07 Juli 2008

Y O H A N E S 1 7 : 2 0 – 2 6 (u/ 13 Jul pg)

Y O H A N E S 1 7 : 2 0 – 2 6
(Beberapa Catatan dan Informasi/Kutipan Lepas)

1. Pengantar
Dimulai dengan perikop bacaan kita sekarang ini (Yoh 17:20 dst.), doa syafaat Tuhan Ye-
sus meluas menjangkau seantero dunia. Bagian pertama dari doaNya dibatasi untuk diriNya
saja dalam rangka menghadapi hukuman penyalibanNya. Sesudah itu Dia berdoa untuk para
muridNya agar Sang Bapa memelihara mereka. Lalu dalam penggalan/perikop bacaan kita
sekarang ini, Dia melihat ke masa depan dan ke tempat lain di luar Palestina dan berdoa juga
bagi mereka yang akan menerima kepercayaan Kristiani, sebagai hasil penginjilan dari para
murid dan pengikutNya.
Informasi: Here two great characteristics of Jesus are fully displayed. First, we see his complete
faith and his radiant certainty. At that moment his followers were few, but even with the
cross facing him, his confidence was unshaken, and he was praying for those who would
come to believe in his name. This passage should be specially precious to us, for it is
Jesus’ s prayer for us. Second, we see his confidence in his men. He knew that they did
not fully understand him; he knew that in a very short time they were going to abandon
him in his hour of sorest need. Yet to these very same men he looked with complete
confidence to spread his name throughout the world. Jesus never lost his faith in God or
his confidence in men [Sumber dan kutipan dari William Barclay, The Daily Study Bible, the
Gospel of John, Volume 2 (Edinburgh: the Saint Andrew, 1981), p. 217; huruf-hurf miring oleh NR].
Yesus berdoa untuk tiga perkara: (i) Dia berdoa agar para pengikutNya menjadi satu; (ii) Dia
berdoa untuk dunia agar menjadi sadar dan tanggap akan kasih Allah; dan (iii) Dia berdoa
untuk kelanjutan dan perampungan misiNya.
Informasi: This final section of Jesus’ prayer is a deeply moving one because it brings Jesus into
direct relationship with us. There are hints elsewhere of Jesus’ recognition that further
generations of believers would arise and express allegiance to him. Nowhere in the New
Testament, however, is that larger company (including the readers of this exposition!) so
clearly in Jesus’ direct vision as here. Jesus is poised between the conclusion of his
earthly task and the glory awaiting him at the Father’s side. . . . so Jesus gazes out
across the rolling centuries, the church of the Redeemer, gathered from every nation,
people, language and tribe. He is praying for us [Sumber dan kutipan dari Bruce Milne, The
Message of John (Leicester, England: IVP, 1993), p. 247].
2. Kesatuan
Rasanya tidaklah berkelebihan untuk beranggapan bahwa kesatuan orang-orang Kristen
merupakan pokok utama dari doa Yesus dalam perikop bacan kita sekarang ini (ayat 21, 22,
23). Ada tiga wajah kesatuan yang diketengahkan.
2.1. Kesatuan dengan Tuhan secara rohani (ayat 21, 26).
. . . Jesus prays that our unity would be like the perfect unity between the Father and the Son in
the Trinity. This is a reminder to us that our unity should be eternal and perfectly harmonious (as
God’s unity is).
But this analogy with the members of the Trinity is very important for another reason: it warns
us against thinking that union with Christ will ever swallow up our individual personalities. Even
though the Father, Son and Holy Spirit have perfect and eternal unity, yet they have distinct
persons. In the same way, even though we shall someday attain perfect unity with other
believers and with Christ, yet we shall forever remain distinct persons as well, with our own
individual gifts, abilities, interests, responsibilities, circles of personal relationships, preferences,
and desires [kutipan dari Wayne Gruden, Systematic Theology (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2000),
p. 844].
Kesatuan Roh sudah ada [ . . . Ef 2:14-16]. Tapi walaupun kesatuan Roh ini sudah ada, itu
merupakan suatu kesatuan yang rapuh, yang mudah dihancurkan. Karena itu dalam Efesus 4:2
kita diberitahu akan kualitas-kualitas yang diperlukan untuk itu [ . . . ].
Itulah maknanya disebut “kesatuan Roh”, bukan hanya pekerjaan Roh Kudus diperlukan untuk
membangun dan mempersatukan kita bersama, tapi “buah Roh” (Gal 5:22) juga diperlukan untuk
memelihara kesatuan itu. Perhatikanlah bahwa semua buah Roh itu merupakan nilai-nilai sosial
dan nilai-nilai bersama. “Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan,
kesetiaan, kelemah-lembutan dan penguasaan diri” merupakan nilai-nilai yang diperlukan dalam
suatu konteks jemaat [kutipan dari Michael Griffiths, Gereja dan Panggilannya Dewasa Ini, terj. (Jakarta:
BPK-GM, 1995), hlm. 52f.].
2.2. Kesatuan dalam persekutuan (ayat 23)
Di dalam pengakuan iman rasuli, kita bersama-sama mengakui “Gereja yang kudus dan am,
persekutuan orang kudus”. Berhubung dengan bunyi pengakuan iman yang demikian itu, maka
biasanya disebutkan, bahwa gereja memiliki tiga sifat: satu, kudus dan am. . . .
Di dalam rumusan yang asli tiada terdapat kata “satu”, tetapi dalam terjemahan memang
sering kata “satu” itu diselipkan. Berdasarkan doa Tuhan Yesus dalam Yoh 17:21: “Supaya
semuanya menjadi satu”, kita memang biasa mengakui adanya satu gereja. Pengakuan ini
menunjukkan, bahwa gereja yang banyak di dunia ini dipersatukan menjadi satu tubuh, yaitu
tubuh Kristus. Adapun yang menjadi dasar kesatuan gereja adalah karya penyelamatan Kristus.
Di kayu salib segala sesuatu dijadikan satu. . . . Kesatuan di dalam Kristus ini memang hanya
dapat dilihat di dalam iman. Oleh karena itu maka “gereja yang satu” tadi adalah suatu peng-
akuan iman [kutipan dari H. Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK-GM, 1973), hlm. 319].
Gagasan kesatuan sangat penting mengingat Yohanes 17:22 (“supaya mereka menjadi satu,
sama seperti Kita adalah satu”), yang pasti mendukung gagasan mengenai akan adanya suatu
perhimpunan orang percaya. Namun, penting untuk mengamati bahwa kesatuan yang dimaksud
di sini bukanlah kesatuan secara organisasi, tetapi kesatuan organis (dalam satu tubuh). [Catatan:
Kesatuan yang dimaksud di sini pasti lebih daripada kesatuan rohani saja. Kesatuan itu harus
cukup jelas kelihatan sehingga dunia ditantang untuk percaya kepada Yesus] [kutipan dari Donald
Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3, terj. (Jakarta: BPK-GM, 1996), hlm. 44].

2.3. Kesatuan dalam misi terhadap dunia (ayat 21, 23)
Doa Yesus dalam Yohanes 17 menjelaskan maksud Yesus bagi kelompok murid-murid-Nya.
Terdapat bukti yang kuat bahwa Yesus memandang ke depan pada kesinambungan misi-Nya
melalui murid-murid itu. Kata-kata dalam Yohanes 17:18 khususnya membandingkan misi yang
diberikan kepada Anak dengan misi yang diberikan kepada murid-murid (“Sama seperti . . . “).
Murid-murid sebagai suatu kelompok ditugaskan untuk melanjutkan tugas misi. Mereka tidak
dapat mencapai tugas itu bila mereka bekerja sendiri-sendiri. Penekanan pada kesatuan dalam
Yohanes 17 memperlihatkan betapa diperlukannya perhimpunan yang bersifat lembaga untuk
kesinambungan misi Yesus. Tujuan bersama dari semua murid sangat membantu untuk mem-
buat perasaan kesatuan [kutipan dari Ibid., hlm. 47].
3. Mengapa dan Untuk Apa?
Mengapa orang-orang percaya perlu bersatu? Karena Yesus dan Sang Bapa adalah satu.
Ini harus dicerminkan oleh para murid Yesus melalui kesatuan/persatuan mereka. Nasihat
Paulus dalam Gal 5:15 perlu diperhatikan.
Ilustrasi: Suatu suku terpencil di India, yang anggotanya mencapai hampir lima juta orang, tertarik
menjadi Kristen. Kepala suku mengundang para penginjil agar mau datang membimbing
mereka. Betapa kagetnya, ketika kemudian ternyata bahwa para penginjil itu berasal dari
berbagai gereja. Diam-diam mereka ternyata saling bersaing untuk membimbing warga
suku itu untuk menjadi warga gereja mereka masing-masing. Karena khawatir bahwa su-
kunya akan terpecah-pecah ke dalam berbagai gereja yang saling bersaing, maka setelah
berunding dengan para sesepuh sukunya, akhirnya kepala suku itu merubah niatnya: ia
dan warga sukunya batal menjadi orang-orang Kristen. Para penginjil diminta mening-
galkan daerah mereka (Sumber: Anon.).
Untuk apa orang-orang Kristen perlu dan harus dapat bersatu? Baca ayat 21 dan 23.
- - - NR - - -

2 KORINTUS 9 : 6 – 15 (u/ 9 Juli mlm)

2 KORINTUS 9 : 6 – 15
Tema: “Memberi dengan Kerelaan Hati”.
N a t s: 2 Kor 9:7
Tujuan: Sesudah mendengar khotbah ini, warga jemaat diharapkan dapat terdorong
untuk mulai berupaya ber-disiplin memberi dengan kerelaan hati.




1. Pengantar
Dalam pasal terakhir dari suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus (1 Kor
16:1-4), Paulus memberi petunjuk praktis tentang cara pengumpulan dana untuk mem-
bantu jemaat/gereja [induk] di Yerusalem. Jemaat/gereja di Yerusalem sangat membu-
tuhkan bantuan. Ini disebabkan oleh penganiayaan dan tekanan dari para pemimpin
orang-orang Yahudi, yang beranggapan bahwa apa yang disebarkan oleh para rasul dan
pengikut mereka adalah ajaran sesat. Ada juga yang memperkirakan kemungkinan ada-
nya bala kelaparan di Yerusalem. Oleh karena itu para warga jemaat di sana sangat
mem butuhkan bantuan [Sumber: What does the Bible Say About? (Nashville, Tenn.: Thomas Nelson,
2001), p. 168].
Masih dalam hubungan dengan pengumpulan bantuan yang disinggung di atas,
maka dalam bacaan kita hari ini (2 Kor 9:6-15) Paulus memberi “pencerahan” kepada
warga jemaat di Korintus tentang hakikat pemberian Kristiani. Mendahului bagian
bacaan kita (9:1-5), Paulus menjelaskan mengapa ia meminta Titus dan dua saudara
lainnya datang ke Korintus. Mereka ditugaskan oleh Paulus untuk membantu dan
menuntun usaha pengumpulan dana dari warga jemaat. Paulus memperkirakan bahwa
menjelang ia sendiri tiba di Korintus, dana bantuan itu sungguh-sungguh sudah ter-
kumpulkan untuk siap dibawa ke Yerusalem.
2. Uraian dan Pendalaman
Paulus memuji warga jemaat di Makedonia, yang sekali pun mengalami penderitaan
dan miskin, namun mereka “kaya dalam kemurahan” (8:1-2). Kita patut bertanya:
[a] Apakah yang mendorong orang-orang Kristen di Makedonia untuk menyumbang
kepada orang-orang Kristen lainnya yang jaraknya ribuan kilometer di Yerusalem
sana?
[b] Apa yang mendorong mereka untuk menyumbang kepada orang-orang yang sebe-
narnya mereka tidak kenal?
Dengan bercermin kepada jemaat-jemaat di Makedonia seperti yang diutarakan di atas,
mari kita mencoba memahami dua aspek dalam upaya memberi:
(i) Hal-hal apa saja yang menjadi penyebab kekurang-mampuan warga jemaat Korin-
tus [dan mungkin kita-kita juga] untuk memberi?
(ii) Upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kita untuk
memberi?
2.1. Warga jemaat di Makedonia “kaya dalam kemurahan”, padahal mereka
mengalami penderitaan dan miskin. Sebaliknya warga jemaat di Korintus “kaya
dalam segala sesuatu” (8:7), tetapi tidak atau kurang “kaya dalam kemurahan”.
Ada apa di kalangan warga jemaat Korintus [dan mungkin di jemaat kita juga]?
Mari kita teliti!
[a]. Warga jemaat di Makedonia “memberikan diri mereka, pertama-tama kepada
Allah” (8:5). Dalam penyerahan kepada Allah, mereka didaya-gunakan oleh
Allah. Di kalangan warga jemaat di Korintus penyerahan diri kepada Allah ini
tidak atau kurang diwujud-nyatakan.
[b]. Ajaran/doktrin yang keliru. Karena pengaruh ajaran yang keliru (“Gnostik”),
para warga jemaat di Korintus mengutamakan “pengetahuan” dan kurang
memperhatikan nilai-nilai spiritual. Ini tercermin dalam kehidupan berke-
luarga di kalangan warga jemaat di Korintus. Perceraian dan perselisihan
dalam keluarga sering terjadi. Dalam situasi demikian betapa sulitnya untuk
mempraktekkan kemurahan hati, apalagi memberi dengan kerelaan hati.
[c]. Para warga jemaat di Korintus terbagi-bagi dalam berbagai kelompok. Ada
kelompok Paulus. Ada kelompok Apollos. Timbul persaingan dan iri hati.
Akhirnya saling berselisih. Fanatisme kelompok sedemikian ini mengalihkan
perhatian dan/atau hasrat untuk memberi dan/atau menyumbang. Kalau pun
akhirnya ada di antara mereka yang memberi, itu pun hanya sebatas bagi
sesama anggota kelompoknya saja [bagaimana dengan persekutuan etnis/
rumpun keluarga, bahkan BPK di kalangan warga jemaat kita?].
[d].Warga jemaat kurang terlatih dalam membiasakan diri untuk ber-“disiplin”
dalam memberi. Buktinya Titus diutus Paulus untuk menuntun dan meng-
kordinir mereka dalam memberi dan mengumpulkan dana bantuan. Barangkali
tidak terlalu meleset untuk membayangkan bahwa Titus pun mestinya melatih
juga “Majelis Jemaat/PHMJ” di sana bagaimana mengelola secara benar
perbendaharaan jemaat (bnd. Jemaat-jemaat yang melatih dan mendorong
warganya dengan pemberian berupa “pledge” dan/atau “perpuluhan”, atau
sumbangan “kaul”).
2.2. Berbicara tentang kemampuan para warga jemaat di Makedonia, Paulus menulis,
“Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka,
bahkan melampaui kemampuan mereka” (8:3; huruf miring oleh penulis). Tersirat
Paulus ingin menyatakan bahwa para warga jemaat di Makedonia benar-benar
menyadari pengorbanan Yesus untuk mereka. “Karena kamu telah mengenal
kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu
menjadi miskin, sekalipun ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena
kemiskinanNya (8:9).
[a]. Paulus menulis dalam ayat 6 dari bacaan kita, “Camkanlah ini: Orang yang
menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak,
akan menuai banyak juga”. Apa yang ditulis Paulus tadi sesungguhnya
merupakan salah satu azas manajemen produksi: “The measure of profit
(baca: “blessing”:berkat) equals the measure of investment (baca: “giving”:
pemberian). Jadinya upaya kita untuk memberi merupakan “God’s way for
us to keep his wealth in circulation” (kutipan dari Zondervan 2006 Pastor’s Manual, p.
288). Melalui pemberian kita, maka sesama kita yang membutuhkan bantuan
dimungkinkan juga untuk ikut menikmati berkat-berkat Allah.
[b]. “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya. . .” (ayat
7; huruf miring oleh penulis). Memberi harus dimulai dengan “kerelaan hati”.
Itu berarti kita memberi dengan ketetapan hati yang bulat. Dan ini hanya
dimungkinkan oleh doa. Secara sadar Paulus memakai istilah “hati”, karena
kalau memberi dimulai dengan kesadaran “rasional”, warga jemaat di Korin-
tus, yang rata-rata “berpengetahuan”, tak akan pernah memberi. Mereka akan
berkata untuk apa menjadi repot untuk orang-orang yang jauh di Yerusalem
sana. Kita juga tidak kenal siapa mereka! Dan kalau pun akhirnya ada dari
antara mereka mau memberi, sudah bisa diterka bahwa mereka akan memberi
dengan “sedih hati atau karena paksaan”.
[c]. Dalam ayat 12-14 Paulus mengutarakan makna lain dari pemberian itu:
(i) Upaya kita dan pemberian kita menjadi suatu kesaksian (“testimony”).
(ii) Dengan itu nama Allah dipermuliakan, dan sesama kita ditopang dalam
pergumulan dan penderitaan mereka.

3. Ilustrasi
Di provinsi Mizoram, India, terdapat sebuah jemaat yang anggota-anggota PW-nya
mempunyai cara khusus untuk menunjang PELKES jemaat mereka. Setiap kali
seorang ibu rumah tangga akan menanak nasi, ia mengambil segenggam beras yang
akan dimasak itu dan menyisihkannya ke sebuat tempat khusus. Pada hari Minggu
beras yang telah disisihkannya itu di bawa ke gereja. Ibu-ibu lain yang datang ke
gereja juga membawa beras yang juga telah mereka sisihkan. Beras-beras sisihan tadi
dikumpulkan, lalu dijual. Melalui ketekunan mereka mengumpulkan dan menjual
beras sisihan itu, akhirnya terkumpul cukup dana untuk membeli sebuah komputer.
Komputer itu kemudian disumbangkan kepada sebuah lembaga penerjemahan Alkitab
di provinsi mereka. Lembaga yang dimaksud tadi memang sangat membutuhkan
komputer tambahan dalam upaya mereka merampungkan pernerjemahan Alkitab
kedalam bahasa daerah orang-orang di provinsi itu (bnd. Mrk. 12:41-44) (disadur dari Our
Daily Bread, Sunday, January 30, 2000).


- - - NR - - -