalam kenyataan bahwa Yesus sebagai Kristus ada di dalam sorga (lihatlah juga keterang- an Katekismus Heidelberg, Minggu 18 dan 19) [kutipan dari Brink, op. cit., hlm. 66]. <br /> - - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-13824794468183887472008-04-30T05:18:00.002+08:002008-04-30T05:19:31.174+08:00Ibr 6:13-20(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)<br /><br />1. Pengantar<br /> 1.1. Kronologi<br /> kr. (kira-kira) 30 M (A.D.) : Yesus wafat, bangkit dan terangkat ke surga.<br /> kr. 35 M : Pertobatan Saulus/Paulus.<br /> kr. 50-51 M : Sidang gerejawi (Konsili) di Yerusalem.<br /> kr. 54-68 M : Masa kekuasaan Kaisar Nero.<br /> kr. 60-70 M : Surat Ibrani ditulis.<br /> kr. 67-68 M : Rasul Paulus dipenjarakan.<br /> kr. 70 M : Yerusalem direbut dan dihancurkan oleh bala <br /> tentara Romawi, termasuk Bait Suci. “Diaspora” <br /> orang-orang Yahudi.<br /> [Sumber: Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), p. 1724]. <br /> 1.2. Informasi<br /> Who wrote this [letter]? The author does not identify himself. Some think it was Paul, <br /> but others suggest Barnabas, Luke or Apollos as possible <br /> writers.<br /> To whom was it written and why? Hebrews sounded a warning to early Jewish believers <br /> (originally called Hebrews before being called Israelites) who, <br /> because of persecution and hardship, were tempted to revert <br /> back to their Old Testament way of life and give up their <br /> newfound faith and freedom in Jesus Christ. <br /> [kutipan dari Ibid.]. <br /><br />2. Eksposisi<br /> 2.1. Latar belakang dan Konteks<br /> Tema ajaran: superioritas Kristus, 1:1 – 10:18<br /> Pekerjaan Kristus, 4:14 – 10:18 <br /> Ke-imam-anNya sesuai peraturan Melkisedek (5:11 – 7:28).<br /> [Sumber: Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid 1, terj. (Jakarta: YKBK/OMF, 1992), hlm. 411f.].<br /> After an introductory paragraph, this long central section [4:14 – 10:39] begins and ends with <br /> powerful exhortations in which the author underlines his warning (5:11 – 6:12; 10:19-39). In <br /> between fall two long passages in which he considers first the person of Jesus the High Priest <br /> (6:13 – 7:28), and then his ministry (8:1 – 10:18) [kutipan dari John Stott, Men with a Message (Suffolk, <br /> England: ELT, 1996), p. 110].<br /> 2.2. Ayat 13: Mengapa Allah “bersumpah demi diriNya sendiri”?<br /> Untuk menunjukkan kepada Abraham, sekaligus membuatnya yakin, bahwa Allah pasti <br /> akan memenuhi apa yang dijanjikanNya (lihat ayat 14).<br /> Untuk DISKUSI: Kalau Allah sendiri bersumpah, apakah kita juga bisa <br /> bersumpah?<br /> Informasi: Is it wrong to swear to tell the truth in court? (Matt. 5:34-37)<br /> Jesus was talking about misuse of oaths common in Jewish culture (the equivalent of some-<br /> one today saying, “I swear to God”). He was not prohibiting solemn vows. Jesus’ point is <br /> that truth-telling is essential, no matter how costly. At times it may be appropriate to commit <br /> ourselves to the truthfulness of our words. Even God set an example of swearing by himself <br /> to prove his word trustworthy . . . (Heb. 6:13) [kutipan dari Quest Study Bible . . ., p. 1391].<br /> Kristus mengajarkan bahwa sumpah mengikat (Mat 5:33). Percakapan sehari-hari orang <br /> Kristen haruslah sama sucinya dengan sumpahnya. Dia tidak boleh mempunyai dua ukuran <br /> tentang kebenaran, seperti orang Yahudi tertentu yg memakai ukuran licik berkaitan dengan <br /> sumpah. Dalam Kerajaan Allah pada akhirnya sumpah tidak diperlukan (Mat 5:34-37). Kris-<br /> tus sendiri diperhadapkan dengan sumpah (Mat 26:63 dab), dan Paulus juga bersumpah <br /> (2 Kor 1:23; Gal 1:20).<br /> Alkitab mencatat bahwa Allah mengikat diriNya dengan sumpah (Ibr 6:13-18) . . . Dalam <br /> kedatanganNya, Yesus Kristus memenuhi janji-janji Allah yg lama kepada Bapak-bapak <br /> leluhur (Luk 1:68-73; 2:6-14), kepada Daud (Kis 2:30), dan kepada Raja-Imam PL (Ibr 7:20 <br /> dab, 28) [kutipan dari Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid II, terj. (Jakarta: YKBK/OMF, 1995), hlm. 426].<br /> SUMPAH PALSU<br /> Berjanji di hadapan Tuhan Allah, dengan menyebut “NamaNya” secara resmi, tetapi apa <br /> yang diucapkan itu tidak dihayati dan tidak ditepati. Misalnya: untuk meraih gelar, untuk <br /> gengsi belaka, untuk naik pangkat, supaya kemudian dapat keuntungan dari jabatannya itu.<br /> Sumpaj palsu = menghina Tuhan. Sebab apa yang dikatakan sebenarnya untuk menipu <br /> orang lain atau untuk menutupi kelemahannya dan maksud jahatnya [kutipan dari Al. Budyaprana-<br /> ta pr., Etika Praktis (Yogyakarta: Andi, 1987), hlm. 13].<br /> 2.3. Ayat 18: Apa yang dimaksudkan dengan “dua kenyataan yang tidak berubah-<br /> ubah”(Inggris: “two unchangeable things” [NIV])?<br /> [1] Janji Allah, dan [2] sumpahNya (ayat 13). <br /> What was true of God’s promise to Abraham is equally true of his promise to Christians. <br /> Our author might almost have quoted Ro. 4:23f., ‘But the words . . . were not written <br /> for his sake alone, but for ours also’ (for 11:8-19 shows that Abraham was promised <br /> the same heavenly blessings to which Christians look forward) [kutipan dari Peake’s Com-<br /> mentary on the Bible (London: Nelson, 1972), p. 1012].<br /> 2.4. Ayat 19-20: Bagaimana kita memahami pernyataan bahwa Yesus “telah masuk <br /> sebagai Perintis bagi kita”?<br /> Penulis memanfaatkan dua gagasan untuk menggambarkan apa yang telah dilakukan <br /> oleh Yesus. Gagasan pertama ialah Imam Besar Perjanjian Lama yang mewakili umat <br /> memasuki Bilik Maha Kudus di Bait Suci. Yesus sebagai Imam Besar bagi kita telah <br /> melakukan itu. Gagasan kedua ialah sebuah kapal mendekati pelabuhan. Tapi karena <br /> ombak keras, kabut tebal atau air surut, jadinya kapal itu tak bisa merapat ke dermaga. <br /><br /> Ialah bahwa kapal itu, walaupun terombang-ambing, berlayar terus dengan susah <br /> payah dan akhirnya merapat di dermaga. Yesus mendahului kita memasuki pelabuhan, <br /> yang menjadi sauh pengharapan kita dan merintis kita ke hadirat Allah [Sumber: Quest <br /> Study Bible . . ., loc. cit.].<br /> Let us put it very simply in [this] way. Before Jesus came, God was the distant <br /> stranger whom only a very few might approach and that at peril of their lives. But <br /> because of what Jesus was and did, God has become the friend of every man. Once <br /> men thought of him as barring the door; now they think of the door to his presence as <br /> thrown wide open to all [kutipan dari William Barclay, The Daily Study Bible, the Letter to the Hebrews <br /> (Edinburgh: the Saint Andrew, 1981), p. 63].<br /><br /> <br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-71656362634511890612008-04-30T05:18:00.001+08:002008-04-30T05:18:44.583+08:00Mz 130(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)<br /><br />1. Garis Besar: Susunan dan Sinopsis<br /> Ay. 1-2 : meminta perhatian Tuhan dari dalam jurang;<br /> 3-4 : hanya Tuhan saja dapat mengatasi pemisahan yang disebabkan dosa;<br /> 5-6 : menanti-nantikan TUHAN;<br /> 7-8 : yang membebaskan umat-Nya<br /> [kutipan dari Marie C. Barth dan B.A. Pareira, Tafsir Alkitab: Kitab Mazmur 73-150 (Jakarta: BPK-GM, 1999), hlm. <br /> 408].<br /> Informasi: Mazmur ini mempunyai ke-khas-an sendiri. Dibandingkan dengan Mzm 51, maka <br /> Mzm 130 mempunyai nuansa permohonan tobat yang lebih kental. Sedangkan <br /> Mzm 51 mengetengahkan bobot pengakuan dosa. Namun terlepas dari perbeda-<br /> an penekanan tadi, kedua Mazmur ini mencerminkan konteks unsur pengakuan <br /> dosa dalam tata ibadah. Perlu juga diperhatikan bahwa ayat 7a dan 8, di mana <br /> dosa umat Israel dimohonkan untuk diampuni, merupakan tambahan kemudian <br /> [Sumber: Claus Westermann, The Living Psalms, trans. (Grand Rapids, Mich.: W.B. Eerdmans, <br /> 1989), p. 117].<br /><br />2. Eksposisi<br /> 2.1. Ayat 1 : Tersirat di sini bahwa Allah mau mendengarkan doa orang-orang yang dengan <br /> “ketulusan dan kejujuran” mengakui kegagalan dan keterpurukan mereka diha-<br /> dapanNya. Sekaligus ini menjadi suatu “model for how we might express our-<br /> selves to Him” [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari What does the Bible Say About . . . <br /> (Nashville, Tenn.: Thomas Nelson, 2002), p. 82].<br /> 2.2. Ayat 3-4: Apa Tuhan memangnya punya sejenis ‘buku catatan’ (Inggris: book of <br /> record)?<br /> Ya (bnd. Mzm 56:9: “menghitung-hitung”; “Kaudaftarkan”). Namun dalam <br /> PL juga disaksikan bahwa untuk catatan-catatan [dosa] ini, Tuhan rela meng-<br /> hapusnya. “God’s mercy provided a means for his people to start over again <br /> with a clean record” --- asal mereka dengan “tulus dan jujur” mengakui dosa-<br /> dosanya dan sungguh-sungguh bertobat [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Quest <br /> Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), p. 881; untuk seterusnya sumber ini dipen-<br /> dekkan QSB].<br /> Informasi: God’s motive in forgiving is clear in the OT, and there is celebration <br /> of God’s character as a forgiving Person [Kel 34:7; Bil 14:18; Neh 9: <br /> 17; Mzm 86:5; 99:8; 130:3-4; Dan 9:9] [kutipan bahasa Inggris dari New <br /> International Encyclopedia of Bible Words (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, <br /> 1991), p. 289].<br /> 2.3. Ayat 5-6: Mengapa si pemazmur sebegitu mendambakan Tuhan?<br /> Dengan menyadari bahwa Allah rela mengampuni, maka ini menimbulkan <br /> hasrat dan niat yang dalam dari pemazmur untuk lebih mengenal Allah. Juga <br /> dengan meyakini kasih setia Allah, maka si pemazmur tidak ragu-ragu men-<br /> curahkan isi hatinya kepada Allah. Keyakinannya ini melebihi keyakinan <br /> seorang pengawal akan kepastian berlalunya malam dan terbitnya surya pagi <br /> 2.4. Ayat 7-8: Bagaimana Perjanjian Lama memahami “pembebasan” [NIV: “redemp- <br /> tion” = “penebusan”]?<br /> Dengan latar belakang tindakan pembebasan Allah bagi Israel, baik dari <br /> perhambaan di Mesir, maupun dari pembuangan di Babel, maka pembebasan/ <br /> penyelamatan adalah untuk seluruh umat, yakni secara kolektif, bukan secara <br /> pribadi. Walaupun di sana-sini ada tersirat dalam PL (a.l. Yeh 18:14-20) tentang <br /> pembebasan/penyelamatan pribadi, baru kelak dalam PB gagasan penyelamatan <br /> pribadi berkembang penuh dalam hubungannya dengan tindakan pembebasan/ <br /> penyelamatan/penebusan Yesus Kristus [Sumber: QSB, loc. cit.].<br /> Informasi: Perlu diperhatikan bahwa dalam keseluruhan PL, hanyalah dalam Mzm <br /> 130:7-8 inilah istilah “pembebasan” (Ibrani: padah] dikaitkan dengan pembe-<br /> basan dari dosa. Gagasan ini baru kelak dikembangkan secara penuh dalam <br /> PB [Sumber: New International Encyclopedia . . ., p. 516].<br /> Ungkapan “berharap” [Ibrani: yahal] sering sekali muncul dalam Mazmur- <br /> Mazmur. Dengan seruan “berharaplah”, maka kita diundang untuk sekarang ini <br /> berharap dalam hubungan kita dengan Allah. Pendek kata, “harapan” menyirat-<br /> kan relasi. Dalam pemahaman inilah, maka PL beranggapan bahwa [1] Allah <br /> adalah Pembebas yang akan membebaskan seseorang yang berharap kepa- <br /> daNya, dan oleh karena itu [2] adalah patut bahwa kita menanti dengan “tawak-<br /> kal” sampai Allah bertindak [Sumber: Ibid., p. 343f.].<br /> “Kasih setia” (Ibrani: khesed) dalam Mazmur-Mazmur dikaitkan dengan (1) <br /> ibadah (5:8; 26:3); dengan (2) diluputkan dari musuh (6:5; 17:7; dsb.); dengan <br /> (3) perlindungan (21:8; 32:10; 6 dsb.); dengan (4) pengampunan (25:7; 51:3; <br /> 86:5; 130: 7; dsb.) [Sumber: Ibid., p. 419].<br /> Kasih setia merupakan padanan kata Ibrani khesed. Paling banyak muncul <br /> dalam Mzm. Di tempat-tempat lain khesed diterjemahkan ‘belas kasihan’, <br /> ‘kemurahan hati’, dan ‘kebaikan’. . . . Asal usul etimologisnya tidak jelas. Suatu <br /> penyelidikan mengenai ay-ay di mana kata itu dijumpai (mis Mzm 89), meng-<br /> ungkapkan bahwa kata itu sangat erat hubungannya dengan dua pengertian, <br /> yaitu ‘perjanjian [anugerah]’ dan ‘kesetiaan’. Artinya mungkin dapat dirangkum <br /> sebagai ‘kasih yang mantap teguh atas dasar perjanjian yg telah dibuat’. Arti ini <br /> digunakan untuk menggambarkan baik sikap Allah terhadap umat-Nya maupun <br /> sikap umat Allah terhadap Dia; penggunaan yg kedua khususnya dalam Hos. <br /> [kutipan dari Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jild 1, terj. (Jakarta: YKBK/OMF, t.t.), hlm. 528].<br /><br />3. Refleksi<br />C a t a t a n D o s a K i t a<br />Jika Engkau, ya Tuhan, mengingat-ingat kesalahan-<br />kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan?<br />(Mzm 130:3)<br /><br /> “Dari jurang yang dalam”, pemazmur berseru kepada Allah (Mzm 130:1). Lalu, masalahnya dikemuka-<br /> kan, yaitu rasa bersalah yang luar biasa karena berbagai hal yang telah ia lakukan dan tidak lakukan di <br /> masa lalu. “Jika Engkau, ya Tuhan, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat <br /> tahan?” (ayat 3).<br /> Namun, puji Tuhan, Allah mengampuni. Dia tak menyimpan catatan dosa masa lalu, entah betapa <br /> banyak atau menyedihkannya dosa itu. “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka <br /> yang ada di dalam Kristus Yesus” (Roma 8:1). Pengampunan Allah membuat kita takut akan Dia (Mzm <br /> 130:4). Kita menyembah dan mengagungkan Allah, karena anugerah dan pengampunan yang membu-<br /> at kita mengasihi Dia. <br /> Namun bagaimana jika kita terpeleset lagi ke dosa lama? Bagaimana jika dosa itu masih ada? Kita <br /> harus bertobat dan “menanti-nantikan Tuhan” (Mzm 130:5). Dan, bersabar saat Allah bekerja. Kita bu-<br /> kan orang sakit yang tak berpengharapan. Kita bisa “berharap” kepada Pribadi yang akan melepaskan <br /> sesuai waktu-Nya.<br /> Kita tahu dua kepastian: Kasih Allah tak pernah gagal, yaitu bahwa Dia tak akan pernah meninggal-<br /> kan kita atau mengabaikan kita (Ibrani 13:5). Dan, janji Allah tentang penebusan total akan berlangsung <br /> pada waktunya --- Dia akan menebus kita dari semua pelanggaran kita (Mzm 130:8), lalu membawa ki-<br /> ta ke dalam kemuliaan-Nya tanpa noda dan penuh sukacita (Yudas 24). <br /> Kita diampuni! Kita bebas! Bersama pemazmur, mari kita menyembah Tuhan saat menantikan keda-<br /> tangan-Nya ---DHR [kutipan dari Renungan Harian, Kamis, 30 Agustus 2007, terj. (Yogyakarta: Yaya-<br /> san Gloria/RBC Ministries)].<br /><br />4. Excursus: “Kesalahan [dan Rasa Bersalah] . . .”<br /> Banyak ahli psikologi mencatat kesalahan [yakni rasa bersalah] sebagai salah satu masalah utama <br /> para klien mereka. Seringkali kesalahan mempengaruhi sebagian besar orang beragama. Mengapa <br /> ajaran Kristen, yang menjanjikan pengampunan dan perbaikan terhadap kesalahan, kadang-kadang <br /> seakan-akan menjadi penyebab persoalan lebih besar?<br /> Sarana yang menyatakan kepada Anda bahwa Anda bersalah biasanya disebut kesadaran. Kesa-<br /> daran berkomunkasi melalui emosi Anda dan memberi peringatan kepada Anda apabila ada masalah <br /> di dalam kehidupan Anda. [ . . . ]<br /> Kalau Anda Benar-Benar Bersalah<br /> [ . . . ] Bagaimana kalau kesalahan Anda ternyata kesalahan yang sesungguhnya? Apakah yang <br /> akan Anda lakukan kemudian? Saya dapat memperkirakan tiga tindakan yang memungkinkan untuk <br /> dilaksanakan. <br /> Yang pertama adalah menghukum diri Anda sendiri. “Saya tentulah orang yang buruk laku. Oh, be-<br /> tapa bersalahnya saya! Wah, saya sangat menyakiti Tuhan!” [ . . . ]<br /> Tindakan lainnya adalah menyangkali bahwa kesalahan akan menampakkan diri. “Kesalahan adalah <br /> getaran perasaan saja. Ia melumpuhkan dan menekan perasaan banyak orang yang hebat serta mem-<br /> buat mereka tidak menikmati kehidupan mereka. Tuhan menghendaki agar saya merasa bahagia. Ka-<br /> rena itu saya tidak membiarkan diri saya merasa bersalah.” [ . . . ]<br /> Tindakan ketiga ialah berusaha menemukan alasannya mengapa Anda merasa bersalah dan beru-<br /> saha menghentikannya. Secara analogi, hal ini sama seperti Anda merasa sakit sekali pada kaki Anda, <br /> kemudian Anda melepas sepatu Anda serta mencari sumber rasa sakit itu. Itulah cara terbaik untuk <br /> menghadapi rasa sakit. Pada kenyataannya, tujuan rasa sakit itu adalah untuk menarik perhatian Anda. <br /> Sama saja, rasa bersalah dimaksudkan supaya Anda menemukan sumber perasaan Anda. [ . . . ]<br /> Dengan ini, saya tidak bermaksud untuk mulai mendorong seseorang menilik dirinya. Itu tidak sehat. <br /> Kita dapat menemukan banyak sekali dosa kalau kita mau berusaha cukup keras untuk menemukan-<br /> nya, dan beberapa di antara kita bahkan menemukan dosa-dosa yang sama sekali bukan hasil perbuat-<br /> an mereka. Jangan lakukan hal itu! Cukup Anda bertanya: Adakah Tuhan menghendaki saya melaku-<br /> kan sesuatu yang telah saya abaikan selama ini? Adakah hal itu benar-benar dikehendaki Tuhan untuk <br /> saya lakukan, sesuatu yang akan disetujui oleh orang Kristen lain? Kalau benar demikian, lakukanlah. <br /> Jangan terlalu lama berdoa, mendoakan sambil menangis untuk mendapatkan pengampunan. Cukup <br /> ubahlah perilaku Anda.<br /> Mengobati Luka<br /> Namun Anda juga perlu penyembuhan. Ketika Anda jatuh, Anda dapat segera membuat keputusan <br /> untuk tidak berlari dan lebih berhati-hati lagi, tetapi Anda masih harus memperhatikan lutut Anda yang <br /> terluka yang memerlukan obat. [Rasa bersalah] juga memerlukan obat: obat yang berupa pengampun-<br /> an dan pemeliharaan Tuhan. Sekali lagi, 1 Yohanes menolong: “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia <br /> adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala <br /> kejahatan” (1:9). Janganlah hal ini kita jadikan pokok persoalan besar dengan memeriksa diri secara <br /> berlebihan. Firman ini sederhana bunyinya. Satu-satunya harapannya ialah bahwa pengakuan Anda <br /> hendaknya tulus: “Tuhan, saya menyadari bahwa saya salah dan Engkau benar. Saya bingung, saya <br /> menyesal. Apakah Engkau berkenan mengampuni saya dan menempatkan saya di jalan yang benar <br /> lagi?” Sudah cukup, dan Yohanes berkata dengan jelas bahwa setelah Anda melakukan tindakan <br /> berdoa itu, Tuhan akan membersihkan Anda dari semua dosa Anda. Tuhan tidak [sekedar] member-<br /> sihkan sampai mencapai kebersihan 80 % [saja] atau melalui proses pengampunan yang memerlukan <br /> bertahun-tahun lamanya. Saat itu juga, Ia membersihkan Anda dari dosa tersebut [kutipan dari Verne <br /> Becker et al., Muda-Mudi, Inilah Jawabannya, terj. (Jakarta: BPK-GM, 2000), hlm. 34ff.]. <br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-19855168284586931132008-04-30T05:17:00.000+08:002008-04-30T05:18:02.255+08:00Kis 1: 1-11(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)<br /><br />1. Pengantar<br /> Latar belakang Naskah <br /> Lukas menceritakan kisah pengangkatan Yesus ke surga dengan dua cara: yang pertama berperanan sebagai pujian (doxology) bagi hidup publik Yesus. Yesus secara pribadi diangkat <br /> dalam kemuliaan Bapa, setelah berjuang dengan gigih melaksanakan kehendak Bapa-Nya. . . <br /> Sedangkan, yang kedua berperan sebagai pembukaan sejarah kehidupan Gereja, yang sebe-<br /> tulnya merupakan perkembangan awal kehidupan jemaat setelah Yesus masuk dalam kemu-<br /> liaan. Kalau diperhatikan dari segi seni sastra, yang pertama lebih sastra ibadah/liturgis; se-<br /> dangkan yang kedua lebih sastra sejarah/missioner. Keduanya merumuskan peristiwa: Yesus <br /> dimuliakan [kutipam dari St. Darmawijaya, Pr, Inspirasi Hari Minggu, Tahun A, Masa Khusus dan Hari Raya <br /> (Yogyakarta: Kanisius1999), hlm. 172].<br /> Informasi: Jesus’ ascension is universally viewed in the NT as a victorious return to glory to <br /> minister to believers as their High Priest (Heb 7:23-8:2) and to serve as the all-<br /> powerful head over all things for the church (Eph 1:15-22). The ascension of <br /> Jesus thus stands with his incarnation as a foundation of biblical Christian faith <br /> [kutipan dari New International Encyclopedia of Bible Words (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, <br /> 1991), p. 76].<br />2. Eksposisi<br /> Ayat 1-2 --- Sebenarnya Kisah Para Rasul lebih tepat dinamai Kisah Perbuatan Roh Kudus,<br /> sebab Roh Kuduslah yang memegang peranan penting di sini. Dalam fasal pertrama Roh <br /> Kudus disebutkan lima kali. Dengan membaca seluruh kitab ini, maka kita akan menginsafi <br /> bahwa Roh Kudus itu merupakan kekuatan pribadi dalam hidup orang-orang Kristen yang <br /> mula-mula itu.<br /> Dalam ayat pertama, penulis Kisah Para Rasul menyinggung adanya buku pertama. Telah <br /> ia kirim buku itu kepada penerima buku itu. Penerima buku ini adalah Teofilus dan buku lain <br /> dalam Alkitab yang dikirim kepada seorang bernama Teofilus adalah: Injil Lukas (lihat Luk <br /> 1:1). <br /> Rupanya Teofilus adalah seorang ternama yang dikenal baik oleh Lukas sehingga Lukas <br /> ingin memberitahukan dia tentang Yesus Kristus. Kepada Teofilus Lukas mengirim Injilnya <br /> lebih dahulu. Kemudian dari itu, bagaikan susulan ia mengirim Kisah Para Rasul ini. [ . . . ]<br /> Ayat 3 --- Dalam ayat ketiga, kita lihat bahwa Tuhan Yesus ada bersama-sama murid-murid-<br /> Nya selama 40 hari setelah Ia bangkit. Hanya Lukas saja memberi keterangan ini tentang <br /> pelayanan Kristus. Yesus berulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka. <br /> Bukan sedikit Tuhan Yesus membuktikan kebangkitan-Nya. Cukup lama ia melayani mereka <br /> setelah Ia bangkit, yaitu 40 hari lamanya. <br /> Ayat 4-5 --- Di dalam ayat keempat, Tuhan Yesus memberi suatu perintah kepada murid-<br /> murid-Nya. . . . “Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem . . .” Mereka disuruh tinggal <br /> di Yerusalem untuk menantikan sesuatu. . . . [Sesuatu] itu [terlihat] dalam ayat kelima.<br /> Baptisan Roh Kudus. . . . Dalam bahasa aslinya --- bahasa Yunani/Gerika, kata baptis-<br /> an diterjemahkan dari kata baptizo. Dalam hubungan dengan Roh Kudus, kata baptizo ini di-<br /> pakai hanya dua kali dalam Kisah Para Rasul ini. Satu kali di sini, dan satu kali lagi didalam <br /> fasal 11:16. Dua ayat ini menyinggung nama Yohane Pembaptis. Di sini kita mulai mempela-<br /> jari pekerjaan Roh Kudus. Di antara lain, orang yang percaya pada Yesus Kristus dibaptis <br /> dengan Roh Kudus. [ . . . ]<br /> Ayat 6-7 --- Murid-murid Tuhan Yesus masih mengharapkan suatu kerajaan, ini jelas dari <br /> pertanyaannya. Tetapi jawaban Tuhan Yesus dalam ayat 7 tidak mengindahkan pertanyaan <br /> ini, seolah-olah Yesus menegur mereka. <br /> Istilah “Kerajaan” untuk orang Yahudi pada waktu itu berarti kerajaan yang berdasarkan <br /> kuasa atau kerajaan dunia. Mereka ingin bebas dari orang-orang Romawi yang menjajah <br /> mereka. Tetapi Tuhan Yesus menjanjikan suatu “kerajaan”, dan mereka dijanjikan tempat/ <br /> kedudukan tinggi dalam kerajaan itu (baca: Lukas 22:29-30). [Itu berarti] di dalam Injil Lukas, <br /> Lukas telah memberitahukan Teofilus tentang “Kerajaan” Kristus yang akan ditetapkan. Di <br /> sini Lukas menyinggung lagi “Kerajaan” itu, bahwa masa dan waktunya tidak diberitahukan.<br /> Ayat 8 --- Inilah janji dan perintah Tuhan Yesus yang penghabisan kepada kita semua.Dalam <br /> ayat ini kita temui rencana Tuhan mengenai pekabaran Injil. Kita harus mengenal dahulu ke-<br /> kuasaan Roh Kudus, kemudian kita menjadi saksi bagi Kristus dibawah bimbingan Roh Ku-<br /> dus. [ . . . ]<br /> Ayat 9-11 --- Pada waktu Tuhan Yesus mengajar murid-murid-Nya, Ia sering berjanji bahwa <br /> Ia akan kembali untuk kedua kalinya (baca: Mrk 13:24-27).<br /> Dalam ayat 11, kita baca bahwa seorang malaikat membenarkan dan mengiakan perka-<br /> taan Tuhan Yesus itu. Ia pasti akan datang kembali dengan cara yang sama seperti mereka <br /> lihat Dia naik ke Sorga [kutipan dari R. Dixon, Tafsiran Kisah Para Rasul, terj. (Malang: Gandum Mas, 1997), <br /> hlm. 2f.].<br /> Informasi: Of the four Gospels, Luke alone records the historical account of Jesus’ ascen-<br /> sion, but he is by no means the only New Testament writer who refers to the <br /> event. Peter, Luke reports, referred to it in the upper room shortly after it oc-<br /> curred (Acts 1:22) and mentioned it in his sermons later (2:33-35; 3:21; 5:31); <br /> he also writes of it directly in 1 Peter 3:22. Stephen’s statement in Acts 7:56 pre-<br /> supposes the past occurrence of it. Paul presupposes its historical actuality in his <br /> reference to Christ’s session at the Father’s right hand in Romans 8:34 and <br /> Colossians 3:1, alludes to it in his words of Ephesians 4:8-10 and 1 Timothy 3: <br /> 16. The writer of Hebrews presupposes it in 1:3, 13, 2:9, 8:1, 10:12, and 12:2, <br /> and expressly refers to it in 4:14, 6:20, and 9:24. John informs us that Jesus <br /> himself alluded to it (John 6:62; 7:33-34; 8:21; 13:33; 14:2,28; 16:7-10; 20:17), <br /> and that he “knew that . . . he had come from God and was returning to God” <br /> (13:3). Finally, it is clear that Jesus presupposed it in his testimony before the <br /> Sanhedrin at his trial when he said: “you will see the Son of Man sitting at the <br /> right hand of the Mighty One” (Matt. 26:64; Mark 14:62;Luke 22:69) [kutipan dari <br /> Robert L. Reymond, A New Systematic Theology of the Christian Faith (Nashville, Tenn.: Thomas <br /> Nelson, 1998), pp. 575f.].<br />3. Excursus<br /> Mengapa Yesus naik ke sorga?<br /> 1. Sebagai tanda bahwa masa penampakan diri sudah selesai. Selanjutnya Yesus akan me-<br /> nyertai murid-murid-Nya dengan perantaraan Roh Kudus. Kalau Yesus tidak naik ke sorga, <br /> Roh Kudus tidak akan datang (Yoh 14:28; 16:7).<br /> 2. Yesus kembali ke tempat kemuliaan yang dimiliki-Nya sebelum dunia ada (Yoh 17:5; Ibr 2: <br /> 9).<br /> 3. Yesus duduk di sebelah kanan Allah Bapak:<br /> a. bukti bahwa karya penyelamatan sudah genap dan selesai dan Yesus tidak menderita <br /> lagi (Ibr 10:11,12);<br /> b. karena segala kuasa di sorga dan di bumi telah diberikan kepada-Nya (Mat 28:18; 1 Kor <br /> 15:276; Flp 2:9-11; Ef 1:20-23);<br /> c. untuk menantikan saatnya musuh dijadikan tumpuan kaki-Nya (Ibr 10:13);<br /> 4. Yesus datang sebagai Imam Besar ke tempat Mahasuci dengan membawa korban yang<br /> sempurna dan yang berlaku untuk selama-lamanya (Ibr 9:11,12,24-28);<br /> 5. Yesus hidup di sorga sebagai pengantara bagi umat-Nya (1 Yoh 2:1; Ibr 7:25);<br /> 6. Yesus menyediakan tempat bagi semua orang yang percaya kepada-Nya (Yoh 14:2);<br /> 7. Yesus menantikan saat kedatangan-Nya yang kedua kali, pada saat mana Jemaat sudah <br /> lengkap dan semua orang pilihan Allah diselamatkan (2 Ptr 3:9).<br /> [kutipan dari R.J. Porter, Kateki sasi Masa Kini (Jakarta: YKBK/OMF, 2000), hlm. 96].<br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-48335181585362133252008-04-22T19:35:00.001+08:002008-04-22T19:35:31.380+08:002Sam 22 : 1 – 30(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas) <br /><br />1. Pengantar <br /><br />Mula-mula [1 dan 2 Sam] hanya satu kitab saja, yaitu kitab Samuel, tetapi kemudian kitab ini dibagi atas dua bagian, yaitu I dan II Samuel. Pokok ceritera I dan II Samuel ialah Peng- gantian (pergantian takhta) atau ceritera mengenai keluarga Daud. Ceritera ini berisi sejarah mengenai penggantian (pergantian takhta) Daud, dan bermaksud untuk mempropagandakan Salomo sebagai raja yang sah. Di samping itu sejarah ini menitik-beratkan hak waris atas takhta dinasti Daud. Raja Daud digambarkan sebagai raja yang adil dan bijaksana, yang di- panggil dan dipimpin oleh Allah sendiri [kutipan dari J. Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama (Jakarta: BPK-GM, 2003), hlm. 81]. [2 Sam] 22:1-23:7 Dua mazmur Daud Tidak mungkin membuktikan (tapi juga menyanggah) bahwa Daud adalah penulis kedua syair rohani ini. Tapi perlu diperhatikan, bahwa [Prof.] Hertzberg mengakui bahwa Daud adalah pe- nulis kedua syair tsb, seperti diterima sejak dahulu kala. Mazmur yg pertama [2 Sam 22:1-30] sama dengan Mzm 18 (kecuali beberapa perbedaan kecil). Dalam hal ini [Prof.] A. Weiser, da- lam tafsirannya tentang Mzm 18 . . . menyetujui bahwa setidak-tidaknya mazmur ini ditulis pa- da zaman Daud. Kedua mazmur ini masing-masing ada kesamaannya dengan Puji-pujian dan Berkat Musa (Ul 32:33). 22:1-51 Nyanyian Pujian Daud Untuk catatan terperinci tentang Mazmur ini, lih tafs tentang Mzm 18. [kutipan dari Tafsiran Alkitab Masa Kini 2, terj. (Jakarta: YKBK/OMF, 2005), hlm. 498]. Informasi: What to look for in 2 Samuel? Look for God’s hand in human events. David rose to power because God select- ed him. David’s heroic exploits were possible because God was with him. And David’s disappointments (such as his adultery and the rebellion of his son Absa- lom) show God’s justice and mercy in response to sin [kutipan dari Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), p. 418] <br /><br />2. Eksposisi [Sumber utama: Quest Stdudy Bible, pp. 453f.]. <br /><br />Mengapa karya seni sastra (syair) dimasukkan ke dalam sebuah buku sejarah? Seperti sudah disinggung di atas bahwa dalam kitab sejarah ini Daud digambarkan sebagai raja yang adil dan bijaksana. Bagi penulis kitab ini, adalah tidak komplet kalau tidak ikut di-infor- masi-kan bahwa Daud juga adalah seorang penyair dan penggubah musik. Maka dicantumkan- lah contoh karya sastranya dalam pasal pembacaan kita. Ayat 6 : Apa yang dimaksud dengan “tali-tali dunia orang mati” [NIV: “the cords of the grave”]? Sebuak metafor untuk kematian. Asal-usulnya adalah dari mitologi Kanani yang menggambarkan dewa orang Kanani terjerat tali dari dewa lautan yang berupaya menyeret dan menenggelamkannya ke lautan dalam. Tenggelam berarti kematian. Demikian pula Daud, dalam perjuangan dan pergumulannya melawan kuasa-kuasa kafir/asing/jahat, maka ia dikiaskan bagaikan dewa Kanani tersebut. Tetapi bagi Daud, Allah memutuskan tali-tali itu dan membebaskannya dari bahaya yang mema- tikan dan/atau yang dapat membinasakannya. Ayat 21-25: Tekanan pada perilaku yg pantas yg dikemukakan dalam ay 21-25 agaknya me- rupakan nasehat yg patut ditaati dan ditujukan khususnya kepada anak-cucu Daud yg akan mewarisi takhta kerajaan Yehuda [kutipan dari Tafsiran Alkitab Masa Kini 2, hlm. 498]. Ayat 24: Apa memang Daud sungguh-sungguh “tidak bercela” (NIV: “blameless”)? Daud menulis mazmur ini jauh sebelum ia melakukan dosa perzinahan dan pembu- nuhan (ay. 1). Kalau pun ia menulis kemudian sesudah melakukan dosa tadi, paling tidak ia masih tetap bisa berkata bahwa ia tidak bercela. Tidak bercela mempunyai arti yang berbeda dari tanpa dosa (Inggris: sinless). “When he sinned, David repent- ed and confessed his sin” [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Quest Study Bible, p. 454]. Ayat 27: Bagaimana caranya orang-orang “bengkok” (berdosa) melihat Allah, be- tapapun Ia “berlaku belat-belit” (NIV: “shrewd”)? Allah dikenal oleh orang-orang percaya sebagai Allah yang pengasih dan murah hati dalam mengampuni. Sebaliknya bagi orang-orang berdosa, mereka menganggap Al- lah itu hanya sebagai Allah yang menghakimi/menghukum setimpal dengan kejahat- an mereka. Bagi mereka yang memberontak kepadaNya, Allah itu patut diwaspadai, dicurigai dan bila perlu di-manipulasi. Itu berarti bahwa pemahaman kita tentang Allah tergantung banyak dari jenis ke- lakuan, sifat dan watak kita masing-masing. “We see God through the grid of our own character.” Namun terlepas dari itu semua, Allah adalah tetap selalu: kudus, a- dil/benar, pengasih, suci dan murah hati [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Ibid.]. <br /><br />3. Excursus <br /><br />Biasanya orang lebih suka berada di tempat yang aman daripada harus berpetualang dan meninggalkan kenyamanan. Begitu juga banyak orang kristiani sudah cukup puas dengan keadaan rohaninya yang “aman-aman” saja. Daripada memulai petualangan rohani yang seru bersama Tuhan, mereka lebih suka memiliki keadaan rohani mono- ton dan datar saja. Sedapat mungkin mereka berharap situasi akan terus stabil, tidak ada gangguan, masalah, ataupun hambatan. Seorang yang luar biasa bernama Sir Francis Drake, merindukan petualangan ro- hani bersama Tuhan, sehingga saat keadaan “aman”, ia berdoa demikian: “Ganggulah kami Tuhan, ketika kami berpuas diri karena mimpi-mimpi kecil kami menjadi nyata. Ketika kelimpahan harta benda membuat kami kehilangan rasa haus terhadap air kehi- dupan. Ketika kecintaan pada hidup ini membuat kami berhenti memimpikan kekekal- an. Ketika keinginan kami membangun bumi baru meredupkan visi kami akan sorga. Ganggulah kami agar berani berpetualang di lautan luas yang lebih luas, di mana ba- dai akan memperlihatkan kuasa-Mu yang dahsyat. Doa di atas sebenarnya ingin menunjukkan betapa bahayanya sebuah tempat di mana kita merasa nyaman di situ. Lihatlah kehidupan Daud ketika jatuh dalam dosa perzinahan dengan Batsyeba. Ia jatuh bukan saat ia ada dalam pelarian atau peperang- an yang menegangkan, tetapi justru saat ia santai di istananya yang nyaman. Hati-hati jika kita sudah cukup puas dengan kekristenan kita selama ini. Daripada puas dengan kehidupan rohani yang biasa-biasa, sebaiknya kita berdoa meminta kebe- ranian untuk mengalami perkara yang besar --- PK [kutipan dari Renungan Harian (Yogyakarta: Yayasan Gloria, Kamis, 29 Mei 2008]. <br /><br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-76876747188275378642008-04-22T19:31:00.001+08:002008-04-22T19:33:49.941+08:00Mat 5 : 43 – 58(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas) <br /><br />1. Pengantar <br /><br />Pertama-tama kita akan meninjau apa yang disebut ‘antitese-antitese’ dalam Khotbah di Bukit (Mat 5:21-48). Enam kali diulangi ucapan [antitese]: “Kamu telah mendengar . . . tetapi Aku berkata kepadamu . . .” Corak keenam antitese ini tidak seragam. [ . . . ] . . . [Antitese] keenam agak berbeda jenisnya: “Kamu telah mendengar, kasihilah sesama- mu manusia dan bencilah musuhmu” (Mat 5:43). Di mana[kah] hukum Taurat memerintahkan agar musuh dibenci? Sesungguhnya rumusan serupa itu tidak terdapat dalam hukum Musa. Akan tetapi dalam Imamat (19:18), perintah “kasihilah sesamamu” terbatas pada “orang-orang sebangsamu”. Lagi pula, mazmur-mazmur penuh dengan ucapan tentang kebencian terhadap musuh. Mungkin juga antitese ini menunjuk pada kaum Eseni dan kaum Zelot yang mengang- gap kebencian terhadap musuh sebagai kewajiban agamawi. Bagaimanapun, kentaralah bah- wa menurut kesaksian antitese-antitese ini, Yesus bertindak dengan wibawa atas hukum Tau- rat entah untuk memperdalam dan menjernihkan, maupun meniadakan juga [kutipan dari Verne H. Fletcher, Lihatlah Sang Manusia! (Yogyajarta: Duta Wacana University Press, 1990), hlm. 163f.; huruf-huruf miring oleh NR]. <br /><br />2. Eksposisi <br /><br />2.1. Ayat 34-35: Pada zaman Yesus pemahaman populer dari “kasihilah sesamamu manusia” mempunyai konsekwensi logis “bencilah musuhmu” (ayat 43). Yesus mengoreksi dan me- luruskan pemahaman tadi. AjaranNya dalam ayat 44 tidak didapati dalam Perjanjian La- ma, walaupun ada himbauan untuk “jangan bersuka cita kalau musuhmu jatuh” (Ams 24: 17). Informasi: If you and I are to bear the family resemblance as children of God, we must model our interpersonal relationship on the example His actions provide. We must not respond to hostility with hostility, but instead we must respond with love. When we respond to our enemies with love, we become partners in God’s radical solution to hostility and hatred. Our love communicates His, and we become agents of reconciliation, introducing our enemies to the transforming power of God. [Sumber dan kutipan dari New International Encyclopedia of Bible Words (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 1991), p. 249]. . . . sesama mausia kita itu, seperti yang diilustrasikan-Nya demikian gamblang di kemu- dian hari dalam perumpamaan Orang Samaria Yang Baik Hati (Luk 10:29-37), tidak harus orang sebangsa, sekedudukan atau seagama dengan kita. Orangnya bahkan tidak perlu punya sangkut-paut dengan kita. Mungkin juga ia musuh kita, yang mengejar kita dengan belati terhunus atau pistol yang pelatuknya sudah ditarik. . . ‘Sesama manusia’ kita dalam kamus Allah mencakup musuh kita. Yang menetapkan dia menjadi sesama manusia kita ialah kenyataan yang sangat bersahaja, yakni bahwa ia adalah sesama insani yang mem- butuhkan, yang kebutuhannya kita sadari dan, sejauh kemampuan kita mengizinkannya, bisa kita penuhi [kutipan dari John Stott, Khotbah di Bukit, terj. (Jakarta: YKBK/OMF, 1989), hlm 150]. Ilustrasi: Pernah seorang pengusaha peternakan kehilangan beberapa ternaknya yang amat mahal. Ia pikir pengusaha ternak disebelahnya yang mencurinya. Ia datang ke te- tangganya itu dan menuntut, “Mana ternakku itu?” “Aku tidak mencuri ternakmu,” jawab tetangganya. Perselisihan terjadi yang di- akhiri dengan ancaman, “Jika kau berani kembali ke tempatku ini lagi, aku akan membu- nuhmu!” Orang yang ternaknya dicuri itu adalah seorang Kristen. Ia datang ke salah satu pertemuan saya, dan saya menantangnya, bersama semua orang lain yang hadir, untuk mengasihi musuhnya. Ia merasa bersalah bahwa ia telah menjadi saksi buruk bagi sesa- manya manusia dan ia memutuskan untuk meminta maaf dari tetangganya itu. Ia me- nyadari bahwa ia bisa dibunuh, sebab orang itu telah mengancamnya akan melakukan tindakan itu, kalau ia berani kembali lagi. Orang ini dengan ketakutan dan gemetar pergi menuju rumah tetangganya. “Apa lagi yang kau inginkan?” tanya tetangganya itu dengan amarah waktu ia memberi salam di serambi depan. “Aku datang untuk memohon maaf,” kata pengusaha ternak yang beragama Kristen itu. “Aku seorang Kristen. Aku telah mengunjungi suatu persekutuan, dan aku di- ingatkan bahwa aku seharusnya mengampuni dan mengasihi musuhku, dan aku ingin engkau mengetahui bahwa aku datang untuk menunjukkan kasihku.” Tetangganya itu tidak tahu bagaimana harus menjawab. Ia bukan orang Kristen. Tetapi ia berkata, “Aku memohon maaf juga atas caraku yang kasar. Aku ingin eng- kau memaafkan aku juga.” Kemudian katanya, “Engkau menuduhku mencuri ternakmu. Aku tidak mencurinya, tetapi binatang itu mematahkan pagar dan masuk ke pekarangan- ku. Jika engkau tidak menuduhku mencuri, aku tentu sudah memberitahukan hal itu ke- padamu. Tetapi karena engkau sudah datang minta maaf, aku memberitahu kepadamu bahwa ternakmu iru ada di sini. Binatang-binatang itu telah bertambah jumlahnya, jadi engkau mempunyai lebih banyak ternak daripada yang hilang. Semuanya itu milikmu” [kutipan dari William Bright, “Mengasihi Orang yang Tidak Bisa Dikasihi” dalam Pola Hidup Krosten, Pene- rapan Praktis, terj. (Malang: Gandum Mas, 2002), hlm. 35f.]. <br />2.2. Ayat 46-47: . . . kasih itu tidak dibuat berdasarkan prinsip do ut des, yaitu memberikan se- suatu dengan maksud untuk menerima pembalasan, seperti yang dipraktekkan pemungut- pemungut cukai dan orang-orang kafir . . . Agape mengasihi tanpa memperhitungkan ke- untungannya dan tanpa membatasi diri hanya pada kelompok-kelompok tertentu saja [kuti- pan dari Henk ten Napel, Jalan yang Le bih Utama Lagi (Jakarta: BPK-GM, 1997), hlm. 35]. <br />2.3. Ayat 48: Siapa yang dapat “sempurna” seperti Tuhan? Tak seorang pun dapat. Namun Yesus pun tidak meminta kita untuk melakukan suatu upa- ya yang tak mungkin dicapai. Istilah “sempurna” (Yunani: teleios) yang dipakai di sini mempunyai makna “matang” dan “rampung”. Informasi: It is when man reproduces in his life the unwearied, forgiving, sacrificial be- nevolence of God that he becomes like God, and is therefore perfect [Indo- nesia: matang, rampung] in the New Testament sense of the word. To put it at its simplest, the man who cares most for men is the most perfect man [kutipan dari William Barclay, The Daily Study Bible, the Gospel of Matthew, Vol. 1 (Edinburgh: the Saint Andrew, 1977), p. 178; kata-kata miring oleh NR]. <br /><br />3. Excursus <br /><br />Aku ingat ketika ibuku pulang ke rumah dan bercerita tentang seorang rekan sekerjanya yang terus-menerus mengusiknya. Orang ini mengejek ibu dan memberi komentar yang menjatuh- kan. Hal ini terjadi hampir setiap hari. Ibuku bukanlah orang yang suka mengeluh. Jadi aku tahu betapa hal ini sungguh-sungguh mengganggunya. Beberapa bulan kemudian, aku bertanya tentang keadaan di kantornya. Dia menjawab, “Baik-baik saja.” Kemudian dia bercerita bahwa wanita itu sekarang lebih menghormatinya, bahkan mengucapkan hal-hal baik tentang ibu. Wanita itu sudah berubah. Aku bertanya kepada ibu apa yang ia lakukan sehingga rekan kerjanya itu bisa berubah. Ibu berkata, “Tidak ada, kecuali aku mendoakannya setiap hari.” Lalu, ibu berkata juga bah- wa untuk dapar berdoa bagi wanita itu, ia harus terlebih dahulu mengampuni dan mengasihi- nya. Sebenarnya bisa saja ibu membenci dan membalas perbuatan wanita itu. Pengampunan dan doa mengubah hubungan persahabatan. Allah ingin kita mengampuni sama seperti Ia sudah mengampni kita. Hubungan yang buruk dapat diubah melalui pengam- punan dan kasih --- Gary Hubley, Maine, USA [kutipan dari Saat Teduh, Senin, 31 Juli 2006, terj. (Ja- karta: BPK-GM/the Upper Room]. <br /><br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-70900856253122654482008-04-14T19:43:00.001+08:002008-04-14T19:43:31.101+08:00Ayub 33 : 14 – 30(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas) <br /><br />1. Pengantar <br /><br />Thema kitab Ayub ialah “PERSOALAN PENDERITAAN MANUSIA YANG SALEH”. Me- ngapa orang yang baik atau saleh itu harus menderita? Pada umumnya dalam kepercayaan orang Yehuda dan di dalam sastera hokmah (hikmat) Yehuda terdapat konsepsi dasar bahwa Allah menghukum orang yang bersalah dan fasik, sehingga mereka menderita, sedangkan Allah menyayangi orang yang benar dan saleh. Dengan menonjolkan tokoh Ayub, penulis mau menyatakan bahwa kepercayaan orang Ye- huda selama ini tidaklah selalu benar, sebab kenyataan dalam hidup sehari-hari ialah bahwa orang-orang benar yang selalu hidup menurut kehendak Allah, namun demikian mereka men- derita. Dalam diskusi antara Ayub dengan kawan-kawannya penulis ingin mencari jawaban terhadap persoalan ini, akan tetapi ternyata penulis sendiri tidak menemukan jalan keluar. Akhirnya dia tiba pada kesimpulan bahwa semuanya itu adalah kehendak Allah yang terlalu tinggi bagi manusia untuk bisa dimengerti [kutipan dari J. Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Baru (Jakarta: BPK-GM, 2003), hlm. 150f.]. Informasi: What can we learn from Job’s [three] friends? Job’s friends came to console him by sharing in his grief. But they soon began to accuse him, rigidly applying general principles to Job’s specific situation. By dis- torting the truth in this way, Job’s friends only added to his suffering. So what are we to make of the large sections of this book that come from the lips of Job’s [three] friends (15 chapters compared to 20 for Job)? How much of what they say is true? How can we tell they distort or misapply the truth and arrive at a wrong conclusion? The key to a correct understanding of these passages in Job is context. Taken apart from the rest of the book (as well as the rest of the Bible), the words of Eli- phaz and the others can be misleading. For example, when Eliphaz suggests that the innocent and the upright are never destroyed (4:7), we should remember that the Bible as a whole teaches that the righteous may at times suffer undeserved calamities, persecutions or even death (see Luke 13:1-5). On the other hand when Eliphaz says that God performs wonders that cannot be fathomed, miracles that cannot be counted (5:9), we can se the thought to be consistent with the rest of the Bible. Even Job echoes the same words (9:10). Beyond comparing what Job’s friends say with the rest of the Bible, we can learn from their faulty logic. If sin causes suffering, they reasoned, then all suffer- ing must be caused by sin. Not so. Jesus contradicted such simplistic explanations when he showed his disciples that some suffering comes not because of sin, but to bring glory to God (John 9:1-3). We can also learn from the example of Job’s [three] friends that we should not pass judgment on those who suffer. Rather than attempt to offer short-sighted ex- planations, Job’s friends would have helped Job more to simply share his grief and admit that they did not know all the “whys” of life [kutipan dari Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), p. 710]. Fasal 32-37: Elihu, kawan yang keempat, muncul dengan mengatakan bahwa selain Allah bi- sa memberi penderitaan, agar orang yang berdosa itu bertobat, maka Allah juga bisa memberi penderitaan kepada orang saleh untuk mencobai mereka [kutipan dari Blommen- daal, op. cit., hlm. 152]. <br /><br />Informasi: <br /><br />Ciri khas pembicaraan-pembicaraan Elihu ialah, suasana hormat yg khudu kepada Allah, pandangan yg lebih dalam mengenai dosa daripada yang terdapat dalam pembicaraan-pembicaraan kawan-kawan yang lain [Elifas, Bildad dan Zo- far]; tampilnya Allah selaku Guru (35:11; 36:22) yg bermaksud untuk menuntun manusia dengan disiplin penderitaan ke suatu peri-kehidupan yg lebih bijaksana. [Prof.] Budde mempertahankan bahwa fungsi yg tertinggi dari pembicaraan- pembicaraan itu ialah untuk menyingkapkan sifat Ayub yg dapat sangat berbaha- ya --- kecongkakan rohani (33:17; 35:12). Bahwasanya penderitaan menyembuh- kan memang tampil dalam pembicaraan-pembicaraan lain, tapi bukan dengan te- kanan yang sama [kutipan dari Tafsiran Alkitab Masa Kini 2 (Jakarta: YKBK/OMF, 2004), hlm. 100f.]. <br /><br />2. Eksposisi <br /><br />Ayat 13-14: Apa faedahnya jika tak seorang pun tahu kalau Allah “berfirman”? Elihu menyatakan bahwa orang-orang mungkin saja tidak menyadari kalau Allah berfirman kepada mereka. Pada saat yang sama ia menyadari bahwa Allah “dapat menghalangi manusia dari perbuatannya [yang salah]” (ayat 17), betapa pun firmanNya tidak didengar/dipahami. “It is sometimes hard to hear God’s voice in the busyness of life, but God always hears our con- cerns, even when he sometimes appears silent or hidden” [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Quest Study Bible, p. 743]. Ayat 14-17: Dengan kiat apa Allah mengingatkan perbuatan yang salah? Menurut Elihu, Allah berbicara dalam berbagai cara, termasuk melalui penglihatan (visi) atau mimpi.. Semuanya ini dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang terhadap perbuatan mereka yang salah. Contoh, Abimelekh (Kej 20:3) dan Laban (Kej 31:24) diperingati Tuhan melalui mimpi. Excursus: What does ancient visions mean to us today? The visions of the Old Testament prophets often were the means by which they received the word from the Lord. Because these visions were revelations from God they can benefit us centuries after they were first given. First, we can observe what the visions did for the people who originally re- ceived them. As they were inspired or challenged, so can we. Often God reveals principles that apply to many different situations even though specific details may change. Second, many visions contained revelation from God that transcended imme- diate circumstances. Prophecy about a coming glorious age, for example, was understood by the original listeners to mean a prosperous future for Israel. But it may refer to God’s eternal plans for his people, and is thus relevant to us today [kutipan dari Ibid., p. 1361]. Does God [still] speak through visions and dreams? God still can communicate in any way he chooses [bnd. Ayb 33:14-15]. Some believe he continues to send special revelations, especially to those with the gift of prophecy and that these must be interpreted within strict guidelines (1 Cor. 14:26- 33). Others believe that the need for such revelations ceased after the early days of the church, when every Christians began to be guided personally by the Holy Spirit and the written Scriptures (John 16:13). Evaluating people’s claims that they have had dreams or visions from God must be done carefully. The Law of Moses demanded the death penalty for the false interpreters of dreams who tried to mislead God’s people (Deut. 13:1-5). Even Daniel knew his abilities were limited; he had to ask God for the meaning of Nebuchadnezzar’s dream (2:18-19) and needed help to interpret his own visions (7:15-16; 8:15-16) [kutipan dari Ibid., p. 1262]. Ayat 19: Bagaimana caranya penderitaan menegur kita? Penderitaan dapat merupakan sarana dengan mana kita berpaling kepada Allah, setelah kita memeriksa dan menyadari keadaan diri kita. Dengan merujuk kasus Ayub, maka penderitaan tidak harus bersifat sebagai hukuman atau pembalasan atas dosa kita. Kadang-kadang pende- ritaan bersifat mendidik. Ayat 28: Di dalam PL juga sudah ada harapan akan kebangkitan orang mati . . ., sekali- pun gambaran orang beriman mengenai maut adalah suram sekali . . . Hal ini semuanya men- jadikan orang saleh takut akan mati. Mereka berharap jangan sampai mati pada pertengahan umur hidupnya (Mzm 102:24,25), dan mereka yakin, bahwa umur orang jahat disingkatkan (Ams 10:27) [ . . . ] Sekalipun demikian, di dalam PL ada keyakinan bahwa keadaan orang di dalam alam maut itu tidak sama . . . Mati bukannya dipandang sebagai suatu nasib yang tak dapat diatasi. Tuhan adalah Allah yang hidup, yang lebih berkuasa daripada maut dan alam maut . . . Kuasa Tuhan itu akan dinyatakan di dalam Ia akan menelan maut dengan kemenangan (Yes 25:8), menghidupkan kembali orang beriman dan membangkitkan jenazahnya (Yes 26:19), sehingga mereka akan gemerlapan seperti terang cuaca di langit kekal selama-lamanya (Dan 12:2,3) [kutipan dari Haroen Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK-GM, 1973), hlm. 386 dst.]. Informasi: There are two Old Testament passages, both of them in the prophets, which ex- plicitly speak of the resurrection of the body. The first of these is Isaiah 26:19 . . . Isaiah here contrasts the future lot of the believing dead . . . with the lot of Judah’s enemies, about whom he had spoken in verse 14 . . . Isaiah 26:19, therefore, speaks only about the future bodily resurrection of believers --- specifically of believers among the Israelites [kutipan dari Anthony A. Hoekema, The Bible and the Future (Grand Rapids, Mich.: W.B. Eerdmans, 1979), p. 245]. <br /><br />3. Refleksi <br /><br />Apakah memang Allah yang mengirimkan banyak kesusahan dan malapetaka kepada orang-orang percaya ? (bnd. Mzm 71:20) Penderitaan sudah merupakan bagian kehidupan dalam dunia yang berdosa ini. Manusia dapat berusaha menghindarinya, tetapi mereka tidak behasil; oleh kaena itu mereka hidup dalam ketakutan akan penderitaan dan merasa kecewa ketika mereka mengalaminya. Tuhan dapat memanggil kita untuk menunjukkan kepada dunia bahwa ada sesuatu yang lebih besar daripada penderitaan, sesuatu yang memberi kita kekuatan untuk menghadapi penderitaan, tanpa rasa takut. Sesuatu itu ialah hubungan kita dengan Tuhan kita yang kekal dan tidak berubah. [ . . . ] Karena teologi yang keliru, kita menjadi percaya bahwa Tuhan menghendaki agar kita semua sehat dan kaya. Tidak begitu! Alkitab tidak pernah menjanjikan bahwa seba- gai orang Kristen kita akan bebas dari pencobaan dan penderitaan . . . Sebenarnya ada saat- saat ketika Alkitab menjanjikan kepada kita justru sebaliknya! Yesus berkata, “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan (Yoh 16:33). Dan Paulus menulis: “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya”; tetapi sisa ayat itu berbunyi, “dan persekutuan dalam penderitaanNya, di mana aku menjdi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya” (Flp 3:10). Kristus tidak berjanji akan mencegah kita dari mengalami berbagai kesulitan, tetapi Ia ber- janji akan menjagai kita dalam semua kesulitan itu. Kalau kita ingin menjadi serupa dengan Yesus, terutama kita harus dengan senang menerima apa saja yang muncul dalam hidup kita untuk membantu berlanjutnya proses [keserupaan] tersebut. Kita harus melakukan hal itu de- ngan menyadari bahwa Tuhan itu mahakuasa dan yang Ia lakukan dalam hidup kita adalah untuk kemulian-Nya [kutipan dari Pola Hidup Kristen, Penerapan Praktis, terj. (Malang: Gandum Mas, 2002), hlm. 495 dan 499f.; kata-kata miring oleh NR]. We have trouble in the world and in our lives of humanity’s sinful nature. The book of Job, however, shows that troubles do not necessarily come in direct proportion to our sin. Troubles may come when someone else sins against us --- not always because we have committed a particular sin [kutipan dari Quest Study Bible, p. 822]. <br /><br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-8442427545845004942008-04-14T19:40:00.000+08:002008-04-14T19:42:48.763+08:00Yeh 37: 24 – 28(Bebarapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas) <br /><br />1. Pengantar Kronologi <br /><br />c. 742-681 sM: Masa pelayanan Mikha dan Yesaya di Yehuda.. c. 626-585 sM: Masa pelayanan Yeremia di Yehuda. c. 605-536 sM: Masa pembuangan Daniel di Babilonia. c. 593-571 sM: Masa pelayanan Yehezkiel. 586 sM : Yerusalem direbut dan dibinasakan. c. 571 sM : Kitab Yehezkiel ditulis. 538 sM : Rombongan pertama orang-orang Israel kembali ke Yerusalem dari pembuangan. Sesudah seabad lebih Asyur (Assyria) menaklukkan Israel (Utara) pada 722 sM, Babi- lonia muncul sebagai kekuatan besar di kawasan itu. Yehuda ditaklukkan Babilonia dalam tiga tahap. Pertama pada 605 sM, dan termasuk yang ditawan dan dibuang ke Babilonia adalah Nabi Daniel. Kedua pada 597 sM, dan Nabi Yehezkiel adalah terma- suk yang ditawan dan dibuang ke Babilonia. Terakhir ialah pada 586 sM. [Sumber: Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), p. 1187]. Sampai tahun 587 seb. Kr., Yehezkiel menubuatkan jatuhnya Yerusalem, dan sesudah tahun ini, dia menubuatkan kelepasan Israel. Bagian akhir Kitab Yehezkiel (psl. 33- 48) berisi nubuat-nubuat mengenai pembuangan dan keselamatan bagi Israel. Khusus untuk pasal 37, ada dua penggalan: (i) kebangkitan Israel (ayat 1-14) dan (ii) Kerajaan Israel dan Yehuda dipersatukan kembali (ayat 15-28) [Sumber: J. Blommendaal, Pengantar ke- pada Perjanjian Lama (Jakarta: BPK-GM, 2003), hlm. 123ff.]. Informasi: Kemungkinan besar lembah di mana Yehezkiel menerima penglihatannya ten- tang tulang-tulang kering dalam Yehezkiel 37:1 adalah tempat yang sama, di mana ia menerima penyataan pertamanya tentang hampir tibanya penghancuran Yeru- salem (3:22). Jika begitu, kitab ini akan dirangkaikan dengan cara yang agak unik. Tulang-tulang yang kering adalah keseluruhan kaum Israel (37:11), kepada sia- pa Yehezkiel diberi perintah untuk “bernubuat” (ay. 4). Perintah itu tentu membi- ngungkan Yehezkiel. Ketika ia mematuhi, keajaiban berupa tersusunnya kembali tulang-tulang itu terjadi melalui perantaraan firman Allah yang diucapkannya serta oleh karya Allah yang penuh kuasa. Tetapi umat ini, walaupun mereka sudah dipulihkan, masih tetap belum hidup; mereka mati! Karena itu Yehezkiel disuruh “bernubuat” lagi, lalu napas dan hidup datang kepada orang-orang yang sudah terbunuh itu (37:9). Pengajaran itu secara jelas diberikan oleh Yehezkiel dalam 37:12-14 . . . Jadi sebagaimana Adam mendapat hembusan napas kehidupan ke dalam hidung- nya dan ia menjadi “hidup”, begitu juga Israel akan dipulihkan. Pasal ini dengan demikian tidak membicarakan doktrin tentang kebangkitan tubuh secara pribadi, tetapi tentang kebangkitan bangsa Selain itu, dua bersaudara yang terpisah, sepuluh suku Yusuf atau Efraim di utara dan dua suku Yehuda dan Benyamin di selatan disatukan lagi di bawah Daud yang baru pada hari kebangkitan bangsa menurut Yehezkiel 37:16-28. Dalam bagian itu Yehezkiel disuruh menggabungkan dua papan, yang bertanda Yehuda dan Yusuf, berturut-turut, menjadi satu papan (ay. 16-19). Maka mereka akan sekali lagi, untuk pertama kali sesudah 931 sM, menjadi “satu bangsa” (ay. 22a), dibawah “satu raja” (ayat 22b), dengan “satu Allah (ay. 23) dan satu gemba- la” hamba-Ku Daud (ay. 24) [kutipan dari Walter C. Kaiser, Jr., Teologi Perjanjian Lama, terj. (Malang: Gandum Mas, 2004), hlm. 307f.]. <br /><br />2. Eksposisi <br /><br />Ayat 24-25: Bagaimana mungkin seorang raja yang telah lama mati dapat meme- rintah lagi? Itu bukan berarti bahwa Daud sungguh-sungguh bangkit dan muncul dari ku- burnya untuk kembali memerintah umat Israel. Di sini sosok Daud dimuncul- kan untuk berfungsi sebagai model untuk jenis sang raja yang akan datang --- yang akan memerintah sebagai wali Allah. Dengan merujuk Mat 1:1-17, maka tersirat di sini tokoh Yesus Kristus yang memang adalah keturunan Daud [Sum- ber: Quest Study Bible, p. 1241]. Informasi : Kadang-kadang ada yg mempersoalkan bahwa hal ini belum pernah terjadi da- lam sejarah Israel sesudah pembuangan. Tapi yg ditatap jauh oleh Yehezkiel di sini adalah kedatangan Kerajaan Mesianis, bilamana Kemah Suci Allah akan ada kembali di tengah-tengah umat-Nya (ay. 27; lih. Why 21:3). Pada saat itu bangsa-bangsa akan mengakui kekuasaan Yahweh melalui keselamatan umat- Nya (ayat 28) [kutipan dari Tafsiran Alkitab Masa Kini 2, terj. (Jakarta: YKBK/OMF, 2004), hlm. 538]. Ayat 25-28: . . . negara ini akan ada “selama-lamanya” (ay. 25) sebagai bagian dari “perjan- jian yang kekal” dari Allah (ay. 26). “Tempat kediaman [Tuhan] akan ada pada mereka” . . . dan Ia “akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat[-Nya]: Maka bangsa-bangsa akan mengetahui bahwa Aku, Tuhan, mengu- duskan Israel, pada waktu tempat kudus[-Ku] berada di tengah-tengah mereka untuk selama-lamanya (ay. 27-28) [kutipan dari Kaiser, op.cit., hlm. 308]. <br /><br />3. Excursus <br /><br />Dengan cara tertentu nabi Yehezkiel memelopori gerakan pikiran, yg selanjutnya berkem- bang menjadi ciri-ciri khas Yudaisme di hari kemudian. Dia-lah yg pertama menekankan seca- ra dogmatis dan jelas mengenai tanggung jawab perseorangan. Dengan penglihatan-pengli- hatan yg berulang-ulang dan banyaknya ucapannya yang bersifat luapan perasaan, dan teru- tama dengan nubuatan-nubuatannya mengenai Gog [ps 38-39] dan kerajaan yg akan datang, ia menciptakan sejenis nubuatan, yg pada waktunya menuju ke gerakan apokaliptik [kutipan dari Tafsiran Alkitab Masa Kini 2, hlm. 511]. When will peace come to the Middle East? (37:26-28) Some believe that the national and political elements of this prophecy were fulfilled in the time of Ezekiel the prophet. They further understand the covenant of peace to mean the new cove- nant in which all are now invited to participate (Heb. 10:16-17). They say God’s sanctuary means God’s presence among his people (Rev. 21:3). Others think this can also refer to the physical peace to be ushered in by the Messianic kingdom. They believe Israel’s Messiah brought spiritual peace (Romans 5:1), but they also expect him to bring literal peace to the earth one day. They say that a temple to the Lord literally will be built and filled with God’s glory (Ezek. 43:1-12). Though this prophecy is addressed first to Israel, the New Testament suggests that this covenant of peace looks to the final peace that will characterize life in the new heaven and the new earth (Rev. 21:1-4) [kutipan dari Quest Study Bible, op. cit., p. 1241]. <br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-79864075464101809802008-04-07T05:34:00.000+08:002008-04-07T05:35:33.190+08:00Mz 118 : 2 5 – 2 9(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas) <br /><br />1. Pengantar <br /><br />Ciri dan/atau warna liturgis dari Mazmur bacaan kita sekarang ini dapat segera dike- nali --- pergantian dan/atau penggiliran kata-ganti-orang dan adanya pengulangan jawaban/respons. Jenis atau sifatnya sebagai ungkapan pengucapan syukur (“thanks- giving”) jelas sekali --- mensyukuri tindakan Allah yang menyelamatkan. Mari kita bayangkan adanya suatu prosesi dari serambi luar bergerak masuk ke da- lam Bait Suci yang dipimpin oleh seorang tokoh penting dan yang menjadi pembicara utama (ay 5-19,21,28). Tokoh ini adalah jelas “a person whose fate is of supreme im- portance to the nation as a whole”. Dengan itu sudah dapat diterka bahwa tokoh yang dimaksud adalah sang Raja dari keturunan Daud [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari The Broadman Bible Commentary, Vol. 4 (London: Marshall, Morgan & Scott, 1972), p. 407]. Mazmur bacaan kita ini dimulai dengan panggilan bersyukur secara antifonal (bersahut-sahutan: ay 1-4). Lalu sang Raja mengungkapkan rasa syukurnya (ay 5- 19,21). Ayat 20 barangkali merupakan jawaban penjaga pintu gerbang terhadap permohonan sang Raja dalam ayat 19. Ketika prosesi itu memasuki Bait Suci, umat menyatakan pujian dan doa mereka (ay 22-25). Ayat 26-27 merekam sambutan dan salam sang imam. Ungkapan syukur sang Raja (ay 28) dan umat (ay 29) menutup mazmur ini [Sumber: H.L. Ellison, The Psalms (London: Scripture Union, 1968), p. 97]. <br /><br />Informasi: <br /><br />That this psalm was early regarded as Messianic is shown by Mark 11:9-10; ‘Hosanna’ = hoshia-na, i.e. ‘Save, we beseech Thee (25). The use of the ‘leafy branches” (Mark 11:8) and palm branches (John 12:3) was taken from Taber- nacles; they were waved in the ritual. The answer of the gate-keepers (20) is a reference to Pss. 15 and 24 [kutipan dari Ibid.]. <br /><br />2. Eksposisi <br /><br />2.1. Ayat 22-23: Umat bergabung dan ikut bersyukur. Dengan memakai kata-kata kiasan yang berasal dari lingkungan pembangunan (konstruksi) gedung, mereka memuji tindakan Allah yang mengagumkan itu. “Batu penjuru” adalah batu penting untuk menopang dua baris deretan batu-batu yang saling bertemu di sebuah penjuru suatu bangunan. Juga menjadi penopang di bagian lain dari bangunan tersebut, a.l. fondasi bangunan (bnd. Yes 28:16). Tindakan Allah yang telah menjadikan “batu penjuru” itu dari sebuah batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan menjadi dasar dan alasan untuk pengucapan syukur umat. Jadi bobot ucapan syukur mereka adalah bagi Tuhan, karena “suatu perbu- atan ajaib di mata kita” (ayat 23). Bahwa mazmur ini dapat dikaitkan dengan penderitaan dan kemenangan Sang Penebus kita, Yesus Kristus, hal ini terungkap dalam Mat 21:42; Mrk 12:10; Luk 20:17; Kis 4:11; Ef 2:20 dan 1 Ptr 2:7. Ditolak dan menderita oleh ulah manusia, namun Allah memilih “Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef 2:20). Bagi umat yang sedang menderita ungkapan tadi menjadi suatu landasan pengharapan dan penghiburan [Sumber: The Expositor’s Bible Commentary, Vol. 5 (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 1991), p. 735]. 2.2. Ayat 24-25: “hari” adalah hari penyelamatan (Inggris: day of salvation). Pernyataan ini merangsang umat untuk bertekun dalam doa dan sekaligus memperbaharui pengharapan mereka: “Ya Tuhan, berilah kiranya keselamatan!” (ayat 25). Dalam bahasa Ibrani seruan hosiana (“berilah kiranya [kami] keselamatan”) berkaitan dengan istilah yesuah (kesela- matan, kemenangan, ay 14-15, 21). Umat memohon Tuhan agar terus melakukan tindak- anNya yang mengagumkan itu demi “kemujuran” umat yang diberkahiNya [Sumber: Ibid.]. <br /><br />2.3. Ayat 26-27 dan 28-29 lihat Pengantar di muka. <br /><br />3. Rangkuman dan Refleksi <br /><br />Mazmur 118 kembali mengungkapkan tema-tema pokok yang selalu diapungkan dalam Kitab Mazmur: kasih setia Allah yang berkesinambungan bagi umatNya dan kenyataan dari tindakan penyelamatan dari dan oleh Allah semata-mata. Refleksi: [Psalm 118] also incorporates a motif which was dear to the existence of a people who believed their significance to transcend the normal values of the world because of God’s Presence, the motif of the little become great, the least most, the last first. It is a motif which serves as a continuing reminder of just how wrong men’s values and priorities can be, and one which came to have its most eloquent illustration in the life, the ministry, and the death of our Lord [kutipan dari The Broadman Bible Comment- ary, pp. 409f.]. <br /><br />4. Excursus <br /><br />ALLAH : PEMURAH ATAU PEMARAH? Dalam Alkitab, Allah sering ditampilkan dengan dua wajah, yaitu Allah yang Pemurah dan Allah yang Pemarah. Di satu pihak Allah mengampuni, melindungi , dan memberkati banyak orang. Di pihak lain, Ia mengancam dan menghukum mereka yang berbuat jahat, berkhianat, cemar, dan licik. Allah yang menyenangkan, tetapi sekaligus Allah yang mengerikan. Menye- nangkan karena pengampunan-Nya, perlindungan-Nya, dan berkat-Nya sungguh amat besar dan mengatasi segala kelemahan [dan kenajisan] kita. Mengerikan karena ternyata semua orang, termasuk tokoh-tokoh teladan seperti Musa dan Daud, tidak luput dari hukuman-Nya. Meskipun setiap orang ingin mendapatkan kemurahan ketimbang kemarahan Allah, banyak orang lebih suka memberitakan Allah yang Pemarah dan kurang rela memberitakan kemurah- an Allah. Nabi Yunus begitu bersemangat memberitakan kemarahan Allah kepada rakyat Nine- ve, dan begitu kecewa ketika ternyata Allah lebih pemurah ketimbang pemarah. Pertentangan antara Yesus dan orang-orang Farisi adalah pertentangan dari orang yang memberitakan Allah yang Pemurah (yang mampu menerima orang-orang berdosa) dan orang- orang yang memberitakan Allah yang Pemarah (yang selalu siap menghukum para pendosa). [ . . . ] Di dalam Yesus Kristus, Allah membatalkan kemarahan-Nya, untuk menyatakan kemurah- an-Nya! Itu sebabnya sejak kedatangan Yesus Kristus, berita tentang Allah yang pemarah se- benarnya sudah menjadi berita basi. Sebaliknya, berita tentang Allah yang pemurah selalu baru dan relevan di segala tempat dan waktu, sebab kemurahan itu sendiri tidak berkesudah- an, selalu baru setiap hari. Tetapi mengapa banyak orang Kristen ragu-ragu memberitakan kemurahan Allah? Karena banyak orang kuatir bahwa kita menjadi terlalu murah hati, takut dianggap murahan. Kemurah- an bukanlah murahan! . . . Kasih karunia itu tak ternilai harganya, karena bersumber pada pengorbanan Allah sendiri. Ia yang mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, menjadi seorang makhluk biasa. Ia yang berhak menjadi hakim atas segala hidup, rela menjadi seorang terhukum dengan hukuman paling be- rat. Ia [yang] berhak menuntut korban, malahan mengorbankan diri-Nya sendiri [kutipan dari Yahya Wijaya, Kemarahan, Keramahan & Kemurahan Allah (Jakarta: BPK-GM, 2008), hlm. 1ff.] .<br /><br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-34518793261700147372008-04-07T05:30:00.000+08:002008-04-07T05:33:16.420+08:00Yeh 3 7 : 1 – 7(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas) <br /><br />1. Kronologi Peristiwa 930 seb. M : <br /><br />Kerajaan Israel pecah menjadi dua. Di bagian utara tetap dipertahankan nama Kerajaan Israel. Sedangkan di selatan dipilih nama Kerajaan Yerhuda, dan yang tetap diperintah oleh raja-raja keturunan Daud. <br />c. 742-681 seb. M : Masa pelayanan Nabi Mikha dan Yesaya di Yehuda. <br />c. 626-585 seb. M : Masa pelayanan Nabi Yeremia di Yehuda. <br />c. 605-536 seb. M : Nabi Daniel dibuang ke Babilonia. <br />c. 593-571 seb. M : Masa pelayanan nabi Yehezkiel. <br />586 seb. M : Yerusalem jatuh dan dihancurkan oleh Babilonia. Penawanan ke Babilonia. <br />c. 571 seb. <br />M : Kitab Yehezkiel ditulis. <br />538 seb. M : Rombongan pertama orang-orang Israel kembali dari Babilonia ke Yerusalem. <br />[Sumber: Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), p. 1187]. <br /><br />2. Pasal 37 Keselamatan Yehezkiel diangkat oleh Roh dan ditempatkan di tengah-tengah lembah yang penuh dengan tulang-tulang (Yeh 37:1). Dan Tuhan berfirman kepada Yehezkiel: “Hai anak manusia, dapatkah tulang-tulang ini dihidupkan kembali?” (Yeh 37:3). Yehezkiel menjawab: “Ya TUHAN Allah, Engkaulah yang mengetahui!” (Yeh 37:3).Dalam penglihatan, Yehezkiel melihat bahwa tulang- tulang itu diberi daging dan kulit. Penglihatan itu menjadi janji tentang kebangkitan bangsa Israel. Tuhan berfirman kepada Yehezkiel: “Hai, anak manusia, tulang-tulang ini adalah seluruh kaum Israel” (Yeh 37:11). Pengharapan bangsa Israel dalam pembuangan sudah lenyap. Mereka sudah menjadi seperti mati. Tetapi TUHAN mengatakan: “Sungguh, Aku membuka kubur-kuburmu dan membangkitkan kamu, hai umatKu, dari dalamnya, dan Aku akan membawa kamu ke tanah Israel” (Yeh 37:12). Bangsa Israel akan dibangkitkan dan dibawa pulang ke Israel [kutipan dari A.Th. Kramer, Singa Telah Mengaum (Jakarta: BPK-GM, 1996), hlm. 77f.]. Two images of death appear in the text, the valley of dry bones and graves. The question, “Can these bones live?” (v. 3) was addressed to a people who had lost hope. So was the prophecy, “Come from four winds, O breath, and breathe upon these slain, that they may live” (v. 10). God’s power and initiative are revealed [kutipan dari Abingdon Preacher’s Annual 1993 (Nashville, Tenn.: 1993), p. 104]. <br /><br />3. Penjelasan/Informasi <br /><br />3.1. Ayat 1: Dimanakah letak “lembah . . . penuh dengan tulang-tulang” itu? Merujuk pada Yeh 1:1 mungkin lembah yang dimaksud berada di tepi sungai Kebar. <br />3.2. Ayat 3: Mengapa Yehezkiel disapa dengan “anak manusia”(bnd. 2:1)? Used some 90 times in the book of Ezekiel, this label underscores Ezekiel’s humanity and his dependence on God’s supernatural power. It may also have reminded Ezekiel that his job was to “convey,” not “create,” the message [kutipan dari Quest Study Bible, 1189]. “Son of man” in the OT. The phrase is used often in the OT, being applied to Ezekiel alone almost one hundred times. What is its significance? The phrase probably implies little more than one would mean by addressing a male person “man” [kutipan dari New International Encyclopedia of Bible Words (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 1991), p. 572; huruf-huruf miring oleh NR]. 3.3. “Roh Allah” . . . the Scriptures affirm the full, unabridged deity of the Holy Spirit: ………………………………………………………………………………………. . . . he does divine works : he creates (Gen. 1:2; Job 26:13a; 33:4; Ps. 104: 30a), regenerates (Ezek. 37:1-14; John 3:5-6; Titus 3:5), resurrects (Ezek. 37:12-14; Rom. 8:110), . . . [ kutipan dari Robert L. Reymond, A New Systematic Theology of the Christian Faith (Nashville, Tenn.: Thomas Nelson, 1998), p. 313f.; huruf- huruf tebal dan miring oleh NR). <br /><br />4. Refleksi <br /><br />Kesadaran Yehezkiel akan kekudusan Allah yang betindak demi diri-Nya sendiri melandaskan pengharapan Yehezkiel akan keselamatan di masa mendatang. Ditinjau dari pihak manusia memang tidak ada harapan, tetapi ditinjau dari segi Allah yang kudus serta kekuatan roh-Nya keselamatan terjamin. Hal itu paling jelas terungkap dalam penglihatan Yehezkiel tentang tulang-tulang kering (37:1 dst.). Tulang-tulang kering itu melambangkan keadaan umat dalam pembuangan. Tidak ada harapan lagi. Tetapi roh Tuhan bahkan mampu menghidupkan kembali tulang-tulang kering itu. Demikian pun Ia menghidupkan kembali, memulihkan umat-Nya di masa mendatang. Seperti dikatakan Injil: “Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi segala sesuatu mungkin bagi Allah [kutipan dari C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 276]. By no legitimate kind of exegesis can this be applied solely to postexilic Judaism. The postexilic regathering can only be a type, a foretaste, of the ultimate messianic kingdom [kutipan dari William S. La Sor, et al., Old Testament Survey (Grand Rapids, Mich.: W.B. Eerdmans, 1990), p. 476]. <br /><br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-48461626918931488602008-04-07T05:25:00.001+08:002008-04-07T05:27:06.054+08:00Kis 2 : 1 4 , 3 6 – 4 1(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas) <br /><br />1. Pengantar <br /><br />Khotbah Petrus dalam pasal pembacaan kita sekarang ini dapat dibagi kedalam penggalan- penggalan sebagai berikut: [1] Pendahuluan (ayat 14-16), yang mengkaitkan khotbah tersebut dengan situasi dan kon- disi saat itu, juga dengan empat penggalan berikutnya yang ditandai dengan sapaan langsung. [2] Uraian I (ayat 17-21) yang berisi kutipan dari nubuat nabi Yoel. Dengan latar belakang nubuat ini, Petrus menafsirkan peristiwa Pentakosta sebagai pemenuhan dari nubuat nabi Yoel tersebut. Pernyataan dalam ayat 21 menjadi landasan untuk isi khotbah Petrus seterusnya. Tu- han yang menyelamatkan itu adalah tak lain dari Yesus sendiri. [3] Uraian II (ayat 22-28) berisi kerygma (pesan, kesaksian, message) tentang Yesus dalam versi Lukas [penulis Kis] --- “Yesus . . . yang telah kamu salibkan adalah Dia yang Allah telah bangkitkan. Pembangkitan-Nya itu telah diramalkan oleh Daud dalam Mzm 16 yang menya- takan bahwa “orang Kudus[Nya] tak akan berakhir dalam kematian”. [4] Uraian III (ayat 29-36) menafsirkan Mzm 16 tadi. Penafsiran tersebut lalu dikaitkan de- ngan ketuangan Roh Kudus, juga dengan nubuat nabi Yoel. Ayat 36 menjadi klimaks untuk Uraian I dan II --- “Jadi seluruh kaum Israel [jadi tidak hanya semata-mata orang-orang Ya- hudi di Yerusalem saja] harus tahu dengan pasti [berdasarkan kesaksian Kitab Suci yang di- singgung dan ditafsirkan Petrus sebelum ini, termasuk kesaksian rasuli dari Petrus sendiri] bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus”. [5] Uraian IV [ayat 37-40] bukan sekedar penggalan penutup, tetapi sebenarnya lebih me- rupakan titik puncak dari keseluruhan khotbah Petrus itu. Ayat 41 melaporkan “phenomenal success [and the impact]” dari khotbah Petrus itu [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Gerhard Krodel, Proclamation Commentaries, Acts (Philadelphia: Fortress, 1981), pp. 20ff.]. <br /><br />Informasi: <br /><br />[This speech] is an indication of Luke’s exaltation Christology that both in his Gospel and in Acts the idea of the ascension is given significant space, which makes evident Christ’s absence, including the absence of his body. A variety of texts stress that Jesus is in heaven, even if by means of vision he appears to some on earth, such as Stephen or Paul . . . This is why the sending of the Spirit is so crucial in Acts. If Jesus is absent, the church must have some source of power and direction, and this they receive from the Spirit. God now acts by means of the Spirit or an angel on earth . . . Nor is there any sort of “Immanuel” theology predicated of Christ in Acts, as we find at the beginning and end of Matthew’s Gospel. The ascension, however, should probably not be seen as a Lukan theolo- goumena, not least because the christological hymn reflect this notion when they refer to the exaltation of Christ to the right hand (cf. Phil. 2:9-11; Heb. 1:3-4) . . . In the paradigmatic speech in Acts 2 we are told of the whole compass or scope of this work and ministry of Jesus, and thus his fitness to act in a historical drama, is stressed in Acts by the repeated reference to the fact that he is from Nazareth (3: 6; 4:10 et al.; notice it is often in conjunction with the name Jesus Christ, not just the name Jesus [kutipan dari Ben Witherington III, The Acts of the Apostles, a Socio-Rhetorical Commentary (Grand Rapids, Mich.: W.B. Eerdmans, 1998), p. 152]. <br /><br />2. Eksposisi <br /><br />2.1. Ayat 37: Sebegitu persuasif-nya khotbah Petrus, sehingga impact-nya bagi para pen- dengarnya ialah “hati mereka sangat terharu” [Inggris: cut to the heart]. Menyadari betapa mereka telah melakukan suatu tindakan yang keji, yang berakhir dengan terbu- nuhnya sang Mesias yang akan menyelamatkan Israel, mereka bertanya apa yang harus mereka lakukan? [Sumber dan kutipan bahasa Inggris dari Ibid., p. 153]. Informasi: Kegoncangan tentulah mendalam sampai kepada perasaan hati yang telah berubah dan tetap. Daripada mengaku Nama Yesus, orang-orang Yahudi te- lah menyalibkanNya. Bagaimana mereka dapat kembali kepadaNya, kecuali jika tidak berubah sama sekali? Dan hal ini berarti bahwa haruslah dilepas- kan pikiran Yahudi bahwa orang dapat menerima keadilan dengan hukum Ta- urat. Justru dalam agama Yahudi yang bersifat hukum taurat ini terletak rinta- ngan untuk mencapai keselamatan dan karunia hanya pada Kristus saja [kutip- an dari H.v.d. Brink, Tafsiran Alkitab, Kisah Para Rasul (Jakarta: BPK-GM, 1996), hlm. 42f.]. <br />2.2. Ayat 38-39: Petrus memaparkan ikhtisar dari ikhtiar yang diperlukan untuk seseorang yang ingin menjadi pengikut Yesus dan manfaat yang diperoleh dari ikhtiar tersebut. Ini bukanlah hal yang baru sama sekali. Yohanes Pembaptis juga telah menyerukan hal yang sama sebelum ini (bnd. Luk 3). Oleh karena itu respons para pendengar juga tidak jauh berbeda dengan respons para pendengar seruan Yohanes Pembaptis pada waktu itu (Luk 3:10). Namun demikian, terdapat juga perbedaan. Di sini kita diperkenalkan dengan ke-khas- an baptisan kristiani. Di samping hubungan pertobatan dan baptisan, kini ada yang baru, yakni bahwa kini baptisan dikaitkan dengan nama Yesus dan penerimaan karunia Roh Kudus. Juga tidak ada indikasi sama sekali bahwa baptisan itu hanya boleh dilakukan oleh para rasul saja [Sumber: Witherington III, op. cit, p. 154]. Informasi: Petrus berkata, bahwa baptisan harus berlangsung atas dasar (terjemahan Baru: dalam) nama Yesus Kristus. Di tempat-tempat lain, di mana dibicarakan tentang baptisan, senantiasa kita membaca: dalam nama. Bahwa di sini dipa- kai katadepan atas dasar (menurut naskah aslinya) dan tidak dibicarakan tentang Bapa dan Roh Kudus, menunjukkan bahwa di sini Petrus dengan sengaja hendak memberi tekanan yang kuat kepada dasar yang atasnya baptisan itu terletak (1 Kor 3:2). Nama Yesus Kristus berbicara tentang pe- kerjaanNya sebagai pelepas. Jadi “menginginkan baptisan”, adalah sama dengan suatu pengakuan percaya akan Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan. Gambaran pekerjaan Yesus Kristus ini (lihat juga Rm 6:3-5) da- lam baptisan, dengan jelas menunjukkan dasar yang atasnya kepercayaan kita akan penyucian dari segala kesalahan/dosa kita, harus dan dapat berdiri. Baptisan tidak menimbulkan karunia Roh Kudus secara magis. Karunia ini di- berikan, oleh sebab Kristus sendiri memberikannya kepada semua orang, yang menerima Dia di dalam iman. . . . Jadi bahwa di sini tidak dipergunakan formulir baptisan yang lengkap, tidak lain disebabkan bahwa Petrus hanya memberikan dasar baptisan . . . Dalam seruannya supaya bertobat dan me- ngaku percaya, Petrus bersandar pada janji Allah bagi Israel yang sudah diu- capkan kepada Abraham (Kej 17: 7), yaitu suatu berkat yang di dalamnya ter- masuk juga anak-anak para orang beriman. Karena itu Petrus memberanikan diri untuk berkata dengan tegasnya bahwa keselamatan ini diperuntukkan bagi . . . mereka dan anak-anak mereka [kutipan dari Brink, op.cit., hlm. 43f.]. Acts 2 also serves as the pre-enactment of the universal mission of the church. The list of nations in 2:9-11 as well as the reference to “those far off [LAI: orang yang masih jauh] in 2:39 indicate the worldwide dimension of the church (cf. Luke 3:6). Under the guidance of the Holy Spirit and in accordance with the promise (2:21) the church will break out of its Jewish context and offer salvation to half-Jews and gentiles (Acts 8-10) [kutipan dari Krodel, op. cit., p. 24]. <br /><br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4757863642494776910.post-91724623620197392332008-04-07T05:22:00.001+08:002008-04-07T05:24:56.834+08:00Kis 2 : 1 – 13(Beberapa Kutipan Lepas) <br /><br />1. Pengantar: “Analisis Teks secara Historis-Kritis” Istilah yang dipakai oleh Lukas untuk menggambarkan fenomen turunnya Roh Kudus adalah “bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah” (ay. 2). “Bunyi” itu dika- takan oleh Lukas, turun secara “tiba-tiba”. Itu berarti bahwa bunyi itu datang dan terdengar secara mengejutkan. Haenchen menyebut fenomen itu sebagai enigmatic phenomenon, yaitu fenomen yang penuh teka-teki yang membingungkan. Conzelmann menyebut fenomen tersebut sebagai fenomen komparatif (perbandingan) untuk menggambarkan daya kekuatan Roh Kudus yang luar biasa, yang merupakan daya-dinamis dan daya-kreatif. . . . daya- kekuatan-ilahi. Bunyi itu tidak hanya seperti “embusan” yang lembut dan membuai, melainkan seperti “tiupan angin keras dan memenuhi seluruh ruangan”. Kiranya hal ini menunjuk pada sebuah “dorongan” dan “daya-kekuatan-ilahi” yang luar biasa yang membuat siapa pun yang mendengar dan mengalaminya tidak bisa tidak menjadi “bangkit” dan “bergerak”. Secara parallel (sejajar), dalam ay. 3 ditegaskan kembali oleh Lukas bahwa Roh Kudus yang turun sebagai bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh ruangan itu juga tampak sebagai “lidah-lidah seperti nyala api bertebaran dan hinggap pada mereka masing- masing”. Dalam perspektif simbolis mengenai Roh Kudus, gambaran “lidah-lidah seperti nyala api” yang bertebaran dan hinggap pada para rasul itu memiliki nuansa makna yang amat indi- vidual. Conzelmann menafsirkan fenomen ini secara menarik. Gambaran pencurahan Roh Kudus kepada para rasul tersebut mengisyaratkan bahwa Roh Kudus memang masuk ke dalam diri para rasul, dan bukan hanya melingkupi kepala mereka seperti sebuah lingkaran halo. Seca- ra kualitatif, gambaran ini memberikan pengertian bahwa Roh Kudus yang merupakan “daya- kekuatan-ilahi” yang hebat itu sungguh-sungguh masuk dan mendorong dari dalam diri para rasul. Haenchen menegaskan bahwa dengan cara itulah, Roh Kudus sungguh-sungguh dicurah- kan kepada para rasul secara pribadi, bukan hanya melalui pendengaran dan penglihatan, mela- inkan melalui pengalaman pribadi dari dalam. Roh Kudus sebagai daya-kekuatan-ilahi yang masuk dan mendorong dari dalam diri para rasul itu secara tegas dirumuskan oleh Lukas dalam teks dengan mengatakan, “maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus” (ay. 4a). Fenomen yang digambarkan dalam ay. 2 dan 3 sebagai “bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah” dan “lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing” bukan hanya melingkupi dan memenuhi ruang dan tempat, tetapi masuk secara personal ke dalam pribadi, ke dalam seluruh kehidupan para rasul. Ay. 4a dengan tegas dan jelas mengungkapkan kenyataan ini. Daya-kekuatan Roh Kudus itu membuat para rasul mampu memberikan kesaksian dan mewartakan pengalaman iman dan hubungan pribadi mereka dengan Yesus Kristus. Ay. 4b melukiskan pengalaman awal ini dengan gambaran bahwa “mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain”. Berkat daya-kekuatan Roh Kudus, para rasul mampu berkata-kata. Yang dikatakan dan diwartakan oleh para rasul pasti bukan pengalaman sembarangan, melainkan pe- ngalaman iman akan hubungan mereka dengan Yesus Kristus, sebab dijelaskan dalam ay. 4c bahwa mereka berkata-kata “seperti diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakan- nya”. Yang dikatakan dan diwartakan adalah “perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah” (ay. 11b). Dengan demikian, selain menjadi “dorongan” dan “daya-kekuatan-ilahi” yang menggerakkan, Roh Kudus sebagaimana digambarkan dalam Kis 2:1-13 dapat pula dimengerti sebagai “daya- dinamis” dan “daya-kreatif”. Hal ini secara tekstual terungkap dalam ay. 6, “Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak.” Roh Kudus yang digambarkan sebagai “bunyi” yang meme- nuhi seluruh tempat para rasul duduk itu ternyata juga membuat dan menggerakkan orang banyak untuk “berkerumun”. Lebih lanjut, peranan Roh Kudus yang menjadi “daya-dinamis” dan “daya- kreatif” itu tampak dalam ay. 14. Roh Kudus sebagai “daya-dinamis” membuat Petrus bukan ha- nya “bangkit berdiri”, melainkan “dengan suara nyaring ia berkata kepada mereka”. Pengalaman ini tidak bisa dilepaskan dari janji Yesus Kristus dalam Kis 1:8, yang mengatakan bahwa para ra- sul akan menerima “kuasa” (dynamis), kalau Roh Kudus turun ke atas mereka, sehingga mereka akan menjadi saksi Kristus di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi [kutipan dari Aloys B. Purnomo, Pr., Roh Kudus Jiwa Gereja yang Hidup (Yogyakarta: Kani- sius, 1998), hlm. 20f.]. <br /><br />2. Perbedaan antara ‘Baptisan’ dan ‘Kepenuhan’ Roh Apa yang terjadi pada hari Pentakosta ialah bahwa Yesus ‘mencurahkan’ Roh dari sorga dan dengan demikian ‘membaptis dengan Roh’, pertama-tama 120 orang, kemudian 3.000 orang. Buah baptisan Roh ini ialah bahwa ‘penuhlah mereka dengan Roh Kudus’ (Kis 2:4). Jadi, kepenuhan Roh adalah akibat dari baptisan Roh. Baptisan itulah --- yakni apa --- yang Yesus perbuat (mencurahkan Roh dari sorga), kepenuhan itulah --- yakni apa --- yang mereka terima. Baptisan adalah pengalaman permulaan yang khusus, kepenuhan dimaksud sebagai akibat tepat, yang terus-menerus, menjadi patokan. Sebagai kejadian permulaan, baptisan tidak diulangi dan tidak dapat hilang, tapi pemenuhan dapat diulangi, dan bagaimanapun juga perlu dipertahankan. Jika tidak dipertahankan akan hilang. Jika hilang, dapat ditemukan lagi [kutipan dari John Stott, Baptisan dan Kepenuhan, terj. (Jakarta: YKBK/OMF, 1999), hlm. 56f; huruf-huruf tebal oleh NR]. Baptism and the gift of Spirit do not invariably coincide. The Acts of the Apostles . . . tell us of the mission to Samaria (8:4-17), the conversion of the centurion Cornelius at Caesarea (Acts 10) and Paul’s meeting with the converted disciples of John (Acts 19:1-7) --- all cases in which the Spirit was given without baptism or before baptism. Someone who is baptized in the name of Jesus may be sure that he is living, as it were, within the Spirit’s forcefield, but baptism does not canalize the action of the Spirit. [ . . . ] It is necessary for Christianity to remember from time to time that the Spirit is not under its control. This is not contradicted by the primitive Church’s habit of speaking, as it soon began to do, of the “gift” of the Spirit (cf. Lk 11:13, and so on). What is implied by this is that the normal, long-term environment of the Christian is the sphere of action of Spirit, the presence of Christ. But the gift of the Spirit remains God’s gift; only he can give it and make it fruitful [kutipan dari The Common Catechism, A Book of Christian Faith (New York: Seabury, 1975), pp. 227f.]. EXPOSING THE MYTH You may remember that our Lord said: “For John truly baptized with water, but you shall be baptized with the Holy Spirit not many days from now” (Acts 1:5 NKJV). But on the Day of Pentecost, does Scripture say, “And they were all baptized with the Holy Spirit”? No! It says they were all “filled” with the Holy Spirit (see Acts 2:4). Why? Because these men [sic.] were going to be speaking in other tongues (not unknown tongues; they were going to speak in known languages), and they were going to serve. And in order for them to serve, they needed the experience of the filling of the Spirit. The baptism of the Holy Spirit is never related to experience. Someone wonder, “Weren’t they baptized, too?” Of course they were, but the point is they were going to serve, and in order to serve they had to be filled. The baptism of the Holy Spirit hasn’t anything to do with the service or experience. The filling is the experience, and it is for service. If you read some older commentaries, you might notice that the writers sometimes use the word “baptize” to mean “filling”. But that was back in the days when you did not have to be as sharp with terms, because there were not these groups as we have today that go off on tangents trying to make the word “baptize” mean something it doesn’t. That’s how the whole business of “seeking the baptism of the Holy Spirit” got started. And among those who teach that we ought to be seeking our baptism, many misrepresent the rest of us by suggesting that we don’t believe baptism is necessary at all! I believe that the baptism of the Holy Spirit is essential. In fact, you’re not a believer unless you’ve been baptized by the Holy Spirit. But I do not believe it is an exoerience. Every believer has been baptized by the Spirit of God. Those on the fanatical fringe ought not to misrepresent us by saying we do not believe in the baptism; we just don’t believe that it is an experience. These same people have been known to teach that we are to wait for the Holy Spirit. May I say how false it is to tell people they are to tarry for the Holy Spirit? Where did our Lord tell us to tarry? He told his apostles to wait for the Day of Pentecost --- it’s already come! It’s a matter of history, and the Spirit of God is here today. The minute any individual puts his faith in Jesus Christ, he’s regenerated, indwelt, and baptized by the Spirit of God [kutipan dari J. Vernon McGee, Through His Spirit (Nashville, Tenn.: Thomas Nelson, 2003), pp. 140f.]. <br /><br />Excursus: <br /><br />Kecuali dalam Markus 6:17, . . . Yesus tidak pernah mengajar tentang berbicara dengan bahasa roh, dan para rasul pun tidak pernah menuntutnya sebagai keperluan yang mutlak untuk membuktikan bahwa Roh Kudus telah diterima. Tidak pernah disebutkan bahwa ketiga ribu orang yang percaya dalam Kisah para Rasul pasal 2 berkata-kata dalam bahasa roh, walaupun jelas bahwa mereka telah menerima Roh Kudus. Demikian pula halnya dengan orang lumpuh dalam Kisah para Rasul pasal 3, kelima ribu orang percaya dalam pasal 4, sida-sida dari tanah Etiopia dalam pasal 8, orang-orang percaya di Anto- khia dalam pasal 11, banyak orang percaya yang dimenangkan oleh Paulus dalam perjalanan penginjilannya yang pertama (pasal 13, 14), Lidia dan kepala penjara di Filipi dalam pasal 16. Tidak ada laporan bahwa mereka telah berkata-kata dalam bahasa roh, tetapi ada tercatat bahwa mereka semua dibaptis dengan air. Inilah yang perlu untuk menandai baptisan dengan Roh Kudus. Berkata-kata dalam bahasa roh, bilaman terjadi, penting dan patut dikemukakan, tetapi dalam masyarakat Kristen pada waktu tu bukan merupakan sesuatu yang diperlukan sebagai bukti bahwa Roh Kudus telah diberikan [kutipan dari Donald Bridge dan David Phypers, Karunia-Karunia Roh dan Jemaat, terj. (Bandung: Penerbit KH, 1984), hlm.130f.; huruf-huruf tebal dan miring oleh NR). <br /><br />3. Untuk Refleksi <br /><br />Kutipan dari J.L.Ch. Abineno, Roh Kudus dan Pekerjaan-Nya (Jakarta: BPK-GM, 2000), hlm. 29f.) [Adanya perbedaan pandangan mengenai hal-hal yang diutarakan tadi] sering sangat dipertajam, sehingga menimbulkan hal-hal yang buruk yang merugikan. Gereja-gereja Pentakosta memperma- salahkan gereja-gereja lain (=Gereja-gereja Protestan), dan mengatakan bahwa mereka tidak memiliki Roh Kudus, atau kalaupun mereka memiliki-nya, Roh itu tidak bekerja lagi, karena Ia telah mati terkungkung dalam tradisi dan institusi yang mereka miliki. Buktinya, dalam Gereja-gereja Protestan tidak ada mujizat (=penyembuhan ilahi, dan lain-lain), tidak ada glosolalia (=bahasa roh), tidak ada nubuat, tidak ada baptisan Roh, dan lain-lain. Sebaliknya Gereja-gereja Protestan mempersalahkan Gereja-gereja Pentakosta, bahwa mereka menyalahgunakan (=menyalahtafsirkan) Roh Kudus dan sering mencari realitas-Nya dengan cara emosional, individualistis dan extravagan. Buktinya, pemutusan hubungan antara mujizat dan Injil (Kerajaan Allah), penekanan yang berlebih- lebihan pada pertobatan individuil, penghargaan yang berat sebelah terhadap glosolalia (=bahasa roh), tangisan dan adegan-adegan lain yang emosional dalam kebaktian-kebaktian, dan lain-lain [ . . . ] kita harus mengadakan koreksi kedua jurusan. Pertama kepada Gereja-gereja Pentakosta kita harus katakan, bahwa Roh Kudus tidak dapat dilepaskan dari Yesus Kristus dan dianggap sebagai Oknum atau Pribadi yang berdiri sendiri. Keduanya erat berhubungan, bahkan identik. Roh Kudus, adalah Roh Kristus [Rm 8:9; Gal 4:6; Flp 1:19; 1 Ptr 1:11], Roh Anak. Di dalam Dia Kristus hadir di bumi. Kedua, kepada Gereja-gereja Protestan kita harus katakan, bahwa Roh Kudus bukan hanya “alat” Kristus. Roh Kudus bukan saja Roh Kristus, tetapi sebaliknya Kristus juga adalah Roh (2 Kor 3:17), seperti yang antara lain kita baca dalam 1 Korintus 15:45: “Adam yang akhir (=Kristus) menjadi roh yang menghi- dupkan”. Roh Kudus adalah cara baru dari presensia dan tindakan Kristus di bumi. Oleh kebangkitan- Nya Ia menjadi Oknum (=Pribadi) in action, di mana Ia --- sekarang dalam hubungan mondial --- meneruskan apa yang telah Ia kerjakan dalam hidup-Nya di dunia [ . . . ] Timbul pertanyaan: Kalau demikian bolehkah kita menganggap Roh Kudus sebagi pribadi atau tidak? Patterson (dalam Pelajaran tentang Roh Kudus, 1971) mengatakan: “Ya, boleh, malahan harus Roh Kudus adalah Pribadi Ilahi yang ketiga” [ . . . ] Timbul pertanyaan: Kalau demikian bagaimanakah “identitas” Roh Kudus dan Kristus berada dalam kemuliaan harus kita pikirkan? Telah kita bahas bahwa baik Gereja-gereja Protestan, maupun Gereja- gereja Pentakosta tidak mau mengakui identitas itu. Mereka lebih banyak berkata-kata tentang identitas dan fungsi Kristus dan Roh Kudus. Hal ini . . . tidak mungkin. Memang Roh Kudus bukan hanya “nama lain” dari Kristus yang berada dalam kemuliaan, melainkan Ia bertindak di bumi, sesudah Kristus “naik ke sorga”. Sungguhpun demikian Ia bukan Oknum atau Pribadi yang otonom. Ia adalah “predikat” yang menerangkan pekerjaan Allah dan Kristus dan bagaimana caranya pekerjaan itu dilakukan. <br /><br />- - - NR - - -STAKN TORAJAhttp://www.blogger.com/profile/03447114443875481464noreply@blogger.com0